[Al-Islam edisi 802, 7 Rajab 1437 H – 15 April 2016 M]
Sebagai agama yang diturunkan oleh Allah SWT, Zat Yang Maha Sempurna, Islam diturunkan untuk menjadi rahmat bagi alam semesta. Allah SWT menegaskan dalam kitab suci-Nya:
﴿وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ﴾
Kami tidak mengutus kamu [Muhammad] kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam (TQS al-Anbiya’ [21]: 107).
Makna rahmat adalah jalbul-mashâlih wa dar’ul-mafâsid (mewujudkan kemaslahatan dan mencegah kemafsadatan). Ayat di atas menjelaskan bahwa rahmat itu menjadi ghâyah (tujuan) dari pengutusan Rasulullah saw. dengan membawa risalah Islam.
Karena itu menurut Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahu-Llâh, ayat tersebut menjelaskan bahwa tujuan Rasulullah saw. diutus adalah agar risalahnya menjadi rahmat bagi umat manusia. Maknanya, risalah beliau diturunkan untuk mewujudkan kemaslahatan (jalbul mashâlih) bagi manusia dan mencegah kemafsadatan (dar’ul mafâsid) dari mereka (Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, III/381, Dar al-Ummah, Beirut, edisi Muktamadah, cet. III, 1426 H/2005 M).
Imam asy-Syaukani menjelaskan, “Wa mâ arsalnâka illâ rahmat[an] lil ‘alamîn bermakna: Kami tidak mengutus kamu, Muhammad dengan membawa syariah dan hukum-hukum, kecuali menjadi rahmat untuk seluruh manusia.” (Imam asy-Syaukani, Fath al-Qadîr).
Dengan demikian, risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw. berupa syariah Islam diturunkan untuk menjadi rahmat, yakni mewujudkan kemaslahatan untuk seluruh manusia dan mencegah kemafsadatan dari mereka. Alhasil, sejauh mana kemaslahatan untuk seluruh manusia bisa diwujudkan dan kemafsadatan dari mereka bisa dihindarkan bergantung pada terwujud atau tidaknya syariah Islam di tengah-tengah mereka.
Tampak jelas dari ayat di atas bahwa “menjadi rahmat” (rahmat[an]) adalah tujuan (ghâyah) dari totalitas syariah Islam sebagai satu-kesatuan. Artinya, rahmat yang dimaksud ayat ini tidak terletak pada satu-persatu hukum. Karena itu mewujudkan kemaslahatan (jalbul-mashâlih) dan mencegah kemafsadatan (dar’ul-mafâsid) bukanlah ‘illat (sebab pensyariatan) syariah Islam. Terwujudnya kemaslahatan (jalbul-mashâlih) dan tercegahnya kemafsadatan (dar’ul-mafâsid) merupakan hasil dari penerapan syariah Islam secara kâffah. Dengan kata lain, terwujudnya kemaslahatan untuk seluruh manusia dan tercegahnya kemafsadatan dari mereka merupakan hasil atau konsekuensi dari penerapan syariah Islam secara total.
Karena itu rahmat Islam bagi alam semesta (rahmatan lil ‘âlamîn) merupakan konsekuensi logis dari penerapan Islam secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Rahmat Islam tidak akan terwujud jika Islam hanya diambil sebagai simbol, slogan, asesoris dan pelengkap “penderita” yang lain. Rahmat Islam tidak akan ada jika Islam hanya diambil ajaran spiritual dan ritualnya saja, sementara ajaran politiknya ditinggalkan, dan yang diambil malah paham politik dari Kapitalisme maupun Sosialisme, yang nota bene bertentangan dengan Islam.
Totalitas Islam
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengatur interaksi manusia dengan Tuhannya, dirinya dan sesamanya. Interaksi manusia dengan Tuhannya adalah terkait dengan akidah dan ibadah. Interaksi manusia dengan dirinya ada dalam hal makanan, minuman, pakaian dan akhlak. Syariah Islam dalam hal interaksi manusia dengan Tuhannya dan dirinya sendiri ini bisa dilaksanakan oleh individu. Meski demikian, untuk kesempurnaannya harus ada peran negara di dalamnya. Adapun interaksi manusia dengan sesamanya ada dalam bentuk muamalat dan ‘uqûbat (sanksi/hukuman). Muamalat itu mencakup masalah pemerintahan, ekonomi, pergaulan, pendidikan, politik dalam negeri dan politik luar negeri. Syariah Islam yang mengatur muamalat ini memang sebagian kecil bisa dilaksanakan oleh individu, namun sebagian besar lainnya tidak bisa dilaksanakan kecuali oleh negara. Syariah Islam dalam hal ‘uqûbat meliputi hudûd, jinayat, ta’zîr dan mukhâlafat. Syariah Islam dalam bentuk ‘uqûbat ini harus dilaksanakan oleh negara, tidak oleh kelompok apalagi individu.
Islam yang menghasilkan rahmat adalah yang penerapannya mencakup seluruh syariahnya. Karena itu Allah SWT memerintahkan kita untuk mengambil dan menerapkan Islam secara kâffah, tidak setengah-setengah.
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ﴾
Wahai kaum beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian (TQS al-Baqarah [2]: 208).
