Dampak MEA bagi Perempuan dan Generasi
HTI Press, Sukoharjo. MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) merupakan kesepakatan antara negara-negara ASEAN yang mulai diberlakukan pada akhir tahun 2015. Lalu apakah MEA akan memberikan dampak positif bagi setiap negara pengikutnya? Inilah yang menjadi latar belakang Team Fa’aliyah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) DPD II Kabupaten Sukoharjo mengadakan Diskusi Terbatas Tokoh Muslimah se-Sukoharjo dengan tema “Dampak MEA bagi Perempuan dan Generasi”. Acara diselenggarakan untuk memahamkan umat bahwa MEA berdampak buruk bagi perempuan dan generasi, yang pada akhirnya tidak pernah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Acara berlangsung di RM. Embun Pagi Sukoharjo, Ahad (20/03/2016). Hadir para tokoh muslimah se-Sukoharjo di antaranya dari praktisi pendidikan, penggerak PKK, dan Ormas. Agar senantiasa diberi keberkahan, acara diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh Ananda Adila Rahayu.
Diskusi dipandu Titik Yuliati, A.Md. Titik mengawali dengan mempersilahkan pemantik diskusi Nawang Ratri Anggraini memaparkan terkait MEA dan apa yang mendorong munculnya MEA. Ditayangkan pula video untuk kian memperjelas fakta dan dampak dari MEA bagi negara-negara berkembang utamanya Indonesia terkhusus bagi perempuan dan generasi.
Pada sesi diskusi, terlihat antusiasme peserta dalam memberikan berbagai tanggapan di antaranya seorang peserta, Ibu Wulan. Indonesia berat, kata dia, menghadapi MEA, apalagi jika melihat kurangnya segi kualitas dan kuantitas produktifitas dan daya saing Indonesia terhadap negara lain. Peserta lain, Ibu Muji mengungkapkan bahwa para perempuan keluar rumah sejatinya sudah terjadi sebelum MEA diberlakukan dan sekarang diperparah dengan adanya MEA. Selain itu, tokoh dari penggerak PKK Ibu Tutik mengatakan bahwa merasakan sendiri bagaimana dampak MEA bagi perempuan.
Sesi demi sesi diskusi berjalan aktif. Ibu Nawang mengatakan bahwa pasar bebas telah berpuluh-puluh tahun mencengkeram negeri ini dan ditambah pada akhir tahun 2015 dengan diberlakukannya MEA. Pasar bebas telah berimbas kepada perempuan, adanya eksploitasi terhadap perempuan, mereka didorong untuk keluar rumah, meninggalkan peranan pentingnya sebagai ibu pengatur rumah tangga. Di sisi lain, bersamaan dengan bebasnya aliran barang, jasa, dan investasi juga masuk pula budaya-budaya asing yang makin merusak, seperti konsumtif, permisif, dan hedonis serta matrealis dan sekuler. Ini pula yang meracuni generasi yang tumbuh tanpa pengasuhan.
Melihat betapa bahayanya MEA, salah satu peserta distas Ibu Ismiyati meberikan sikapnya. “Kita benar-benar harus berani menolak MEA, dan tidak hanya menolak sebatas individu saja tapi kita harus bersama-sama menolak MEA dan menyampaikannya kepada para penguasa,” ungkapnya yang juga disepakati oleh para peserta.
Ibu Nawang, di akhir sesi menyampaikan bahwa ekonomi Islam adalah satu-satunya solusi untuk menggantikan sistem ekonomi kapitalis yang telah melegalkan pasar bebas termasuk MEA. Beliau mengajak pula para tokoh untuk turut berjuang bersama mengubah sistem Kapitalis yang telah membawa kesengsaraan menjadi sistem yang di ridhoi Allah Swt,. yaitu sistem Islam dalam bingkai khilafah Islamiyah.[]