Dunia dikejutkan dengan kabar bocornya dokumen finansial dari sebuah firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca. Data tersebut terangkum dalam hasil investigasi sebuah organisasi wartawan global, International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ), sebuah koran dari Jerman, Süddeutsche Zeitung, dan lebih dari 100 organisasi pers dari seluruh dunia.
Panama Papers merupakan daftar nama klien Mossack Fonseca, yang bocor. Mereka disebut masuk dalam daftar klien karena pernah menyewa firma untuk mendirikan perusahaan di lokasi bebas pajak di luar negeri (offshore). Data Panama Papers sebesar 2,6 terabite, yang berisi informasi sejak 1977 sampai awal 2015, tersebut berhasil diungkap ke publik. Dari data tersebut dapat diintip bagaimana dunia offshore bekerja.
Mossack Fonseca menjajakan kerahasiaan finansial kepada politikus, penipu, mafia narkoba, miliuner, selebritas, dan bintang olahraga kelas dunia, untuk mendirikan perusahaan di negara surga bebas pajak seperti Panama atau British Virgin Island.
The Guardian dan BBC yang menggolongkan peredaran 11,5 juta dokumen ini sebagai kebocoran terbesar sepanjang sejarah, mengungkap peran seorang bankir asal Inggris bernama Nigel Cowie. Pria yang tinggal selama 20 tahun di Korea Utara ini mendirikan perusahaan offshore, yang dituding untuk menyokong pendanaan rezim Pyongyang dalam perdagangan senjata dan pengembangan program nuklir.
Jejak Para Pemimpin Dunia Dalam Pusara Panama Papers
Di Inggris, Nama mendiang ayah PM Inggris David Cameron, Ian Cameron, disebut dalam bocoran dokumen Panama atau Panama Papers. Dalam pernyataan resminya, Cameron menegaskan bahwa dirinya tak memiliki memiliki sangkut paut dalam kasus yang menjerat nama ayahnya tersebut.
Fakta mengejutkan terungkap bagaimana Ian Cameron menghindari pajak selama 30 tahun dengan menyimpan dana investasinya di Bahama. David Cameron mengatakan ia tidak terkait dengan fakta itu, harta kekayaannya hanyalah gaji, sejumlah simpanan dan rumah.
“Saya tak memiliki saham, tak memiliki dana offshore, tak ada yang seperti itu,” ujar Cameron seperti dilansir AFP, Rabu (6/4/2016).
Di Pakistan, nama anak-anak Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif tercantum dalam dokumen Panama Papers. PM Sharif langsung membentuk komisi khusus untuk menyelidiki bocoran dokumen dari firma hukum Mossack Fonseca yang berbasis di Panama tersebut.
Panama Papers yang dirilis The International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ), Senin (4/4), menunjukkan anak perempuan PM Sharif, Mariam dan kedua anak laki-lakinya, Hussain dan Hassan memiliki sedikitnya 3 perusahaan offshore di British Virgin Islands, wilayah tax haven atau bebas pajak.
Presiden Ukraina Petro Poroshenko disebut mendirikan perusahaan offshore di British Virgin Island saat tentara Ukraina bertempur dengan para pemberontak pro-Rusia. Sejumlah dokumen yang bocor dari Mossack Fonseca menyebut Poroshenko mendaftarkan perusahaannya, Prime Asset Partners Ltd., pada 21 Agustus 2014.
Pemerintah Rusia bereaksi keras terhadap Panama Papers, dengan menyebutnya sebagai “Putinophobia”. Sebab, dokumen itu mengungkap jejak dana sekitar US$ 2 miliar milik orang-orang dekat Presiden Rusia Vladimir Putin, yang bermuara di perusahaan cangkang di negara tax haven.
Presiden Tiongkok Xi Jinping pernah bersumpah akan melawan para koruptor. Namun, dalam dokumen bocor tersebut diduga ada hubungan kakak ipar Xi Jinping, Deng Jiagui, dengan beberapa perusahaan offshore.
