Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Netta S Pane menyatakan, penembakan yang kerap dilakukan Detasemen Khusus (Densus) 88 terhadap terduga teroris malah terkesan seperti algojo.
Ia mengatakan, tindakan Densus 88 layaknya algojo pengeksekusi mati. Ia berharap Densus 88 tidak melakukan penembakan sewenang-sewang. Selain itu, ia mengaku kecewa lantaran aksi penembakan malah mendapat apresiasi masyarakat. Padahal, menurutnya, bisa saja terjadi salah tembak.
“Jadi, memang selama ini Densus 88 cenderung jadi algojo sehingga mereka semena-mena atas nama pemberantasan terorisme. Sayangnya, banyak masyarakat yang permisif atas kejadian itu dan elite-elite pemerintah juga membiarkan. Padahal, itu berbahaya karena orang yang belum tentu bersalah bisa saja jadi korban,” katanya kepada Republika.co.id, Ahad (13/3).
Ia menyarankan sebaiknya Densus 88 kembali menerapkan tugas utama kepolisian, yaitu pelumpuhan target. Sebab, ia meyakini anggota Densus 88 mampu melakukan pelumpuhan. Namun, aksi tembak-tembakan lebih sering terjadi dengan dalih mempertahankan diri.
“Aksi-aksi jadi algojo itu tembak mati tersangka, terduga tersangka itu menyalahi tugas pokok Polri untuk melumpuhkan tersangka dalam kondsi apa pun karena dia sangat terlatih,” ujarnya.
Ia mengaku kecewa dengan aksi penembakan sewenang-wenang. Sebab, jika para terduga teroris atau tersangka teroris mampu dilumpuhkan, proses interogasi dapat berjalan. Apalagi, aspek keadilan hukum lewat pengadilan juga harus dilakukan jika target Densus 88 dilumpuhkan.
“Seharusnya bisa lumpuhkan dengan cara apa pun untuk kemudian diperiksa dan dibawa ke pengaddilan. Pengadilanlah yang memutuskan, bukan Densus 88 yang jadi algojo di TKP,” ucapnya. (republika.co.id, 14/3/2016)