Kenyataan pemimpin yang cerdas, memiliki intelektual, bermoral dan bersikap cendekiawan semakin langka di negeri ini. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, bahwa negara Indonesia sekarang ini tengah mengalami krisis pemimpin yang memiliki sikap cendikiawan.
“Problem negara kita saat ini ialah keterbatasan pemimpin yang intelektual, cerdas dan bersikap cendikiawan. Kita juga masih minim pemimpin yang moralnya kuat,” katanya di Palangka Raya, Sabtu 2/4/2016, www.teropongsenayan.com).
Banyak faktor memang yang mempengaruhi karakter dan tipikal kepemimpinan seseorang. Namun faktor lingkungan atau sistem lah yang paling menjadi penentu siapa dan tipikal pemimpin seperti apa yang akan eksis menjadi memimoin. Artinya, adalah lingungan dan karakter sistem politiklah yang sangat berperan penting dalam menyeleksi, membidani, dan akhirnya melahirkan karakter tertentu dari seorang pemimpin.
Sistem yang manggung dalam kehidupan saat ini adalah sistem Kapitalis. Dan tokoh-tokoh yang berperang penting dalam membidani lahirnya seorang pemipin daerah atau pemimpin negara adalah para pemodal dari korporasi. Ini sudah menjadi rahasia umum. Kuasa korporasi yang begitu menggurita-lah yang sejatinya memunculkan dan menetapkan dari pemimpin-pemimpin saat ini.
Kemampuan intelektual, kecerdasan, moral, dan sikap cendekiawan tidak penting lagi bagi pemimpin yang terlahir dari rahim sistem korporasi. Ketundukan dan komitmen kepada korporasi-lah satu-satunya syarat bagi pemimpin tersebut.
Kenyataan saat ini, hampir semua lini kehidupan disusupi dan dikendalikan oleh kekuatan para modal korporasi. Katakanlah mulai dari pihak intelijen, media massa, lembaga survey, intelektual atau akademisi, relawan (seperti LSM/Lembaga Swadaya Masyarkat, Omas/organisasi massa, medsos /media sosial), sampai kendaraan politik (Partai Politik), semua terkooptasi oleh para pemodal. Hampir semua lembaga itu berperan secara sistematis dan strategis dalam mencari dan menyeleksi bibit, membidani dan melahirkan pemimpin boneka korporasi.
Siapa pun yang mengamati secara cermat kepemimpinan akhir-akhir di negara ini, menunjukkan betapa sangat terlihat adanya peran pihak inteligen. Peran intelijen ini biasanya awal dalam menyeleksi calon pemimpin. Gerak-gerik tokoh diprofiling atas dasar popularitas dan potensial. Calon pemimpin yang pro-rakyat, cerdas, bermoral, memiliki kapasitas dan kapabilitas sebagai seorang pemimpin, namun tidak pro kepada pemodal, hampir bisa dipastikan tidak akan menjadi nominator. Biasanya calon yang “manut” pada pemodal akan mendapat nominasi. Selanjutnya akan dipoles, didandani, dipromosikan, dan dipopolerkan dengan perangkat dan lembaga berikutnya.
Media massa juga sudah menjadi rahasia umum telah dikuasi dan menjadi alat promosi calon pemimpin pro korporasi. Saat menjelang pilkada (pemilihan kepala daerah) atau pilpres (pemilihan Presiden) misalnya, masyarakat terus dibombardir dengan iklan-iklan calon pemimpin karbitan korporasi. Kalau perlu dibumbui dengan berbagai penghargaan atas “prestasi” yang sudah disetting sebelumnya.
Lembaga survey juga tidak malu-malu lagi menyuguhkan hasil survey yang telah diorder oleh para pemodal dan disiarkan secara massif di TV mereka. Lembaga survey ini sesungguhnya adalah “sihir”, hipnotis, yang menggiring masyarakat untuk memilih calon yang diinginkan oleh korporasi. Pengaturan angka-angka prosentasi tingkat popolaritas peluang keterpilihan, dibuat sedemikian rupa seolah tampak ilmiah sebagai satu-satunya harapan pimpinan masyarakat. Kita katakan “sihir” karena kecenderungan masyarakat kita tidak berfikir pada kualias pemimpin yang akan dipilih, namun ada kecenderungan pemilih memiliki “kepuasan” ketika apa yang dia pilih selaras dengan hasil survey.
Yang lebih celaka lagi adalah pihak inteleltual dan akademisi. Kelompok generasi yang dianggap kritis ini tidak sedikit yang sudah mulai krisis, dan berubah menjadi metal pengemis ketika melihat “fulus” atau diundang makan malam bersama. Sehingga “janin pemimpin korporasi” semakin terlihat memiliki kapabilitas, intelek, cerdas, dan memiliki visi dan misi merakyat, setelah dipromosikan dan didiskusikan oleh intelektual yang “kesurupan” dana dari para pemodal.
Demikian pula dengan relawan dari ormas, LSM, dan Media Sosial. Dengan nafsu besar untuk berkuasa dan memenangkan pemimpin yang dicalonkannya, mulai membabi buta membela jagoannya dan menjelek-jelekan saingannya. Penamaan relawan hakikatnya juga menipu dan menutupi kenyataan. Karena sebenarnya yang mereka incar adalah kemenangan dan kekuasaan, dan jatah setelah berkuasa. Black campign (kampanye hitam) atas musuh bukan sesuatu yang haram bagi kelompok ini. Sedikit saja ada muncul sisi positif dari calon lawan, akan habis-habisan diserbu dan diserang.
Mungkin sedikit dari kita yang mengamati proses pengkarbitan pemimpin pesanan korporasi dengan berbagai lembaga ini. Namun hasil dan kenyataan karakter pemimpin yang ada, yang telah terpilih adalah bukti semua proses sebelumnya ini. “Gestur tubuh” pemimpin negara atau kepala daerah saat bersanding duduk dengan “teman-temannya” dari pemodal juga sungguh menjadi pelengkap tipikal pemimpin pesanan korporasi. Dan segala komitmen pemimpin –setelah berkuasa– untuk kepentingan korporasi adalah kesimpuan akhir untuk ciri dan tipikal pemimpin yang dilahirkan oleh rahim sistem korporasi.
Wahai kaum muslimin…
Pemimpin yang agung, pemimpin yang memiliki tingkat intelektual, bermoral, cerdas, cendekiawan dan bertanggung jawab dunia dan akhirat, adalah jauh panggang dari api akan terlahir di lingkungan sistem Kapitalis. Karena rahim sistem korporasi Kapitalis ini tidak akan pernah memberikan peluang pada pemimpin yang bermoral dan pro kepada rakyat. Ini adalah juga bukti omong kosong demokrasi.
Karenanya, menjadi catatan penting bagi kaum muslimin di negeri ini. Bahwa persoalan kita tidak sekedar memilih pemimpin yang Muslim atau bukan Muslim, namun kita berhadapan dengan kekuatan lingkungan atau sistem ideologi Kapitalis yang menjadi benih tumbuh subur telahirnya pemimpin yang berpihak kepada korporasi. Zhalim terhadap rakyat.
Tugas kita bukan sekedar membenahi dan memoles person pemimpin jagoan kita, namun tugas penting dan utama kita adalah memperjuangkan sistem dan lingkungan yang melahirkan pemimpin yang adil, berkarakter, bertanggung jawab, cerdas dan cendekia. Kita wajib memperjuangkan, mendakwahkan, sistem Islam yang menerapkan Syari’ah dan Khilafah, yang akan melahirkan pemimpin cerdas, intelek, bermoral, dan amanah dunia dan akhirat. []