Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak membantah tiga pernyataan Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Agus Rianto soal kematian Siyono.
Pasalnya, di Harian Republika, Senin (4/4) Agus menyatakan tiga hal. Pertama, Polri telah melaksanakan autopsi dan hasilnya menunjukkan Siyono meninggal karena luka akibat benturan di kepala. Kedua, Brigjen Agus menyebutkan bahwa luka itu timbul karena Siyono melakukan perlawanan terhadap anggota Densus 88 saat di dalam mobil. Ketiga, selama ini Polri sudah melaksanakan penanganan Siyono sesuai prosesur hukum, tidak ada yang ditutup-tutupi. Polri sudah menjelaskan semua. jadi, masyarakat jangan sampai membuat-buat opini.
“Saya ingin menjawab pernyataan tersebut di atas,” ujar Dahnil dalam fanpage facebook-nya, Selasa (5/4).
Pertama, menurut 9 dokter Tim Forensik Muhammadiyah dan 1 dokter forensik yang diutus Polda. Kondisi jenazah menunjukkan bahwa jenazah Siyono belum pernah dilakukan otopsi sama sekali.
“Jadi, fakta ilmiah outopsi menunjukkan tidak ada tanda-tanda jenazah pernah dilakukan otopsi,” ujar Dahnil mengutip penjelasan dokter Gatot, Ketua Tim Forensik yang juga didampingi dokter forensik dari Polda pada saat konferensi pers di depan rumah Bu Suratmi setelah proses otopsi selesai.
Dahnil mengaku tidak paham otopsi macam apa yang dilakukan polisi versi Brigjen Agus, yang menyatakan bahwa kematian Siyono disebabkan karena benturan di kepala. Padahal, 9 Tim Forensik Muhammadiyah ditambah satu dokter dari Polri, menemukan patah tulang di beberapa bagian tubuh seperti dada dan bagian lain yang diakibatkan benda tumpul.
Kedua, berkaitan bahwa luka diperoleh karena Siyono melakukan perlawanan, dokter forensik Muhammadiyah telah menemukan faktanya, dan akan menyampaikan secara lengkap setelah Uji Laboratorium.
Ketiga, justru dari keterangan di atas kelihatan Brigjen Agus atas nama kepolisian yang beropini tidak didasari pemahaman hukum yang baik. Menurut Dahnil proses pencarian fakta yang dilakukan Muhammadiyah melalui outopsi atas permintaan Komnas HAM bukan opini tetapi berusaha menemukan fakta melalui usaha ilmiah.
“Justru Polri yang berusaha membangun opini tanpa dasar pijakan ilmiah seperti bisa menyebut kematian Siyono akibat benturan di kepala Padahal fakta ilmiah menunjukkan tidak pernah ada otopsi sebelumnya seperti yang disampaikan dokter Gatot yang tidak dibantah oleh dokter forensik dari Polri sendiri,” bebernya.
Dahnil pun mengajak publik membantu polisi menjadi lebih profesional dan menghargai hukum dan melindungi hak hidup warga negaranya siapa pun mereka. “Ini saatnya kita bantu polisi berubah menjadi lebih baik melalui membantu Bu Suratmi istri Almarhum Siyono mencari keadilan,” pungkasnya. (mediaumat.com, 6/4/2016)