Ekonomi Digital: Perang Opini Di Balik Lumbung Kapital
Oleh: dr. Estyningtias P (Lajnah Siyasi DPP MHTI)
Pendahuluan
Pasca kunjungan ke Silicon Valley, 17 Februari 2016 yang lalu, keinginan Jokowi untuk mewujudkan konsep ekonomi digital se-ASEAN kian bulat. Untuk mengelola negara sebesar Indonesia dengan 252 juta penduduk, yang tersebar di 17 ribu pulau, digitalisasi adalah sebuah keniscayaan. Dan bila konsep itu terwujud, nilai potensi ekonomi digital Indonesia pada 2020 mencapai 130 miliar dollar AS atau setara sekitar Rp 1, 690 triliun dengan kurs Rp 13.000 per dollar AS. Perkiraan ini didasarkan pada perhitungan transaksi e-commerce Indonesia tahun 2014. Tercatat, transaksi e-commerce Indonesia mencacapai USD 12 miliar, mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2013 yang berada di posisi USD 8 miliar. Dan diprediksi akan mencapai USD 24,6 miliar pada tahun 2016.
Apalagi jika dilihat dari potensi yang dimiliki Indonesia. Jumlah penduduk yang luar biasa banyak ditambah dengan bonus demografinya. Artinya, tren demografi saat ini memperlihatkan sebagian besar orang Indonesia sedang dan menuju usia produktif, dengan rentang usia 15-35 tahun. Dalam rentang usia tersebut rata-rata mereka sudah melek internet. Sedangkan generasi di bawah rentang usia itu, bahkan sudah bisa disebut sebagai native digital, alias sejak lahir sudah ada di era digital.
Dalam sebuah laporan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Pusat Penelitian Studi Komunikasi di Universitas Indonesia, menyatakan bahwa pada akhir tahun 2014, Indonesia sudah memiliki 88.700.000 pengguna internet mobile dan jumlah ini akan secara konsisten meningkat menjadi 112 juta pengguna internet mobile, pada tahun 2017. Dengan demikian, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi digital baru. Hal ini diperkuat oleh populasi penduduk Indonesia yang masih muda dan terus berkembang, yang berpotensi mencapai 280 juta orang pada tahun 2030, memberikan kontribusi rata-rata tahunan pertumbuhan ekonomi 2,4% sampai saat itu. Potensi Indonesia yang sangat besar inilah yang akhirnya diburu oleh para pengusaha media sosial.
Cara Kapitalis Menyedot Uang
Bertambahnya jumlah penduduk Indonesia secara tidak langsung juga meningkatkan keterikatannya dengan media sosial. Tren media sosial yang sangat populer di kalangan kelas menengah ini, dianggap sebagai fenomena positif oleh para pemimpin bisnis. Selain dari pertumbuhan yang cepat dan kecanggihan yang tak terbantahkan, tren ini menyajikan peluang besar dalam melayani konsumen yang terhubung secara digital. Artinya, dalam kacamata bisnis, ini adalah suatu peluang yang cukup menggiurkan.
Oleh karena itu terdapat beberapa pelaku usaha yang menginginkan agar pada beberapa bidang usaha di sektor ekonomi digital tersebut diberikan akses lebih besar untuk masuknya investor asing. Hal ini diakui oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani yang mengatakan bahwa pihaknya sedang mengkoordinasikan pembahasan panduan investasi, menerima usulan panduan investasi di sektor tersebut, baik dari mereka yang menginginkan agar sektor tersebut dibuka untuk asing, maupun dari pihak-pihak yang menilai kemampuan pelaku usaha dalam negeri perlu dilindungi dengan pembatasan kepemilikan asing. Menurutnya, beberapa bidang usaha di sektor komunikasi dan informatika di Perpres 39 Tahun 2014 memang didominasi oleh bidang usaha yang diperuntukkan untuk PMDN. Kemudian dibatasi kepemilikan saham asingnya sebesar 69 persen.
Dorongan itu tidak sekedar dorongan. Sebab desakan itu terus dilakukan. Ini terlihat dalam pertemuan ASEAN-US Summit tanggal 15-17 Februari 2016 di Interactive Gallery, Sunnylands Center & Gardens, California. Pada pertemuan itu Obama mengundang tiga CEO ekonomi digital di AS, yakni CEO Micosoft Satya Nadella, CEO IBM Ginni Rometty, dan CEO CISCO Chuck Robbins. Ketiga CEO itu menekankan arti penting kemitraan pemerintah dengan swasta dalam bentuk PPP (Public Private Partnership) dan memandang penting regulatory environment .
