Paham Islam yang moderat kembali disuarakan oleh pemerintah. Hal tersebut terungkap saat Presiden Joko Widodo menerima kunjungan Grand Syeikh Universitas Al-Azhar, Syeikh Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb dan sejumlah ulama dari Majelis Hukama Al Muslimin hari Senin lalu(22/2/2016).
Dalam konferensi pers, Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah, Alwi Shihab, mengatakan bahwa Jokowi meminta para ulama membantu pemerintah dalam menyebarkan ajaran Islam yang moderat di Indonesia. Dia menyebut, Presiden juga berharap kehadiran para ulama dapat memperkuat benteng pertahanan umat Muslim Indonesia sehingga tak tergoda masuk dalam gerakan radikal dan terorisme.(Republika.co.id)
Paham Islam yang Moderat pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan paham Islam-Liberal, Islam-Nusantara, dan paham lain yang mencoba menggandengkan istilah Islam dengan istilah yang asing dengan Islam. Bahkan istilah tersebut bertolak belakang secara diametral dengan Islam. Hakikat dari semua paham ini sesungguhnya mencoba adalah memalingkan umat Islam dari pemahaman Islam yang sesungguhnya.
Selain untuk memalingkan pada pemahaman Islam yang sesungguhnya, umat juga dihantui dan didikotomikan dengan paham Islam radikal (menurut versi Barat) dan paham Islam-terorisme. Semua upaya ini memiliki tujuan satu, menjauhkan umat Islam dari hakikat Islam yang akan sesungguhnya, yang akan membawa rahmat lil alamin dengan penerapan Syari’ah dan Khilafah.
Ide Islam yang Moderat sesungguhnya bukan pemahaman orisinil dari Islam dan tidak memiliki historis keilmuan di kalangan fuqaha (ahli fikih). Mereka yang menggagas ide ini hanyalah orang-orang plagiat yang terpengaruh dengan pemikiran Liberal Barat.
Tahun 1998, Hizbut Tahrir dalam kutayyib (buku kecil) dengan judul “Mafahim Khathirah li Dharbil Islam wa tarkiizil Hadharatil Gharbiyyah” (Pemahaman-pemahaman berbahaya untuk memukul Islam, dan menancapkan peradaban Barat), menjelaskan akar persoalan dan kebatilah ide Islam moderat ini.
Istilah moderat (jalan tengah) adalah istilah asing yang bersumber dari trauma Barat atas agama –Kristen–. Ide ini sebagai jalan tengah konfrontasi berdarah antara kubu gereja dan pemikir (filosof).
Pihak Kristen (gereja) memandang bahwa agama –kristen– layak untuk mengatur seluruh urusan kehidupan, sementara pihak filosof memandang bahwa agama Kristen tidak layak turut campur mengatur urusan kehidupan. Bahkan dengan ekstrim para pemikir/filosof ini meyakini bahwa turut campurnya gereja dalam urusan kehidupan justru sebagai penyebab kehinaan dan ketinggalan Barat. Hanya akal manusialah yang mampu menciptakan peraturan yang layak untuk mengatur segala urusan kehidupan.
Hasil dari pertarungan sengit ini adalah kompromi, moderat, yakni jalan tengah. Artinya mengakui eksistensi agama Kristen untuk mengatur interaksi manusia dengan Tuhan, tetapi agama Kristen (Tuhan) tidak diberi hak untuk turut campur dalam kehidupan. Pengaturan urusan kehidupan sepenuhnya diserahkan kepada akal manusia.
Atas dasar pemahaman ini Barat kemudian menjadikan ide pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) sebagai akidah bagi ideologi mereka. Dan atas ideologi (sekuler) ini pula Barat kemudian bangkit dan menyebarluaskan paham ideologinya –termasuk paham moderat dalam beragama– melalui jalan penjajahan (imperialisme).
Barat kemudian melakukan legitimasi atas sikap moderat ini. Mereka membuat kesimpulan filosofis bahwa segala sesuatu itu memiliki dua ujung dan titik tengah. Titik tengah adalah daerah aman, dan kedua ujung selalu dipahami dengan sesuatu yang berbahaya dan menimbulkan kerusakan. Dari pola berpikir seperti ini, mereka juga menganggap pemahaman radikal dalam beragama adalah sesuatu yang berbahaya.
