Kembali Panglima TNI mengingatkan tentang Proxy War sebagai ancaman nyata bagi Indonesia. Dalam pembekalan yang disampaikan kepada 100 calon Kader Amanat Utama PAN (Partai Amanat Nasional) di Sentul Bogor, Sabtu (27/2), Jenderal Gatot Nurmayonto mengingatkan ancaman Proxy War yang menyerbu seluruh lini kehidupan bernegara, berbangsa, bahkan sudah hadir di tengah kehidupan keluarga kita.
Ancaman itu, menurut Panglima seperti demo anarkis buruh, tawuran pelajar dan mahasiswa, adu domba TNI-Polri, upaya memecahbelah parpol, rekayasa sosial dengan memanfaatkan media dan maraknya penyalahgunaan narkoba. Panglima mengingatkan semua itu sudah didesain dan dikendalikan dari luar oleh tangan-tangan yang tidak kelihatan dengan memanfaatkan orang dalam. Sehingga tidak disadari, bahwa bangsa ini sedang menuju kehancuran.
Kita sangat setuju dengan peringatan Panglima TNI ini. Tentu bukan tanpa alasan dan bukti, seorang panglima TNI menyampaikan hal ini. Namun penting untuk disampaikan kepada masyarakat, ideologi apa yang sesungguhnya telah memporakporandakan Indonesia. Tidak lain , kapitalisme dengan pemikiran-pemikiran pokoknya antara lain sekulerisme, demokrasi, liberalisme, HAM, pluralisme. Inilah yang telah menghancurkan Indonesia. Perlu ditegaskan pula, negara-negara Barat seperti Amerika, Inggris, dan sekutunya adalah pelaku langsung imperialisme yang mengusung ideologi kapitalisme ini.
Demokrasi, secara politik, telah menjadi pintu, munculnya pemimpin-pemimpin pro negara imperialis. Lewat pencitraan yang dibangun oleh media-media liberal, pemimpin boneka ini muncul sebagai pemenang dalam pemilu. Apa yang terjadi ? Setelah memimpin , pemimpin boneka ini mengabdi 100% bagi kepentingan tuan Kapitalis yang telah mengangkatnya, bukan kepada rakyat. Maka tidaklah mengherankan kalau kebijakan-kebijakannya justru menyengsarakan rakyat.
Lewat pintu, demokrasi pula, lahir UU yang jelas-jelas berpihak kepada pemilik-pemilik modal, baik dalam negeri, terutama perusahaan negara-negara imperialis. Berbagai UU yang sarat dengan liberalisme seperti UU kelistrikan, sumber daya alam, migas, perbankan, perdagangan, semuanya berpihak pada pemilik modal asing. Tujuannya untuk melegalkan perampokan terhadap kekayaan alam Indonesia.
Sementara itu senjata HAM, telah digunakan secara politik, untuk melakukan upaya disintegrasi Indonesia. Lepasnya Timor Timur dengan alasan hak menentukan nasib sendiri lewat jalan demokrasi (referendum), telah menjadi bukti nyata , begitu efektifnya HAM digunakan memecah belah Indonesia. Ancaman disintegrasi yang nyata, sudah didepan mata seperti upaya seperatisme Papua, Aceh, Kalimantan, dan Maluku. Alasan yang paling kuat dan sering digunakan adalah HAM.
Secara sosial, HAM juga digunakan untuk menghancurkan kebudayaan, struktur sosial, dan keluarga negeri ini. Lihatlah begitu masifnya kampanye LGBT yang dilakukan oleh orang-orang yang menjadi komprador Barat. Didukung oleh media-media sekuler dan intelektual yang terbodohkan dengan liberalisme Barat. Tidak ketinggalan, orang-orang tertentu dengan dalil agama yang dipelintir dengan harga yang murah untuk melegalkan homoseksual dan lesbian yang jelas-jelas dikutuk dan dilaknat Allah dan RosulNya. Alasan yang paling sering mereka gunakan apalagi kalau bukan HAM. Tidak ada yang lain !
Lucunya, pelaku dan pendukung HAM ini memposisikan sebagai pihak yang dizolimi, ditindas, didiskriminasi. Padahal mereka didukung oleh perusahaan-perusahan kapitalis besar dunia seperti Apple, Starbucks, Google, Facebook, eBay, Nike.inc, Gap, Microsoft, Instagram dan Mastercard, yang mayoritas berasal dari Amerika serikat. Obama pun secara terbuka mendukung LGBT dan menekan pihak manapun yang anti LGBT. PBB menggelontorkan dana yang besar bagi kampanye LGBT. Facebook tidak ketinggalan, menjadi diktator media yang baru dengan menghapus akun-akun yang anti LGBT.
Ini pulalah yang diingatkan Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu yang menilai fenomena kemunculan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di Indonesia adalah bagian dari proxy war atau perang proksi untuk menguasai suatu bangsa tanpa perlu mengirim pasukan militer.Menurut dia, ancaman perang proksi itu berbahaya bagi Indonesia karena negara lain yang memiliki kepentingan tidak langsung berhadapan.
Oleh karena itu, menurut Menhan, fenomena pendukung LGBT yang meminta komunitasnya dilegalkan itu wajib diwaspadai.Ia menjelaskan, perang proksi itu menakutkan lantaran musuh tidak diketahui. Kalau melawan militer negara lain, musuh mudah dideteksi dan bisa dilawan. Ia menambahkan, perang modern tidak lagi melalui senjata, melainkan menggunakan pemikiran.
Terkait Proxy War ini, Hizbut Tahrir Indonesia, telah berulangkali mengingatkan bahkan berkampanye secara massif, sesungguhnya musuh nyata Indonesia adalah Kapitalisme dengan pemikiran pokoknya sekulerisme, liberalisme, dan pluralisme. Penjajahan ini dipimpin Amerika dengan menggunakan penguasa-penguasa boneka yang mengabdi dan menjilat tuan Kapitalisnya.
Hizbut Tahrir juga mengingatkan agar menghentikan segala bentuk kerjasama dengan negara-negara imperialis seperti Amerika Serikat dan sekutunya. Karena merekalah pendukung kapitalisme dan gembong kejahatan di dunia Islam termasuk Indonesia.
Tidak berhenti sampai disana, Hizbut Tahrir Indonesia, sebagai bagian bangsa ini, sebagai bukti kecintaan kepada Allah SWT, kepedulian terhadap bangsa ini mengingatkan solusi satu-satunya yang bisa menyelamatkan Indonesia adalah syariah Islam dan Khilafah. Hanya dengan menerapkan syariah yang berasal dari Allah SWT-lah kehancuran bangsa ini bisa dihentikan.
Karena itu sungguh menyedihkan kalau ada anak bangsa, yang mengangap seruan untuk menegakkan syariah Islam dan Khilafah yang berasal dari perintah Allah SWT sebagai ancaman. Bagaimana mungkin, dengan tegaknya Khilafah yang akan menerapkan aturan-aturan dari Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Adil, dikatakan sebagai ancaman. Allahu Akbar (Farid Wadjdi)