Pemerintah menyadari bahwa ekonomi digital memiliki karakteristik tersendiri yang dalam banyak kasus sangat berbeda dengan karakteristik ekonomi sebelumnya. Itu sebabnya, mau tidak mau, pemerintah harus menyesuaikan diri dalam menyusun kebijakan agar sejalan dengan kebutuhan baru tersebut. Termasuk didalamnya mempersiapkan skema PPP.
Dan saat ini pemerintah dan para pemangku kepentingan perlu bekerja lebih erat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital ini. Untuk itu pemerintah mulai meningkatkan penyelenggaraan infrastruktur broadband, termasuk broadband tetap dan bergerak, dan penerapan teknologi empat generasi (4G). Target RPI (RencanaPitalebar Indonesia) adalah untuk mentransformasi sebanyak 135 kota dan kabupaten pada tahun 2019. Hal ini akan semakin mendorong pertumbuhan Indonesia sebagai negara digital.
Jadi boleh dibilang ekonomi digital ini adalah salah satu mesin pencetak uang yang tengah dikembangkan Barat di negara-negara ASEAN. Jika dihubungkan dengan berbagai kesepakatan perdagangan bebas di kawasan ini, maka jelaslah terlihat bahwa ekonomi digital ini adalah cara baru untuk menembus pasar secara online dengan melewati batas-batas negara. Jadi perdagangan bebas yang sulit direalisasikan di darat akan terjadi secara online melalui media sosial. Maka semakin jelas pulalah bahwa pihak yang paling diuntungkan untuk ekonomi digital ini bukanlah konsumen seperti negara Indonesia ini.
Transformasi Nilai
Terkait ekonomi digital ini, dalam pertemuan bilateral antara Indonesia-AS yang terjadi tanggal 27 Nopember 2015 yang lalu, Jokowi mengatakan bahwa ekonomi digital merupakan hal ketiga yang dibicarakan dengan Obama dalam pertemuan yang berlangsung selama 1 jam lebih 10 menit. Pada kesempatan itu ia mengungkapkan, “Indonesia menyambut baik ‘strategy partnership’, ini simbol peningkatan kerja sama Indonesia-Amerika Serikat. Sementara Obama menyatakan bahwa Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia dan merupakan negara demokrasi terbesar di dunia. Islam Indonesia, merupakan Islam moderat, modern, dan toleran “Kami yakin Islam di Indonesia mampu berperan penting dalam menjaga demokrasi dan pluralisme dan menentang radikalisme dan terorisme,” katanya. Artinya Indonesia memang diposisikan sebagai penopang kepentingan AS dalam menyebarkan nilai-nilai demokrasi, pluralism dan penentang utama radikalisme dan terorisme.
Untuk kepentingan itu pulalah, Jokowi, disuasanakan secara langsung dengan denyut ekonomi digital ini dalam kunjungannya ke Silicon Valley, San Fransisco, yang merupakan kompleks perusahaan-perusahaan digital terbesar di dunia. Saat bertemu dengan CEO Plug and Play, sebuah pusat inkubator tenama, Saeed Amidy, Jokowi dan rombongan digambarkan tentang bagaimana membangun teknopreneur agar ekonomi digital tumbuh cepat dan besat di Indonesia. Sementara di kantor Google, Jokowi disuguhi berbagai proyek masa depan yang sedang dikerjakan oleh Google seperti Balon Google (Google Loon) yang menyediakan koneksi internet untuk daerah-daerah terpencil.
Pada kunjungan yang bertema Indonesia: The Digital Energy of Asia, secara tidak langsung Indonesia diminta untuk ikut menyebarkan nilai-nilai Barat melalui media digital ini. Ini Nampak dari ungkapan Jokowi di kantor Twitter. Kepada CEO-nya, Jack Dorsey, Jokowi menyampaikan, Saya sambut baik peran Twitter sebagai salah satu platform media penting dunia yang menyebarkan berbagai nilai positif bagi masyarakat seperti nilai demokrasi dan good governance. Sementara di kantor Facebook, Jokowi mengajak CEO Facebook, Mark Zuckerberg, untuk mendukung program Empowering Leaders of Peace through Digital Platform yang digagas Jokowi.
