Amanah dan Kiamat

Oleh H. Luthfi H.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ» قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «إِذَا أُسْنِدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ» رواه البخاري.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila sudah hilang amanah maka tunggulah terjadinya kiamat”. Orang itu bertanya: “Bagaimana hilangnya amanat itu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka akan tunggulah terjadinya kiamat”.(HR. Bukhari)

Wahai kaum muslimin…

Sesungguhnya sebaik-baik kalimat, adalah Kalamullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah, Muhammad bin Abdullah.

Hadits yang mulia ini mengisyaratkan pada kepada kita persoalan amanah. Yakni, suatu hal yang wajib kita jaga dan kita laksanakan kelangsungannya. Sungguh telah teramat banyak nash (Al Qur’an dan As Sunnah) yang mengurai persoalan ini. Sebagaimana Firman Allah SWT;

(إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُوماً جَهُولا)

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (Al Ahzab 72).

Yang dimaksud dengan amanah dalam Islam prinsipnya meliputi; segala sesuatu yang dituntut Allah untuk kita laksanakan, dan segala hal yang diperintahkan Allah kepada kita untuk menjaganya. Demikian pula bahwa amanah adalah termasuk hal kalau kita lalaikan menjadikan Allah tidak meridhoi kita. Sampai pada persoalan dengan manusia, segala hak mereka yang harus kita jaga, yang demikian itu juga termasuk amanah.

Disinilah wajib bagi kita untuk memperhatikan secara serius bahwa persoalan amanah ini terkait dengan apa yang diperintahkan oleh Syariat. Yakni bahwa amanah memerlukan pemeliharaan oleh seorang muslim atas apa yang dituntut oleh Syari’at untuk dijaga. Artinya, amanah itu adalah melaksanakan segala hal yang dibebankan (taklif) oleh Syari’at.

Dan dalam hadits ini, persoalan amanah bermuara dan berfokus kepada seorang penguasa. Bahwa sebuah kekuasaan adalah suatu beban amanah. Bahwa seorang penguasa memikul amanah untuk menerapkan Syari’at Allah SWT. Dan mengatur urusan umat sesuai dengan perintah Allah SWT. Artinya, seorang penguasa Muslim adalah sejatinya dia akan menerapkan hukum-hukum Islam. Dan jika tidak melaksanakannya, ia adalah khianat, dan tentu akan jatuh pada perbuatan dosa.

Dalam Hadits Syarif ini juga mengisyaratkan kepada kita bahwa menyia-nyiakan amanah adalah merupakan tanda dari dekatnya hari kiamat. Dan juga bahwa amanah itu adalah sifat sifat yang manusia berkumpul atasnya kewajiban untuk menjaga masyarakat dan eksistensinya.

Oleh karena itu, wajib secara seksama bagi seorang muslim untuk memperhatikan arti penting dari sifat amanah ini, karena hal itu merupakan bagian dari perintah Allah SWT. Dan menunaikan amanah adalah upaya untuk meraih keridhaan dari Allah SWT. Walau di sisi lain, kita sebagai seorang muslim memahami dan mengerti betapa beratnya sebuah amanah. Sehingga bumi dan gunung saja tidak mau menerima amanah ini.

Namun, betapapun berat beban amanah tersebut, kita akan tetap temukan ada pada manusia, ada pada seorang mukmin yang ikhlas. Betapa ia sangat berhasrat dan berupaya sekuat tenaga untuk meraih dan menunaikan sebuah amanah.

Cara yang bisa kita lakukan agar amanah itu bisa kita pikul dengan baik adalah. Bahwa haruslah kita senantiasa menghadirkan Sabda Rasulullah SAW ini.

«أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ»

“Empat hal bila ada pada seseorang maka dia adalah seorang munafiq tulen, dan barangsiapa yang terdapat pada dirinya satu sifat dari empat hal tersebut maka pada dirinya terdapat sifat nifaq hingga dia meninggalkannya. Yaitu, jika diberi amanat dia khianat, jika berbicara dusta, jika berjanji mengingkari dan jika berseteru curang”. (HR. Bukhari).

Disinilah titik pokoknya, di mana kita berhenti dan fokus atas persoalannya. Bahwa dalam persoalan amanah ini artinya; saat ketakwaan seorang muslim dalam keadaan lemah, saat itulah ia cenderung pada menyia-nyiakan amanah, artinya dia berkhianat.

Dan sebaliknya, rahasia yang bisa mencegah akan khianat adalah takut kepada Allah. Saat suasana takut kepada Allah ini ada, suasana ketakwaan kita baik. Maka sesorang akan selalu menjaga amanah, dan menegakkan pilar pilar amanah ini dalam tatanan masyarakat. Mereka akan selalu menjaganya. Sehingga terwujudlah sebuah tatanan masyarakat yang baik. Yang akan sangat berpengaruh pada kehidupan bermasyarakat secara utuh.

Kita bermohon kepada Allah kiranya Ia menjadikan masyarakat kita menjadi masyarakat yang baik. Yang ditopang oleh manusia-manusia yang amanah. Dengan penguasa yang menerapkan syari’at Allah SWT, di atas kaum muslimin, dan Khalifahnya pun menerapkan hukum secara adil. Insya Allah. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*