[Al-Islam edisi 808, 20 Syaban 1437 H — 27 Mei 2016 M]
Kemendagri akan mencabut 3.266 peraturan daerah (Perda) yang dianggap menghambat investasi dan pembangunan. Mendagri Tjahjo Kumolo mengakui bahwa di antara Perda tersebut, ada Perda yang berisi pelarangan terhadap minuman beralkohol. Meski demikian, kata Tjahjo, dengan pencabutan Perda-perda itu bukan berarti Pemerintah mendukung peredaran minuman beralkohol. “(Perda) yang saya cabut itu karena bertentangan dengan peraturan dan perundangan,” ujar Tjahjo.
Peraturan yang dimaksud, yakni Peraturan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Nomor 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A. Pemerintah ingin minuman beralkohol tidak dilarang sepenuhnya, melainkan hanya perlu diatur peredaran penjualannya. Perda-Perda itu akan berorientasi pada prinsip itu (Kompas.com, 20/5/2016).
Tjahjo mengaku terus mendukung penuh adanya pelarangan miras. Ia sendiri sudah menghimbau kepala daerah untuk bisa memformulasikan peraturan agar peredaran miras bisa dikendalikan (Republika.co.id, 19/5).
Salah satu Perda miras yang akan dicabut sesuai instruksi Kemendagri adalah Perda Miras DI, yaitu Perda No. 12 Th. 2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol serta Pelarangan Minuman Oplosan. Perda Miras NTB juga diinstruksikan untuk dicabut, yaitu Perda No. 4 Th. 1997 tentang Larangan, Pengawasan, Pengendalian, Penertiban, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol (Minol) di NTB. Di tingkat kota, Perda miras Kota Banjarmasin diinstruksikan untuk dicabut, yaitu Perda No. 32 Th. 2013 tentang Retribusi Perdagangan Minuman Beralkohol, yang dinilai bertentangan dengan Peraturan Kementerian Perdagangan karena melarang penjualan di supermarket (Republika.co.id, 20/5).
Setelah ramai di media dan mendapat banyak tanggapan, Mendagri Thahjo Kumolo melalui siaran pers, Sabtu (21/5) membantah telah membatalkan Perda tentang Larangan, Pengawasan, Penertiban Peredara dan Penjualan Minuman Beralkohol di daerah. Justru, menurut Tjahjo, setiap daerah harus memiliki Perda yang berisi pelarangan minuman beralkohol yang tegas. Hal itu mengingat peredaran minuman beralkohol yang sudah sangat membahayakan generasi muda. Peredaran miras, menurut Tjahjo, adalah pemicu tindak kejahatan (Tribunnews.com, 22/5).
Lagu Lama
Pencabutan Perda Miras oleh Kemendagri, meski dibantah, merupakan lagu lama. Pada awal 2012, Kemendagri juga mencabut beberapa Perda Miras dengan alasan menyalahi peraturan yang lebih tinggi, yaitu Kepres No. 3/1997. Dalam Kepres tersebut, minuman beralkohol (minol) hanya diatur dan dibatasi, dan tidak boleh dilarang total. Perda yang melarang total diinstruksikan untuk dicabut.
Kepres itu pun digugat ke Mahkamah Agung. Pada tanggal 18 Juni 2013, MA melalui putusan MA Nomor 42P/HUM/2012 menyatakan Kepres No. 3/1997 itu sebagai tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Namun, bukan berarti Perda Miras terutama yang melarang total bisa melenggang. Pasalnya, setelah itu dibuat Perpres No. 74/2013 untuk menggantikan Kepres tersebut. Jika dilihat, isinya masih sama, hanya sedikit perubahan dan tambahan. Dalam Perpres itu, minol (minuman beralkohol) hanya diatur dan dibatasi, meski sangat longgar. Dalam Perpres itu minol golongan A (kadar alkohol <5%) boleh dijual di toko pengecer dalam bentuk kemasan. Perpres ini juga memberikan wewenang kepada bupati/walikota dan gubernur untuk DKI Jakarta menetapkan pembatasan peredaran mihol dengan mempertimbangkan karakteristik daerah dan budaya lokal. Kapuspen Kemendagri saat itu, Restuardy Daud mengatakan, Perpres yang baru juga tak serta-merta memberikan Pemda kebebasan tak terbatas untuk menerbitkan Perda pelarangan minuman keras. Ia mengatakan, “Perpres itu mengatur pengendalian dan pengawasan dan nantinya akan sinkronisasi dengan peraturan daerah” (Republika.co.id, 3/1/2014). Penerapan dari hal itu adalah sekarang ini.