Jelas terlihat bahwa ada kepentingan untuk menyebarkan nilai-nilai Barat ke Indonesia. Apalagi berdasarkan penelitian Merlyna Lim tahun 2005 silam menunjukkan bahwa gerakan radikal Islam di Indonesia telah menggunakan internet untuk mengembangkan hubungan dengan gerakan Islam radikal yang sama di bagian dunia yang lain. Rincian studi ini menunjukkan bagaimana kelompok-kelompok ini menggunakan Internet untuk menyebarkan pesan-pesan dari radikalisme Islam, anti Amerikanisme, dan sentimen lainnya dari lokal ke skala global. (Through the technological power and growing use of the Internet as well as through the flow of money and people, Islamic radicalism in Indonesia has begun to develop links with similar radical Islamic movements in other parts of the world. This study details how these groups are using the Internet to disseminate the messages of Islamic radicalism, antiAmericanism, and other sentiments from local to global scales).
Dalam penelitian yang lain, Merlyna Lym menyebutkan, meski terakses secara eksklusif, internet dapat membantu dengan menjadi ruang bebas pertukaran informasi dan wacana politik. Di ruang digital ini, partisipasi bisa dalam bentuk individu atau komunal. Model jejaring di medsos juga memungkinkan pola pengarahan isu untuk menggiring opini publik. Hal ini antara lain terlihat dari perbedaan dominasi isu antara percakapan yang digerakkan oleh publik dan isu yang digerakkan akun media massa. Berbagai isu hangat di medsos kerap digerakkan akun nonindividual (anonim) serta selebritas medsos. Tak jarang perang opini di medsos, jika ditelusuri, berpusar pada dominasi sejumlah akun tertentu. Tujuannya jelas, memengaruhi dan mengarahkan opini publik. Dominasi isu yang digerakkan oleh media massa lebih banyak bersifat politis dan elitis. Sementara rangkaian isu yang digerakkan publik (organik) lebih terkonsentrasi pada hal-hal yang lekat dengan kepentingan mereka serta gerakan moral atau sosial. Secara umum, jumlah perputaran isu organik lebih tinggi dibandingkan dengan isu yang digerakkan akun media. Meski demikian, media massamasih menjadi motor penggerak isu yang paling efektif. Berbagai isu yang didorong media disambut netizen sehingga menjadi perbincangan organik.
Dengan demikian, tentu menjadi penting untuk memahami cara Barat melakukan transformasi nilai ini. Sekalipun bisa dimanfaatkan tapi pemegang kendali tetaplah Barat yang akan mendominasi dan memilih opini yang akan dikembangkan sehingga perang opini tetap tidak akan seimbang. Jadi sudah selayaknya kaum muslimin meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai perang opini yang sangat dinamis di media sosial ini.
Penutup
Ekonomi digital hanyalah sekedar sarana untuk mengusung pesan dan peradaban Barat. Program ini akan dikembangkan hanya karena besarnya keuntungan materi para pemilik modal disamping keunggulannya dalam mengarahkan opini umum di negara-negara berkembang. Ditambah lagi, program ini akan mengalihkan potensi generasi muda untuk berjuang menunju kebangkitan Islam. Hidup mereka akan disibukkan dengan gadget dengan segala fitur dan aplikasinya. Karena itu, penting rasanya mengingat kembali apa yang ada dalam QS Al Baqarah: 120 yang artinya Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka . Wallahu alam wa bishshowab.[]
1.http://ksp.go.id/indonesia-serius-kembangkan-ekonomi-digital/
2.http://www.antaranews.com/berita/549310/hambatan-ekonomi-digital-terhadap-dunia-ekonomi
3.http://ekonomi.metrotvnews.com/makro/akW0GzWK/sektor-ekonomi-digital-diharapkan-terbuka-bagi-investor-asing
4.http://ksp.go.id/indonesia-serius-kembangkan-ekonomi-digital/
5.Rencana Pita Lebar Indonesia 2014-2019, Bappenas, 2014
6.http://www.antaranews.com/berita/525783/jokowi-ajak-obama-kerja-sama-ekonomi-digital
7.http://kskp.go.id/indonesia-serius-kembangkan-ekonomi-digital/
8.Lym, Merlyna: Islamic Radicalism and Anti Americanism in Indonesia: The Role of the Internet: 2005: Eastwestcenterwashington
9.http://nasional.kompas.com/read/2015/26/15010071/Media.Sosial.Penggerak.Aktif.Isu.Publik?page=all