Muktamar Tokoh Umat (MTU) 1437 H Titik Sentral Kebangkitan Umat

Oleh: Umar Syarifudin (Lajnah Siyasiyah DPD HTI Kota Kediri)

Di tengah himpitan hidup yang kian melilit rakyat, di tengah kemiskinan yang kian menjadi, dan di tengah keputus-asaan rakyat banyak yang kian membuncah, di tengah himpitan kemelaratan, di tengah pesta korupsi dan mark-up anggaran negara yang dilakukan para pejabat negara, memasuki bulan Rajab 1437 H, agenda Akbar yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yaitu Muktamar Tokoh Umat (MTU) di 60 Titik Kota/Kab di seluruh Indonesia. Puluhan ribu tokoh umat dari kalangan ulama, politisi, intelektual, mahasiswa, buruh, dsb. berkumpul untuk memenuhi panggilan yang satu, Syariah dan khilafah mewujudkan Islam Rahmatan Lil ‘alamin.

Agenda yang digelar oleh Hizbut Tahrir Indonesia ini menarik perhatian banyak para tokoh terkemuka dan tokoh Islam yang merasa bahwa Indonesia telah dibajak oleh negara-negara Barat yang takut akan kebangkitan Negara Islam. Mereka yang hadir juga merasa bahwa hukum demokrasi Barat bertentangan dengan hukum Islam yang digunakan hanya untuk menjaga kaum Muslim tetap terpecah belah. Para pembicara di acara tersebut menyampaikan bahwa bagaimanapun pembentukan Negara Islam sekarang hanyalah masalah waktu. Menurut para pembicara, dunia Muslim sekarang berada di ambang kebangkitan Islam yang akan mengakhiri sistem kapitalisme dan menyatukan seluruh kaum Muslim di penjuru dunia.

Acara ini diselenggarakan semata sebagai medium bagi umat Islam Indonesia untuk mengokohkan komitmen terhadap syariah dan ukhuwah; mengingatkan kembali tentang kewajiban untuk menegakkan syariah dan Khilafah. Dalam pandangan Hizbut Tahrir Indonesia, problem rakyat, bangsa dan negara ini khususnya, dan umat Islam di seluruh dunia pada umumnya dipicu oleh sistem Sekuler dan terpecah belahnya umat Islam. Umat Islam akan bisa kembali meraih kemuliaannya bila kepadanya diterapkan syariah dan umat bersatu kembali di bawah kepemimpinan seorang Khalifah. Inilah dua substansi penting dari ide Khilafah yakni untuk tegaknya syariah dan terwujudnya ukhuwah.

Mengingat titik nadhir penderitaan yang menimpa umat Islam sejak lebih dari sembilan puluh tahun lalu, diawali pada Rajab 1342 H atau Maret 1924 M. Yaitu ketika kafir imperialis pimpinan Inggris kala itu dan antek-antek mereka dari kalangan Arab dan Turki, ketika mereka mampu menghancurkan al-Khilafah. Di mana keputusan itu ditetapkan dengan keputusan yang keluar pada sidang kedua yang diselenggarakan oleh Parlemen Ankara pada hari Senin 3 Maret 1924. Sidang itu berlangsung dari pukul 3.25 sore hingga pukul 6.45 petang dan berakhir dengan keluarnya keputusan mematikan untuk umat dengan penghapusan al-Khilafah. Sejak hari kelam itu umat Islam menderita dua kepahitan dalam kehidupannya dan dalam posisinya di antara bangsa-bangsa. Invasi Barat terhadap kaum Muslim baik secara militer maupun politik atau ekonomi, sosial keduanya menyebabkan krisis multidimensional menimpa Indonesia dan seluruh negeri-negeri muslim.

Sayang, payung Dunia Islam itu kini telah tiada. Setelah melalui berbagai upaya yang dilakukan berpuluh tahun lamanya, pada tanggal 28 Rajab, 92 tahun lalu, Kemal Pasha, politisi keturunan Yahudi dengan dukungan Inggris, secara resmi berhasil meng-abolish (menghapuskan) Kekhilafahan Islam yang waktu itu berpusat di Turki (Khilafah Utsmani). Dengan hancurnya payung Dunia Islam itu, berbagai persoalan—seperti penindasan, penistaan, penjajahan, kemiskinan dan ketertinggalan di segala bidang—terus mendera umat Islam hingga saat ini. Karena itu, tidak berlebihan jika para ulama menyebut hancurnya Khilafah sebagai umm ul-jarâ’im (biang dari segala kejahatan). Pasalnya, memang sejak runtuhnya Khilafah, Dunia Islam terus didera oleh berbagai krisis.

Dahulu kaum Muslimin merupakan umat yang satu, negara yang satu, dan khilafah yang satu. Setelah hari kelam itu, kaum Muslimin terpecah-pecah dalam lebih dari lima puluh negara atau negara kecil. Dahulu konstitusi kita adalah hukum-hukum yang disyariatkan oleh Allah semata, dan setelah tanggal itu akhirnya konstitusi kita menjadi konstitusi yang dibuat oleh hawa nafsu manusia. Dahulu kaum Muslimin membebaskan berbagai wilayah dan menyebarluaskan kebaikan di seluruh penjuru dunia serta mereka memiliki kepemimpinan terhadap dunia, namun setelah hari kelam itu justru negeri kaum Muslimin di kikis dari tepi-tepinya bahkan dari jantungnya.

