Pada 27 Januari lalu, saya hadir memenuhi undangan Pak Rokhmin Dahuri, dalam acara temu tokoh nasional yang diselenggarakan di Hotel Sahid, Jakarta. Agendanya adalah membahas kondisi, peluang dan permasalahan bangsa Indonesia dan dunia, serta indentifikasi solusinya. Hadir di antaranya Ketua DPD Irman Gusman, Ketua BPK Harry Azhar Azis, Ketua KEIN Sutrisno Bachir, Ketua Fraksi Demokrat DPR RI Nurhayati Assegaf, Mantan Ketua MK Machfud MD, Ustadz Yusuf Mansyur, Ary Ginanjar, Burhanuddin Abdullah, Mantan Dirut Bank Muamalat, Riawan Amin, Ali Mochtar Ngabalin, Eggi Sujana, Siti Zuhro dan yang lainnya.
Acara berlangsung hangat. Para tokoh mengikuti acara dengan seksama hingga usai menjelang tengah malam. Mereka menyampaikan pandangan-pandangannya dengan lugas. Burhanuddin Abdullah, mantan Gubernur BI yang kini Rektor Ikopin, Bandung, misalnya, mengatakan, “Indonesia is beyond repair, karena itu harus di-overhoul, harus di-rewrite. Indonesia itu small, dan getting small. Indonesia mengalami kesenjangan. Itu terjadi sejak jaman Belanda, dan tidak berubah hingga sekarang. Mengapa? Inilah Kapitalisme.”
Apa yang menarik dari pertemuan ini? Ragam pertemuan tokoh semacam ini, dengan aneka nama, sesungguhnya sudah sangat sering dilakukan. Namun, pertemuan malam itu sungguh beda. Selain yang hadir adalah para tokoh yang masih acting di tingkat nasional, yang membuat istimewa pertemuan malam itu adalah sudut pandang yang sejak awal telah ditetapkan, yakni identifikasi solusi atas berbagai persoalan adalah berbasis Islam, atau dalam undangan Pak Rokhmin disebut dengan istilah based on Islam.
++++
Ragam pertemuan dengan para tokoh memang selalu membawa inspirasi, dan tak jarang menebar informasi yang ‘waw’! Dalam pertemuan malam itu, salah satu yang tokoh hadir, dalam obrolan informal, mengabari saya, bahwa apa yang disampaikan Setya Novanto beberapa waktu lalu tentang permintaan saham kepada Freeport itu benar adanya. Ia tidak mengada-ngada. Ia sama sekali tak mencatut nama Presiden. Lantas mengapa ia mundur? Katanya, karena ia diancam!
Dalam satu pertemuan dengan tokoh lain, tak perlu saya sebutkan siapa dan di mana pertemuan itu diadakan, diceritakan bahwa saat ini tengah berlangsung power struggle di tubuh pemerintahan. Penetapan Dirut Pelindo 2, RJ Lino, sebagai tersangka, juga kasus ‘PapaMintaSaham’, menurut dia, tidak lepas dari pertentangan itu. Bahkan Lino akan dijadikan pintu untuk menggoyang posisi JK sebagai wapres. Bila keterlibatan JK dalam kasus Lino bisa diungkap, posisinya sebagai wapres bisa digusur, dan katanya, dengan segala cara, akan digantikan oleh Luhut.
Tentang JK, menurut tokoh kita itu, posisinya di pemerintahan sekarang memang lemah. Ia tidak memiliki satu pun partai sebagai basis dukungan. Ia memang dulu pernah menjadi Ketua Umum Golkar. Namun kita tahu, Golkar sekarang, di bawah Aburizal Bakrie, lebih condong kepada KMP yang di sana ada Prabowo. Menyadari hal itu, JK berusaha keras merebut Golkar melalui Agung Laksono. Itu hampir berhasil saat ia diangkat menjadi ketua Tim Transisi. Namun, skenario ini cepat diketahui oleh Luhut, yang bergegas mendukung Ical untuk menyelenggarakan Munaslub dengan cara menghidupkan kembali kepengurusan Golkar hasil Munas Riau yang diketuai Ical.
Sebelum ini, JK dan kelompoknya melalui kasus ‘PapaMintaSaham’ sebenarnya hendak memukul Luhut, dan sebenarnya juga hendak memukul Presiden. Namun, hal itu bisa dimentahkan dengan cara melokalisasi persoalan menjadi sekadar pencatutan nama Presiden dengan pelaku utamanya Setya Novanto.