Allah SWT telah menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang sempurna (QS al-Maidah [5]: 3) dan mengatur seluruh aspek kehidupan umat manusia (QS an-Nahl [16]: 89). Karena itu tidak ada yang layak untuk mengatur seluruh aspek kehidupan di masyarakat kecuali adalah Islam dengan syariahnya. Allah SWT berfirman:
﴿…فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً﴾
Jika kalian berlainan pendapat tentang suatu perkara, kembalikanlah perkara itu kepada Allah (al–Quran) dan Rasul (Sunnahnya) jika kalian benar-benar mengimani Allah dan Hari akhir. Yang demikian adalah lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya (TQS an-Nisa’ [4]: 59).
Imam Ibnu Katsir di dalam Tafsîr al-Qur`ân al-‘Azhîm (Tafsîr Ibnu Katsîr) menjelaskan, “Ini adalah perintah dari Allah, bahwa segala perkara yang diperselisihkan oleh manusia, baik perkara pokok (ushûl) maupun cabang (furû’) agama, harus dikembalikan pada al-Kitab dan as-Sunnah, sebagaimana firman Allah (yang artinya): Tentang apapun yang kalian perselisihkan, maka putusan (hukum)-nya dikembalikan kepada Allah (QS asy-Syura [42]: 10).”
Masih terkait ayat tersebut, Ibn Katsir melanjutkan, “Allah SWT berfirman (artinya): jika kalian (benar-benar) mengimani Allah dan Hari Akhir, maknanya: kembalikanlah berbagai perselisihan dan ketidaktahuan pada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya serta berhukumlah pada keduanya dalam perkara yang kalian perselisihkan di antara kalian “jika kamu (benar-benar) mengimani Allah dan Hari Akhir. Dengan demikian, siapa yang tidak menyerahkan keputusan hukum tentang obyek perselisihan pada al-Kitab dan as-Sunnah dan tidak kembali pada keduanya dalam hal itu maka dia bukan orang yang benar-benar mengimani Allah dan Hari Akhir.”
Jelas, ayat ini memerintahkan kaum Muslim untuk berhukum pada al-Quran dan as-Sunnah. Itu artinya, kaum Muslim wajib menjadikan syariah Islam sebagai pengatur seluruh aspek kehidupan dan pemutus perkara dalam segala persoalan yang terjadi di tengah masyarakat. Dengan demikian seluruh kaum Muslim diperintahkan untuk menerapkan syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan mereka.
Mewujudkan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin
Mewujudkan Islam rahmatan lil ‘alamin tidak lain dengan penerapan syariah Islam secara menyeluruh dalam sistem yang memang disiapkan untuk menerapkannya, yaitu sistem Khilafah Rasyidah yang telah diamanatkan oleh Rasul saw. dan senantia dijaga serta dilanjutkan oleh para Sahabat ridhwanulLâh ‘alayhim dan generasi kaum Muslim sesudahnya.
Penerapan syariah Islam secara menyeluruh di bawah sistem Khilafah telah benar-benar terbukti dalam sejarah bisa mewujudkan rahmat untuk seluruh manusia baik Muslim maupun non-Muslim. Will Durant, salah seorang intelektual dan sejarahwan Barat terkemuka memberikan pengakuan atas sejarah emas Khilafah dalam mewujudkan rahmat Islam untuk semua itu, “Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan tersebar luas hingga berbagai ilmu, sastera, filsafat dan seni mengalami kemajuan luar biasa, yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.” (Will Durant, The Story of Civilization, vol. XIII).
Mewujudkan Islâm rahmat[an] li al-‘âlamîn secara riil di tengah kehidupan untuk saat ini dan masa datang, sebagaimana yang telah terbukti pada masa lalu dalam seajrah kaum Muslim, tidak lain kecuali dengan menerapkan syariah Islam secara menyeluruh di bawah sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Hanya dengan itu Islam dan umatnya akan memimpin dunia ke arah kebaikan; membebaskan umat manusia dari perbudakan dan penjajahan oleh sesama manusia; serta menebarkan kebaikan, keadilan dan kemakmuran untuk seluruh manusia. WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar al-Islam:
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan adanya temuan sebanyak 2.537 masalah yang berdampak finansial senilai Rp 9,87 triliun sepanjang semester II Tahun 2015. Dalam laporannya di Sidang Paripurna ke 24 (12/4/2016), Ketua BPK Harry Azhar Aziz mengatakan, Rp 710,91 miliar di antaranya telah dinyatakan sebagai kerugian negara. Selain berdampak pada kerugian negara, dalam temuan tersebut juga terdapat potensi kerugian negara senilai Rp 1,15 triliun, dan kekurangan penerimaan senilai Rp 8 triliun (DetikFinance.com, 12/4).
- Itu adalah bukti bahwa pengelolaan keuangan negara yang merupakan uang rakyat belum dilakukan secara amanah; juga bukti bahwa korupsi, penggelapan dan penyelewengan uang rakyat masih terus terjadi. Hal itu sangat dipengaruhi oleh sistem politik demokrasi yang sarat biaya, yang membuat mustahil pemimpin bisa memberantas korupsi sampai ke akarnya.
- Pengelolaan keuangan negara yakni uang rakyat secara amanah hanya bisa dilakukan oleh pemimpin, pejabat dan aparatur negara yang bertakwa dan amanah dalam sistem Islam.