Gaung Khilafah pun kini menggelora di berbagai dunia, salah satunya di Indonesia, negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Dalam konteks Indonesia, ide khilafah sesungguhnya merupakan bentuk perlawanan terhadap penjajahan multidimensi yang nyata-nyata sekarang tengah mencengkeram negeri ini dalam berbagai aspeknya. Hanya melalui kekuatan global, penjajahan global bisa dihadapi dengan cara yang sama. Karena itu pula, konferensi ini bisa dibaca sebagai bentuk kepedulian yang amat nyata dari Hizbut Tahrir Indonesia dan umat Islam pada umumnya untuk menjaga kemerdekaan hakiki negeri ini atas berbagai bentuk penjajahan yang ada.

Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia. Khilafah berfungsi untuk menegakkan syariah Islam dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia. Dalam sejarahnya yang membentang lebih dari 1300 tahun, Khilafah secara praktis telah berhasil menaungi Dunia Islam. Khilafah mampu menyatukan umat Islam di seluruh dunia. Khilafah juga menerapkan syariah Islam secara kâffah sedemikian rupa sehingga kerahmatan yang dijanjikan bagi seluruh alam benar-benar dapat diwujudkan. Karena itu, syariah dan Khilafah tak ubahnya dua sisi mata uang. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Tepat sekali ketika Imam al-Ghazali (w. 555 H) dalam kitab Al-Iqtishâd fî al-I‘tiqâd menggambarkan eratnya hubungan antara syariah dan Khilafah dengan menyatakan, “Ad-Dîn uss[un] wa ash-shulthân hâris[un] (Agama adalah pondasi dan kekuasaan adalah penjaganya)”; “Wa mâ la ussa lahu fa mahdûm[un] wa mâ la hârisa lahu fa dha’i (Apa saja yang tidak ada pondasinya pasti akan roboh dan apa saja yang tidak ada penjaganya pasti akan hilang).”

Menyadari al-Khilafah itu adalah pembangkit kemuliaan kaum Muslimin dan alamat kekuatan mereka. Ini diketahui oleh gembong-gembong penjajahan. Karena itu, Curzon di Parlemen Inggris, pada saat penghapusan al-Khilafah, ia berkata: “Masalahnya, Turki telah dihancurkan dan tidak akan tegak lagi, sebab kita telah menghancurkan kekuatan spiritual di sana: al-Khilafah dan Islam”… dan karena mereka memahami hal itu, maka mereka tidak mencukupkan diri dengan hancurnya al-Khilafah saja, akan tetapi mereka mengerahkan segenap daya upaya untuk menghalangi kembalinya al-Khilafah. Mereka melancarkan perang destruktif terhadap orang-orang yang berjuang untuk Khilafah. Karena itu, mereka hampir kehilangan akal ketika mendengar munculnya Hizbut Tahrir 63 tahun lalu dan bahwa Hizb menjadikan kembalinya al-Khilafah sebagai agenda utama umat. Berbagai makar kaum kuffar gagal, Hizb tetap tegak berdiri tanpa tunduk kecuali hanya kepada Allah.

Kaum kafir imperialis memerangi Hizb dengan jalan mengeksploitasi kejahatan-kejahatan gerakan-gerakan Islam yang mendeklarasikan al-Khilafah (ISIS) secara tidak sah secara syar’iy dan melakukan tindakan-tindakan yang tidak syar’iy berupa penyembelihan, pembakaran, perobohan dan penghancuran. Kaum kafir imperialis mengeksploitasi kejahatan-kejahatan gerakan-gerakan ini, dan mereka menonjolkannya dan memaparkannya dengan kuat di layar. Hal itu untuk memasukkan di lubuk hati kaum Muslimin bahwa al-Khilafah yang mereka inginkan itu kejahatan-kejahatannya hingga menenggelamkan hidung dan berikutnya masyarakat membenci al-Khilafah yang hakiki (sebenarnya).

Akan tetapi, Barat gagal dalam berbagai strateginya dengan izin Allah. Masyarakat muslim sedunia paham al-Khilafah yang syar’iy. Mereka mampu membedakan al-Khilafah yang syar’iy dengan Khilafah yang diklaim Barat. Sesungguhnya Khilafah yang haq itu adalah khilafah yang melindungi darah, melindungi kehormatan, menjaga harta dan memenuhi dzimmah (perjanjian), mengambil baiat dengan keridhaan dan pilihan sendiri bukan dengan penindasan dan paksaan. Orang-orang berhijrah kepada Khilafah dengan penuh rasa aman bukannya malah lari darinya dengan ketakutan

Menyadari arti pentingnya Khilafah dan betapa vitalnya Khilafah bagi ‘izzul Islâm wal muslimîn, umat Islam tidak pernah tinggal diam untuk mengembalikan Khilafah. Sejak keruntuhan Khilafah, umat Islam tidak pernah berhenti berjuang untuk menegakkan kembali Khilafah Islam hingga sekarang. Sebagai khayru ummah, kita tentu tidak boleh terus-menerus dalam keadaan terpuruk seperti itu. Salah satu ciri umat terbaik adalah cepat menyadari kesalahan dan segera bangkit memperbaiki diri. Karena itu, tepat sekali jika Muktamar Tokoh Umat 1437 H menjadi moment of awakening (momen kebangkitan). Kehadiran puluhan ribu peserta tokoh dari berbagai daerah dari seluruh elemen dan segmen, boleh disebut sebagai simbol kebangkitan dan persatuan umat; bahwa beban berat perjuangan penegakan kembali syariah dan Khilafah tentu akan menjadi ringan dan akan terasa semakin ringan jika dilakukan secara bersama-sama.

Demikianlah, kaum Muslim terus bergerak dan membangkitkan kesadaran mereka akan pentingnya penegakkan Khilafah sebagai institusi pelaksana syariah dan pemersatu umat. Ini menunjukkan bahwa fajar Khilafah tengah datang. Maka sudah saatnya seluruh umat menyambutnya. Allahu Akbar.[]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*