Ancaman Kejahatan yang Meluas
Jika benar hanya sekadar sinkronisasi (penyesuaian), semestinya hanya Perda tingkat Provinsi yang disinkronkan. Sebab, Perpres itu memberi walikota/bupati membuat peraturan dengan mempertimbangkan karakteristik daerah dan budaya lokal. Artinya, Perda Miras tingkat Kota/Kabupaten yang melarang total miras mestinya dibenarkan dan tidak dicabut. Namun nyatanya, Perda Miras Kota Banjarmasin juga diinstruksikan untuk dicabut.
Itu artinya, boleh jadi memang benar ada instruksi pencabutan Perda-perda miras baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Andai tidak ada reaksi luas dari masyarakat, termasuk dari Pemda, Perda-perda miras itu akan amblas semua.
Jika alasannya Perda Miras menghambat investasi, maka investasi yang melibatkan miras merupakan investasi berbahaya. Hasil yang didapatkan tidak akan sebanding dengan besarnya bahaya yang harus ditanggung oleh masyarakat, misalnya mereka yang menjadi korban kejahatan yang dipicu oleh miras seperti dalam banyak kasus kekerasan seksual, pembunuhan, penyiksaan yang banyak terjadi selama ini. Investasi yang melibatkan miras juga tak sebanding dengan risiko finansial, sosial dan moral yang harus ditanggung oleh Pemerintah dan masyarakat secara luas. Jika alasannya demi pariwisata, maka itu hanya menunjukkan kemalasan berpikir mencari inovasi dan terobosan.
Pelonggaran peredaran miras, apapun alasannya, sama saja dengan bunuh diri, mengundang datangnya bahaya besar bagi masyarakat. Fakta-fakta yang ada jelas membuktikan bahwa miras menjadi sumber berbagai kejahatan dan kerusakan seperti kasus pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, kecelakaan, dan kejahatan lain yang nyata-nyata terjadi akibat pelakunya dalam pengaruh minuman keras.
Rasul saw telah jauh-jauh hari mengingatkan:
«الْخَمْرُ أُمُّ الْخَبَائِثِ وَمَنْ شَرِبَهَا لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ مِنْهُ صَلاَةً أَرْبَعِينَ يَوْمًا فَإِنْ مَاتَ وَهِىَ فِى بَطْنِهِ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً»
“Khamr itu adalah induk keburukan. Siapa saja yang meminumnya, Allah tidak menerima shalatnya 40 hari. Jika ia mati dan khamr itu ada di dalam perutnya maka ia mati dengan kematian jahiliyah.” (HR ath-Thabrani, ad-Daraquthni, al-Qadhaiy)
Miras Harus Dibabat Total
Pelonggaran peredaran miras jelas menyalahi syariah. Islam tegas mengharamkan miras dan memerintahkan untuk dijauhi agar beruntung. Allah SWT berfirman (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.” (TQS al-Maidah [5]: 90).
Rasul saw. menjelaskan bahwa semua minuman (cairan) yang memabukkan merupakan khamar dan haram, baik sedikit maupun banyak.
«كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ»
“Semua yang memabukkan adalah khamar dan semua khamar adalah haram” (HR Muslim).
«مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ، فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ»
“Apa saja (minuman/cairan) yang banyaknya memabukkan maka sedikitnya adalah haram” (HR Ahmad dan Ashhabus Sunan).