Tentang kebenaran informasi itu, saya tentu tak bisa memastikan. AlLâhu a’lam. Yang pasti, tokoh kita itu insya Allah figur terpercaya. Buktinya, banyak informasi yang ia sampaikan sebelum ini, setelah dikonfirmasi dengan sumber lain, benar adanya. Misalnya, informasi tentang rencana mempresidenkan Jokowi, jauh sebelum ia dicalonkan oleh PDIP, juga terbukti benar. Termasuk kata-katanya, “Hanya Tuhan saja yang bisa menggagalkan Jokowi jadi presiden,” untuk menggambarkan betapa seriusnya ‘proyek’ itu, akhirnya juga benar-benar menjadi kenyataan. Sekarang ia mengatakan bahwa Ahok juga ‘proyek’. Ada kekuatan besar di belakang Ahok yang bersikeras menjadikan dia gubernur DKI dengan segala cara. At all cost. Apakah informasi ini akan juga terbukti benar? AlLâhu a’lam.
++++
Inspirasi apa yang didapat dari dialog dengan para tokoh seperti yang terjadi di Hotel Sahid baru lalu? Pertama: Negara ini memang kondisinya benar-benar acak-adut. Tak hanya satu dua tokoh yang mengatakan hal seperti itu. Para pejabat yang saat ini tengah berkuasa terus saja bertikai demi kepentingan pribadi dan kelompok serta para pendukungnya dari kalangan asing maupun aseng. Ini semua sebenarnya menegaskan apa yang sering kita sebut corporate state, yakni saat negara dikelola oleh persekutuan antara pengusaha dan penguasa, dan keputusan politik tidak benar-benar dibuat untuk kepentingan rakyat, melainkan demi kepentingan para pengusaha. Dalam kasus kereta cepat, misalnya, seorang tokoh yang sangat dekat dengan pucuk kekuasaan menyebut proyek itu sesungguhnya tidak diperlukan oleh rakyat. Tambahan lagi, mark up proyek itu terlalu besar.
Kedua: Ada spirit Islam yang besar pada tokoh-tokoh itu. Hampir senada, para tokoh itu menilai bahwa berbagai persoalan yang ada di negeri ini ditimbulkan oleh sistem sekular-kapitalistik, dan solusinya tak lain adalah dengan Islam. Dalam presentasinya, Pak Rokhmin Dahuri, mantan Menteri Perikanan dan Kelautan yang sekarang menjadi salah satu Ketua DPP PDI, menyebut banyak faktor yang menjadi penyebab negeri ini terus diliputi berbagai persoalan yang sangat serius dalam berbagai aspek, tetapi yang utama adalah karena: (1) Kehidupan manusia di dunia diatur berdasar sistem (pedoman) hidup buatan manusia (kapitalisme), bukan yang dibuat oleh Allah ‘Azza wa Jalla; (2) Pemimpinnya bukan Muslim yang memililki Imtaq yang tinggi, kapabel dan berakhlak mulia. Bila tidak ditanggulangi dengan benar, katanya, akan berujung pada kebangkrutan.
Nah, melihat spirit Islam yang demikian rupa berkembang di kalangan para tokoh, maka hadirnya dakwah Islam yang mampu menjelaskan konsep tentang solusi Islam atas berbagai persoalan masyarakat dalam seluruh aspek kehidupan menjadi sangat penting. Setelah umat banyak dipacu untuk memiliki kegairahan dalam ibadah atau memiliki kesadaran spiritual yang ditandai dengan maraknya kegiatan-kegiatan ibadah seperti umrah dan haji, zikir, wirid dan semacamnya, kini saatnya untuk menumbuhkan pula kesadaran politik-ideologis. Kesadaran ini ada saat umat, terutama para tokoh, memandang setiap masalah dari sudut pandang Islam (min zawiyah al-Islam) dan mencari solusinya juga dari Islam. Hanya bila umat memiliki kesadaran semacam ini, tuntutan perubahan ke arah Islam akan menggelora dan bergemuruh dalam dada, karena umat tak lagi mau diatur dengan sesuatu yang bukan Islam.
Inilah yang disebut dakwah politis-ideologis. Dengan dakwah semacam ini yang tertanam melalui basis akidah yang kokoh, umat akan sampai pada kerinduan yang mendalam pada Islam. Mereka merindukan kehidupan islami yang rahmat[an] lil ‘âlamin. Yang utama, mereka merindukan keridhaan Allah SWT dan surga-Nya. [HM Ismail Yusanto]