Di Timur Tengah, nama Raja Salman bin Abdulaziz bin Abdulrahman al-Saud, Raja Arab Saudi, Khalifa bin Zayed bin Sultan al-Nahyan, Presiden Uni Emirat Arab dan Emir Abu Dhabi, juga masuk dalam Daftar Panama Papers.
Di Malaysia, Nama putra dari Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, Mohd Nazifuddin bin Mohd Najib, tercantum dalam dokumen Panama Papers.
“Banyak informasi di sana. Kami tidak tahu isi keseluruhan dari konten dokumen itu. Bahkan Lionel Messi ada dalam daftar itu. Bukan secara otomatis mengimplikasikan seseorang dalam satu kejahatan,” ujar Khairry di Gedung Parlimen Malaysia, Kuala Lumpur, Selasa (cnnindonesia, 5/4/16)
Khusus di Islandia, skandal Panama Papers ‘memakan korban’. Perdana Menteri (PM) Islandia Sigmundur David Gunnlaugsson dikabarkan mengundurkan diri. Pengunduran diri itu menyusul bocornya dokumen Panama (Panama Papers) yang menyebut sang PM dan istrinya menggunakan perusahaan offshore untuk menyembunyikan investasi jutaan dolar AS.
“Perdana menteri mengatakan (kepada partainya) dalam pertemuan kelompok parlemen bahwa ia mundur sebagai perdana menteri dan saya akan mengambil alih,” kata Wakil Pimpinan Partai Progresif yang juga Menteri Pertanian Sigurdur Ingi Johannsson dalam siaran langsung seperti dikutip kantor berita AFP, Selasa (5/4/2016).
Salah satu pendiri Firma Hukum, Ramon Fonseca, menyatakan pihaknya tidak melanggar hukum apapun dan menegaskan seluruh operasionalnya legal. Fonseca juga menegaskan pihaknya tidak pernah menghancurkan dokumen apapun maupun membantu orang-orang menghindari pajak juga mencuri uang.
Dalam wawancara dengan Reuters, Rabu (6/4/2016), Fonseca menyebut data-data dari kantornya yang dipublikasi tim jurnalis dari The International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) yang terdiri atas ratusan jurnalis dari sekitar 76 negara, telah keluar dari konteks dan disalahartikan.
“Kami mengesampingkan (pembocoran ini) pekerjaan orang dalam. Ini bukan pembocoran. Ini adalah peretasan,” tegas Fonseca (63) di kantornya di Panama City.
Sementara itu, Departemen Kehakiman Amerika Serikat sedang mempelajari dokumen Panama Papers. Adapun kejaksaan Perancis mulai membuka penyelidikan awal dugaan penggelapan pajak orang-orang kaya di negaranya yang menggunakan jasa Mossack Fonseca. Seperti dikutip Reuters, Selasa (5/4), langkah serupa dilakukan pemerintah Jerman, Australia, Austria, Swedia dan Belanda.
Gaduh di Dalam Negeri
Pemerintah Indonesia turut menanggapi dokumen tersebut. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro telah meminta Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi untuk mempelajari data-data dalam Panama Papers. Bocoran dokumen Panama atau Panama Papers menyebut nama-nama pengusaha asal Indonesia.
“Data yang ada di apalah namanya, di online itu yang disebut sebagai Panama Papers kita pelajari, tapi tentunya yang ingin saya tekankan bahwa data sementara ini yang kita miliki itu tidak berasal dari sana,” kata Bambang di kantor Ditjen Pajak, Jl Gatot Subroto, Jakpus, Selasa (detik.com, 5/4/2016).
Dalam kesempatan terpisah, Menkeu menyebut dana pengusaha, politisi dan pejabat Indonesia yang terparkir di luar negeri lebih dari 14.100 T (akumulasi sejak tahun 70 an).
