Bahaya Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU CEPA)

Pembangunan ekonomiOleh: Umar Syarifudin (Lajnah Siyasiah DPD HTI Kota Kediri)

Pemerintah sedang bergembira dalam kebijakan yang berbahaya bagi rakyatnya. Pemerintah memutuskan untuk memulai perundingan kerja sama ekonomi komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/IEU CEPA). Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong bersama Menteri Perindustrian Saleh Husin telah melakukan pertemuan dengan pihak Komisi Eropa guna membahas scoping paper IEU CEPA pada kunjungannya ke Brussel, 4-5 April 2016.

Pemerintah mengejar meningkatkan penanaman modal asing, yang pada 2014, nilai investasi Uni Eropa di Indonesia mencapai US$ 3,8 miliar, dan turun menjadi US$ 2,3 miliar pada 2015. Investasi Uni Eropa hanya menempati peringkat ke-4 terbesar bagi Indonesia.

Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengatakan, pemerintah Indonesia dan Uni Eropa telah menyelesaikan pembahasan scoping papers mengenai perundingan perdagangan Indonesia-Europe Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Pembahasan tersebut sebelumnya sempat terhenti selama beberapa tahun. Thomas menjelaskan, Scoping Paper IEU-CEPA ini bersifat non-bindingdan non legal document, namun memiliki fungsi yang strategis bagi proses perundingan dan bagi pembahasan substansi kedepan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total nilai perdagangan Indonesia-Uni Eropa turun sekitar 5,4% per tahun selama 5 tahun terakhir. Hal itu berdampak pada penurunan surplus neraca perdagangan bagi Indonesia sebesar 14,5% per tahun pada periode waktu yang sama. Sementara itu, pada 2015, nilai surplus neraca perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa hanya mencapai US$ 3,5 miliar atau turun 16,7% dibandingkan nilai tahun sebelumnya yang mencapai US$ 4,2 miliar. Ekspor Indonesia ke Uni Eropa didominasi produk primer pertanian seperti minyak kelapa sawit, karet alam, dan kopra. Sebaliknya, produk impor Indonesia dari Uni Eropa didominasi produk-produk industri seperti permesinan, peralatan telekomunikasi, suku cadang pesawat terbang, dan obat-obatan.

Motif Politik dan Ekonomi

Uni Eropa (UE) mulai melangkah cepat untuk memotong jalan Cina di Indonesia. Sebelumnya, setidaknya telah ada 35 negara—termasuk Inggris, Perancis dan Jerman—mengumumkan bergabung dengan ADB untuk berinvestasi di bidang infrastruktur yang dipimpin China. Hal ini dikhawatirkan UE bisa mengancam kepentingan mereka di Asia khususnya Indonesia. Untuk itu, UE berusaha membuat perjanjian perdagangan dengan mendorong agar Indonesia mempercepat persetujuan bilateral.

Selain oleh tingginya motif politik dan ekonomi dari Uni Eropa (UE), faktor penarik datangnya investasi UE ke negara ini adalah mentalitas Pemerintah Indonesia yang hingga saat ini tidak berubah: bergantung pada kekuatan asing untuk membangun negara ini. Strategi pembangunan yang ditempuh Pemerintah saat ini secara substansial tidak berbeda dengan rezim-rezim sebelumnya. Dengan berkedok mendorong investasi, Pemerintah justru semakin menjerumuskan negara ini dalam kubangan utang. Ketergantungan utang menyebabkan sebagian alokasi APBN terserap hanya untuk membayar utang dan bunganya dalam jangka waktu yang panjang.

Aliran modal yang lebih bebas dalam kerja sama ekonomi komprehensif Indonesia-Uni Eropa akan tercermin pada penggabungan pasar saham, penawaran surat utang, asuransi dan perbankan. Standarisasi aturan dan kualifikasi profesional di sektor keuangan akan menjadi terintegrasi. Dengan liberalisasi dan integrasi sektor finansial, dana investasi dari negeri ini akan lebih mudah tersedot keluar. Arus keluar-masuk investasi portofolio akan makin besar. Nilai tukar mata uang akan lebih mudah bergejolak. Krisis yang terjadi di Uni Eropa akan makin mudah berdampak ke Indonesia. Pengaruh bank-bank Eropa akan makin dalam dan luas. Transfer modal ke UE dalam bentuk laba akan meningkat.

Selain itu, kemandirian negara ini juga tergadaikan karena komitmen utang yang disepakati mensyaratkan berbagai hal yang menguntungkan negara pemberi utang, namun merugikan negara ini, baik dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang politik, pertahanan dan keamanan.

