HTI Press, Jakarta. Kematian Siyono oleh Densus 88 mengundang reaksi dari para tokoh Islam. Begitu juga, draft revisi UU Antiterorisme yang sudah diserahkan oleh pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat ditengarai membidik Islam dan pengembannya.Hal itu terungkap dalam acara temu tokoh yang diselenggarakan oleh Lajnah Fa’aliyah Hizbut Tahrir Indonesia pada Jumat (18/3).
“Konstruksi rancangan revisi UU Antiterorisme ini merupakan respon terhadap Isis. Hal ini terlihat pada konsideran kedua yang dipakai. Padahal, itu ‘kan di luar yuridiksi Indonesia,” ujar M Ismail Yusanto.
Juru bicara HTI ini menambahkan, “Termasuk kewenangan untuk menangkap seseorang yang diduga kuat terlibat terorisme sangat panjang. Bisa ditahan hingga 13 bulan sebelum diadili.”
Ahmad Michdan dari Tim Pengacara Muslim juga berkomentar, “Siyono yang ditahan 1 minggu saja meninggal. Bila ditahan 13 bulan nanti orang yang baru diduga, bisa-bisa sudah tinggal tulang-belulang”.
Habib Abu Bakar al-Habsyi (Aliansi Nasional Anti Syiah) menegaskan bahwa tindakan memerangi Islam atas nama terorisme merupakan kemungkaran yang harus dicegah.
“Bila kita tidak melakukan amar ma’ruf nahi munkar, maka orang yang akan memimpin kita adalah orang yang paling buruk serta doa tidak dikabul. Terlalu banyak ancaman dalam ayat al-Quran dan hadis Nabi SAW tentang hal ini,” ungkapnya dengan semangat.
Hal ini diamini oleh Rokhmat S. Labib, “Bila ditelaah isinya, draft Revisi UU Antiterorisme itu merupakan kemungkaran, bahkan bisa memproduksi kemungkaran dan melegalkan kemungkaran. Semua narasi adalah narasi tunggal. Hal ini harus dicegah dengan sekuat kemampuan.”
Para tokoh sepakat bahwa kebrutalan Densus 88 harus dihentikan. Mereka juga bersepakat bahwa persoalan revisi UU Antiterorisme ini merupakan persoalan bersama umat Islam. Yang dibidik adalah Islam dan umatnya. Untuk itu disepakati agar menyatukan langkah berbagai komponen umat.
Nampak hadir dalam acara itu Ahmad Michdan (TPM), Ahmad Mufti (Sarikat Islam Indonesia), Habib Abu Bakar al-Habsyi (Aliansi Nasional Anti Syi’ah), Mukhlis (Muhammadiyah), Mashadi (mantan anggota DPR), Ahmad Fatih (JAS), dan tokoh lainnya. [lf]