Sandiaga Uno salah satu pengusaha yang namanya disebut dalam dokumen menyatakan siap diperiksa oleh pemerintah. Uno sebelumnya mengakui perusahaannya ada di dalam dokumen offshore leak tersebut.
“Saya sangat siap dan sangat terbuka. Saya mendukung sekali langkah Pak Luhut, kalau Kemenkeu, Dirjen Pajak periksa saya siap, malah kalau KPK mau investigasi, ini saatnya, mari buka-bukaan,” kata Sandiaga saat ditemui di Makam Pangeran Jayakarta, Jakarta, Rabu (Kompas.com, 6/4/2016).
Selain Uno, nama-nama beken seperti Sudwikatmono, Anthony Salim, Erick Tohir, Gita Wirjawan, Budi Sampoerna, Chairul Tanjung, Mochtar Riady, Sinar Mas Group, Rahmat Gobel, Rusdi Kirana dan sederet nama beken lainnya ikut mejeng dalam dokumen.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyayangkan ratusan nama orang Indonesia ada dalam Panama Papers yang mengungkap penyimpanan uang triliunan di luar negeri tersebut. Oleh karena itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty diakuinya makin diperlukan.
“Kita memang dilematis. Kita ingin mereka yang mempunyai dana cukup besar disimpan di negara lain seharusnya atas nama kepentingan bangsa, mereka repatriasi dananya dalam negeri. Saya rasa itu salah satu niat baik tax amnesty,” kata Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Selasa 5 April 2016. Di balik upaya DPR menyiapkan regulasi tax amnesty, pemerintah kata dia juga perlu menyiapkan pengelolaan atas uang tersebut. (Viva.co.id, 5/4/16)
Adapun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mempelajari nama-nama orang Indonesia yang disebut dalam dokumen hasil investigasi tentang kejahatan keuangan dunia terkait Panama Papers. Pasalnya, nama-nama yang disebut dalam dokumen itu diduga menyimpan uang atas kejahatan keuangan, seperti pengemplangan pajak dan pencucian uang.
“KPK mempelajari nama-nama yang ada di dokumen itu,” ujar Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief melalui pesan singkat, Rabu (kompas, 6/4/2016).
Panama Papers, Ironi dan Alienasi Rakyat
Dalam sistem kapitalisme demokrasi, pajak merupakan instrumen utama negara mendapatkan pemasukan. Dengan pajak, negara dapat melaksanakan kebijakan pembangunan di segala bidang. Penambahan pendapatan negara, dikakukan dengan cara melakukan perluasan pajak atau melakukan ekstensifikasi maupun melalui difersifikasi dan intensifikasi pajak.
Tidak mengherankan, seluruh negara yang menerapkan ideologi Kapitalsme, memberlakukan berbagai macam pungutan pajak kepada rakyatnya. Pajak barang dan jasa, pajak pendapatan, pajak pertambahan nilai, pajak progresif dan instrumen pajak lainnya. Pajak-pajak yang mencekik leher rakyat dibebankan kepada seluruh rakyat tanpa pandang bulu.
Negara tidak memperhatikan lagi apakah rakyat memiliki kemampuan untuk membayar pajak. Negara justru melakukan berbagai kajian untuk meningkatkan pendapatan negara melalui berbagai pungutan pajak tanpa memperhatikan kemampuan rakyat. Rakyat yang sudah kesulitan menghadapi beban hidup, terus saja diwajibkan membayar pajak, sementara para penguasa, pejabat dan pengusaha justru menghindari pajak dengan mengalihkan dananya keluar negeri.
Skandal Panama papers, menjadi ironi sekaligus alienasi bagi rakyat. Rakyat, tidak mendapati pemimpinnya ikut merasakan beban dan derita yang dialami rakyat. Para pemimpin dan politisi yang seharusnya hadir dan hidup bersama-sama rakyat justru hidup dengan berkelimpahan harta. Celakanya, harta yang sudah melimpah ruah tersebut, justru diparkir diluar negeri untuk menghindari pajak. [].
Abu Jaisy al Askary