Khamar harus dibabat total dari masyarakat. Hal itu bisa dipahami dari laknat terhadap 10 pihak terkait khamar. Anas bin Malik ra. menuturkan bahwa Rasul saw. pernah bersabda:
«لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ r فِي الخَمْرِ عَشَرَةً: عَاصِرَهَا، وَمُعْتَصِرَهَا، وَشَارِبَهَا، وَحَامِلَهَا، وَالمَحْمُولَةُ إِلَيْهِ، وَسَاقِيَهَا، وَبَائِعَهَا، وَآكِلَ ثَمَنِهَا، وَالمُشْتَرِي لَهَا، وَالمُشْتَرَاةُ لَهُ»
“Rasulullah saw. telah melaknat dalam hal khamar sepuluh pihak: yang memerasnya, yang minta diperaskan, yang meminumnya, yang membawanya, yang minta dibawakan, yang menuangkan, yang menjualnya, yang memakan harganya, yang membeli dan yang minta dibelikan” (HR at-Tirmidzi dan Ibn Majah).
Hadis ini sekaligus juga menunjukkan bahwa kesepuluh pihak itu berarti telah melakukan tindak kriminal dan layak dijatuhi sanksi sesuai dengan ketentuan syariah. Untuk orang yang minum khamar, sedikit atau banyak, jika terbukti di pengadilan, sanksinya adalah hukum cambuk sebanyak 40 atau 80 kali. Anas ra. menuturkan:
«كان النبي r يَضْرِبُ فِي الخَمْرِ باِلجَرِيْدِ وَالنَّعَالِ أَرْبَعِيْنَ»
“Nabi Muhammad saw.pernah mencambuk orang yang minum khamar dengan pelepah kurma dan terompah sebanyak 40 kali.” (HR al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Abu Dawud).
Ali bin Abi Thalib ra menuturkan:
«جَلَّدَ رَسُوْلُ اللّهِ أَرْبَعِيْنَ، وَأبُو بَكْرٍ أَرْبَعِيْنَ، وعُمَرُ ثَمَانِيْنَ، وَكُلٌّ سُنَّةٌ، وهَذَا أحَبُّ إِليَّ»
“Rasulullah saw. pernah mencambuk (peminum khamar) 40 kali, Abu Bakar mencambuk 40 kali, Umar mencambuk 80 kali. Masing-masing adalah sunnah. Ini adalah yang lebih aku sukai.” (HR Muslim).
Untuk pihak selain yang meminum khamr, maka sanksinya berupa sanksi ta’zir. Bentuk dan kadar sanksi itu diserahkan kepada Khalifah atau qadhi, sesuai degan ketentuan syariah. Tentu sanksi itu harus memberikan efek jera. Produsen dan pengedar khamar selayaknya dijatuhi sanksi yang lebih keras dari orang yang meminum khamar sebab bahayanya lebih besar dan luas bagi masyarakat.
Dengan syariah seperti itu, masyarakat akan bisa diselamatkan dari ancaman yang timbul akibat khamar atau miras.
Namun, semua itu hanya akan terwujud jika syariah diterapkan secara menyeluruh dalam sistem Khilafah Rasyidah sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi saw. dan dilanjutkan oleh para Sahabat dan generasi kaum Muslim dulu. WalLâh alam bi ash-shawâb. [ ]
Komentar al-Islam:
Hingga akhir April 2016, total utang Pemerintah Pusat tercatat Rp 3.279,28 triliun; naik Rp 7,46 triliun dibandingkan akhir Maret 2016, yaitu Rp 3.271,82 triliun. Periode Januari-April 2016 total cicilan utang Pemerintah mencapai Rp 182,672 triliun (38,03% dari pagu APBN 2016), yang terdiri dari cicilan pokok utang Rp 119,15 triliun dan cicilan bunga Rp 63,522 triliun (Finance.detik.com, 24/5).
- Cicilan utang terus membebani APBN. Baru empat bulan saja (satu kuartal), cicilan utang (pokok dan bunga) sudah menyedot hampir 10% APBN. Jika 182,672 triliun itu baru 38,03%, artinya total cicilan utang (pokok dan bunga) akan mencapai 480,33 triliun (sekitar 25% APBN).
- Ini merupakan “pembodohan” terhadap rakyat. Subsidi disebut beban. Sebaliknya, cicilan utang dan bunga yang begitu besar serta hanya dinikmat oleh para pemilik modal tidak pernah disebut beban.
- Ini berarti, Pemerintah terus menumpuk bahaya. Sudah terbukti utang itu akan menjadi beban tak terbayangkan bagi rakyat negeri ini