Celakanya, filosofi ini kemudian dianalogkan juga ke agama Islam. Padahal antara agama Islam dan agama Kristen memiliki karakteristik yang sangat berbeda. Umat Islam akan maju, memiliki identitasnya, dan bangkit saat memegang teguh dengan pemahaman radikal (kuat dan berakar) atas agamanya. Berbeda dengan Barat yang maju dengan melepaskan agama –Kristen– nya (prinsip sekuler).
Oleh muslim pengikut Barat, titik tengah atau jalan tengah (moderat) ini dipahami memiliki keistimewaan-keistimewaan. Maka tidak aneh jika kemudian sikap moderat dijadikan solusi dalam ajaran agama Islam. Mereka juga menyimpulkan beberapa premis bahwa Islam adalah pertengahan antara keyakinan dan peribadatan, Islam itu adalah antara hukum dan akhlak, dan yang lainnya.
Berikutnya dicari ayat Al Qur’an untuk melegitimasi pendapat ini. Semisal mamaknai dengan gegabah ayat Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 143.
(وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ٌ)
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), sebagai umat yang adil dan pilihan, agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian.”
Atas ayat di atas, mereka menyatakan bahwa kedudukan pertengahan umat Islam diambil dari metode (manhaj) dan peraturan hidup (nizham) umat yang bersikap tengah-tengah. Di dalamnya tidak ada sikap berlebih-lebihan ala Yahudi atau sikap meremehkan ala Nasrani. Mereka mengatakan bahwa kata “wasath” artinya adalah adil. Adil menurut sangkaan mereka, adalah pertengahan antara dua ujung yang saling bertentangan. Dengan demikian mereka mengartikan adil dalam konteks “perdamaian” (shulhu) demi mendukung prinsip jalan tengah (moderat).
Padahal makna yan sahih untuk ayat itu adalah bahwa umat Islam itu merupakan umat yang adil. Sementara itu keadilan (al ‘adalah) adalah termasuk salah satu syarat seorang saksi dalam Islam. Dengan kata lain, ayat di atas mengandung makna bahwa umat Islam kelak akan menjadi saksi yang adil bagi umat lain (di hari kiamat) karena umat Islam telah menyampaikan risalah Islam kepada mereka.
Jadi dalam Islam sesungguhnya tidak ada yang namanya kompromi (moderat) atau jalan tengah. Sebab Allah SWT –yang menciptakan manusia dan mengetahui hakikat yang tidak mungkin diketahui oleh manusia– adalah Zat yang satu-satunya mampu mengatur kehidupan manusia secara cermat dan teliti yang tidak mungkin dicapai oleh manusia.
Hukum-hukum Allah datang dengan batas-batas yang tegas, dan tidak ada kesan sedikitpun bahwa di dalamnya ada kompromi atau jalan tengah. Sebab memang tidak ada kompromi atau jalan tengah dalam nash-nash atau hukum Islam. Bahkan sebaliknya, berbagai nash dan hukum Islam sangatlah teliti, rinci, terang, dan jelas batasan-batasannya. Al Qur’an menyebutnya dengan istilah (hudud/batasan) Allah. Firman Allah.
(وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ)
“itulah hukum-hukum Allah; diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui” (Al Baqarah 230).
Karenanya, ide Islam yang moderat, kompromi atau jalan tengah adalah ide yang sangat asing dalam pandangan dan sejarah intelektual Islam.
Ide seperti ini disusupkan ke dalam ajaran Islam oleh orang-orang Barat dan agennya dari kalangan kaum muslimin. Mereka memasukkan ide ini atas nama keadilan dan toleransi. Tujuanya adalah untuk menyimpangkan dan menjauhkan kaum muslimin dari ketentuan dan hukum Islam yang jelas batasannya.
Sekaligus juga ide Islam Moderat ini akan berupaya menjauhkan Umat dari upaya penerapan Islam yang akan memberi rahmat seluruh alam, yakni dengan pelaksanaan syari’ah Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah ‘ala Minhaj Nubuwwah.[]