Hal yang juga sangat mendasar adalah utang-utang yang ditarik oleh Pemerintah dan BUMN di atas merupakan utang ribawi yang diharamkan secara tegas oleh Islam. Oleh karena itu, tidak ada cara yang dapat ditempuh oleh penduduk negeri ini untuk membebaskan negara ini dari utang dan cengkeraman kepentingan negara dan lembaga donor kecuali dengan kembali menerapkan syariah Islam secara menyeluruh di bawah institusi Khilafah Islam. Sistem tersebut nantinya akan menjalankan roda perekonomian yang mandiri sesuai dengan Islam dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dan manusia negeri ini, termasuk menghindari berbagai perjanjian luar negeri yang bertentangan dengan Islam termasuk utang piutang ribawi.

Kerja sama ekonomi komprehensif Indonesia-Uni Eropa akan membuat arus investasi dan jasa termasuk bidang industri, kesehatan dan pendidikan makin deras membanjiri. Tenaga kesehatan dan pengajar luar akan mudah masuk. Para investor UE akan mudah mendirikan pabrik-pabrik dan rumah sakit dan sekolah berkelas Internasional.

Negeri ini kaya akan sumber energi, sumberdaya mineral, sumberdaya nabati dan SDA lainnya. Dengan liberalisasi perdagangan, liberalisasi investasi, liberalisasi energi dan liberalisasi sektor lainnya, kekayaan itu akan lebih menjadi jarahan, sumber bahan baku, sumber keuntungan untuk pihak luar.

Masih ada ancaman lain yang tak kalah berbahaya, yaitu kehancuran basis kehidupan keluarga. Saat beban hidup makin berat, setiap laki-laki ‘terpaksa’ akan menggadaikan tanggung jawabnya sebagai pencari nafkah keluarga, kemudian bergeser kepada perempuan yang lebih ‘bisa bersaing’ di dunia kerja, termasuk untuk menjadi TKW di luar negeri. Akibatnya, tentu sudah dapat ditebak, yaitu hancurnya sendi-sendi rumah tangga.

Perilaku para pemimpin ini semakin menegaskan mandulnya peran mereka sebagai pemimpin negara, yang lebih memilih untuk memfasilitasi perdagangan internasional dan investasi asing masuk ke negara mereka daripada mensejahterakan dan mengurusi langsung perekonomian rakyatnya. Alih-alih mensejahterakan rakyat kebebasan masuknya investasi dan dominasi asing di dalam pasar domestik, jelas menjadi sarana penjajahan yang paling efektif, dan membahayakan perekonomian negeri-negeri Muslim.

Telah lama terbukti bahwa rezim perdagangan bebas adalah sarana penjajahan negara-negara Barat terhadap negeri-negeri Muslim; seperti ungkapan Henry Clay – seorang negarawan AS “Sebagaimana kita, bangsa-bangsa lain tahu, apa yang kita maksud dengan ‘perdagangan bebas’ tidak lebih dan tidak kurang dari keuntungan besar yang kita nikmati, untuk mendapatkan monopoli dalam segala pasar produksi kita dan mencegah mereka agar tidak menjadi negara produsen.” Di sisi lain potensi pasar dan investasi ekonomi di Indonesia hanya akan dimanfaatkan oleh negara-negara raksasa ekonomi untuk menjadi alat pemulihan krisis finansial diderita UE, AS dan China hari ini yang membutuhkan pasar riil untuk produk mereka. Rejim ini adalah penikmat sekulerisme dan penggila pertumbuhan ekonomi yang akan memperlakukan masyarakat muslim tidak lebih seperti mesin ekonomi penghasil uang yakni sebagai pasar dan buruh murah.

Sikap

Kerja sama ekonomi komprehensif Indonesia-Uni Eropa yang bernafaskan liberalisasi pasar mengharuskan minimalisasi peran negara mengatur perdagangan dan investasi luar negeri. Hal itu menyalahi Islam. Dalam Islam, perdagangan luar negeri merupakan hubungan antarnegara dan itu ada dalam tanggung jawab negara. Dalam Islam negara memiliki kewenangan mengatur berbagai hubungan dan interaksi dengan negara lain, termasuk hubungan rakyatnya dengan rakyat negara lain baik dalam bidang ekonomi, perdagangan atau lainnya. Karena itu perdagangan luar negeri tidak dibiarkan bebas tanpa kontrol negara.

Tidak ada cara yang dapat ditempuh oleh penduduk negeri ini untuk membebaskan negara ini dari cengkeraman kepentingan negara-negara Eropa kecuali dengan kembali menerapkan syariah Islam secara menyeluruh di bawah institusi Khilafah Islam. Sistem tersebut nantinya akan menjalankan roda perekonomian yang mandiri sesuai dengan Islam dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam dan manusia negeri ini, termasuk menghindari berbagai perjanjian luar negeri yang bertentangan dengan Islam.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*