Kamus CWS Gresik: LGBT, Ancaman Keluarga Muslim
HTI Press, Gresik. Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) DPD II Gresik menyelenggarakan Kamus (Kajian Muslimah) CWS (Cermin Wanita Shalihah) edisi ke 9 dengan tajuk “LGBT, Ancaman Keluarga Muslim”. Sekitar lima puluh muslimah dari berbagai kalangan (remaja, ibu rumah tangga, tokoh, dsb.), penuhi Masjid Akbid Delima Persada Gresik, Ahad (13/3/2016).
Ustadzah Kholidah Wahyuni, A.Md sebagai pemateri menyampaikan bahaya LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) bagi keluarga dan generasi ditinjau dari aspek perilaku dan kesehatan.
Selain itu, tambahnya, LBGT bukan lagi perilaku individu melainkan sudah menjadi gerakan global yang terorganisir. Gerakan LGBT di negeri ini berkembang dengan pesat karena mendapat sokongan dana dari berbagai lembaga dan korporasi asing. Lebih parahnya, komunitas LGBT ini mulai mendapat pengakuan dari lembaga resmi negara. Seperti Komnas HAM yang melegalkan komunitas LGBT dengan dalih HAM sesuai pasal 28 UUD 1945 dan Peraturan Menteri Sosial No. 8/2012 serta Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27/2014.
“LGBT berkembang di tengah-tengah masyarakat kita yang mayoritas beragama Islam. Sudah sewajarnya jika kita ingin mengetahui bagaimana pandangan Islam terhadap LGBT,” katanya.
Islam memandang homoseksual (gay) sebagai tindakan kriminal dan harus dihukum dengan sanksi tegas. Sanksi bagi pelaku homoseksual berupa hukuman mati, sedangkan bagi lesbian dihukum ta’zir (berupa cambuk, penjara, atau lainnya sesuai keputusan hakim). Begitu pula sanksi untuk pelaku biseksual dan transgender, semuanya telah diatur rinci oleh Islam. Para fuqaha (ahli fikih) bersepakat bahwa homoseksual adalah haram.
Berlanjut pada sesi intermezzo (selingan), adik-adik remaja membacakan puisi dengan judul “Kan Tiba Fajar Kemenangan”. Acara semakin semarak pada sesi tanya jawab. Ustadzah Nurul Fauziyah (pembawa acara) memberikan password bagi peserta yang ingin bertanya, yaitu dengan mengucapkan, “bagi cerdasnya donk…”. Salah satu peserta antusias bertanya mengenai solusi yang tepat mengatasai permasalahan LGBT yang melanda negeri ini.
Ustadzah Kholidah menjawab, bahwa untuk mengatasi permasalahan LGBT tidak hanya butuh peran keluarga dan masyarakat, tetapi juga negara. Sementara itu, hanya Khilafah Islam yang bisa menyelesaikan permasalahan ini secara tuntas. Dikarenakan Khilafah Islam adalah negara yang menerapkan syariah Islam secara kaafah (menyeluruh), tidak memandang persoalan kebaikan ataupun keburukan berdasarkan HAM.
Berikut beberapa langkah Khilafah dalam menyelesaikan problem LGBT. Pertama, memupuk ketakwaan individu rakyat agar memiliki benteng dari penyimpangan perilaku dengan melakukan edukasi di tengah masyarakat serta tidak membiarkan masyarakat menjadikan kebebasan sebagai standar perilaku. Kedua, menerapkan kurikulum pendidikan Islam baik dalam keluarga, masyarakat, maupun negara. Ketiga, negara menghilangkan rangsangan seksual dari publik yang menampilkan perilaku LGBT, serta keempat, menetapkan hukuman yang bersifat kuratif (memberikan efek jera). []