قَالَ مُسْلِمُ بْنُ عَابِدٍ رَحِمَهُ اللهُ: “مَا يَجِدُ الْمُطِيْعُوْنَ لِلّهِ لذةً فيِ الدُّنْياَ أَحْلَى مِنَ الْخَلْوَةِ بِمُنَاجَاةِ سَيِّدِهِم، ولَا أَحَبَّ لَهُمْ في الآخرةِ مِنْ عَظِيْمِ الثَّوَابِ أَكْبَرَ فيِ صُدُوْرِهم . وأَلَذَّ فيِ قُلُوبهِم مِن النَّظَرَ إِلَيْهِ”.
Berkata Muslim bin ‘Abidin –semoga Allah merahmatinya– : “Bagi mukmin yang ta’at kepada Allah, di dunia ini, tidak ada yang lebih lezat selain berkahakwat dengan bermunajat kepada Allah SWT. Tidak ada yang lebih mereka cintai di akhirat kecuali besarnya balasan pahala yang terpatri dalam dada mereka. Dan kelezatan di hati mereka adalah saat mereka “memandang” pada Rabb-nya.”
Kelezatan hakiki bagi insan adalah kelezatan bathiniyah. Sementara kelezatan lahiriyah atau material bersifat fana dan pasti akan hilang. Kelezatan materi tidak lebih hanya akan meniscayakan dua hal, akan meninggalkan kita atau kita yang akan meninggalkannya.
Manusia yang selalu mencari kelezatan dunia, pertanda mata hatinya telah kabur. Bashirahnya tertutupi hiruk pikuk dunia, dan lupa akan hakikat dan akhirat.
Dunia tidak lebih dari perhiasan, dan akhirat adalah sebaik-baik tempat kembali dan masa depan sejati.
(زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ)
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”(Ali Imran 14)
Kelezatan dan kebahagian itu ada di hati, dan Allah SWT menggariskan bahwa kelezatan, ketenangan dan kebahagiaan hati itu hanya dengan mengingat dan bermunajat kepada-Nya.
الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا وَ تَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللهِ, أَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ
“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Ar Ra’du 28)
Ketenangan jiwa dan ketentraman hati dengan mengingat Allah, adalah ketentuan pasti dari Allah sebagaimana pastinya manis pada gula, asin pada garam. Tidak ada ruang perdebatan, kepastiannya bukan untuk didiskusikan, namun akan terbukti dengan dilakukan dan dirasakan. Kunci utamanya adalah keimanan dan keyakinan.
Bagi mukmin, kelezatan itu terus akan terpatri, di dunia dan sampai menumui Allah di Yaumil Akhir nanti.
(يَا أَيُّهَا الْإِنْسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَىٰ رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ)
“Hai manusia, Sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, Maka pasti kamu akan menemui-Nya.” (Al Insyiqaq: 6)
Dan puncak kelezatan itu adalah saat menatap Rabb-nya di Surga.
(وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ. إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ)
“Wajah-wajah (orang-orang mu’min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabbnyalah mereka memandang”. (QS Al-Qiyaamah:22-23)
Imam Ibnu Katsir berkata: “Kenikmatan yang paling agung dan tinggi yang melebihi semua kenikmatan yang ada di surga adalah memandang wajah Allah yang maha mulia, karena inilah “tambahan” yang paling agung yang melebihi semua kenikmatan yang Allah berikan kepada para penghuni surga. Mereka berhak mendapatkan kenikmatan tersebut bukan (semata-mata) karena amal perbuatan mereka, tetapi karena karunia dan rahmat Allah”. []