Jokowi Datang Menghadiri KTT G-7 yang Sarat Pesekongkolan Jahat Negara-Negara Kapitalis

jokowi dan obama di ktt g7Oleh: Umar Syarifudin – Syabab HTI (Praktisi Politik)

Para pemimpin dari tujuh negara industri maju atau G7 pada Kamis (26/5/2016) memulai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di kota Ise Shima, Prefektur Mie, Jepang. Topik yang akan dibahas dalam pertemuan dua hari ini antara lain; masalah kebijakan fiskal yang fleksibel untuk memacu pertumbuhan ekonomi dunia, keamanan dan ketegangan Laut Cina Selatan, perdamaian dan keamanan dunia, terorisme, dan krisis pengungsi. Negara-negara anggota G7 terdiri atas Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Perancis, Jerman, Italia, dan Jepang.

Jokowi tercatat sebagai Presiden Pertama RI yang diundang dalam pertemuan Konferensi tingkat tinggi Group Seven (G7) di Jepang 26-27 Mei 2016. Tentu di tataran pemerintahan sendiri ini dianggap sebagai prestasi, dimana Indonesia diundang di dalam pertemuan G7 ke 42 tersebut. Di sisi lain, dengan bangganya Jokowi berpidato di dalam sesi tambahan untuk membahas terkait keamanan dan perekonomian Asia sebagai tumpuhan dunia saat ini.

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menghadiri konferensi tingkat tinggi (KTT) Group of Seven atau yang dikenal dengan G7 di Ise-Shima Prefektur Mie, Jepang pada 26-27 Mei 2016. Beberapa menteri ikut mendampingi presiden dalam pertemuan tersebut, diantaranya Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Lestari Priansari Marsudi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional Sofyan Djalil.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan, yang paling mengkhawatirkan adalah kontraksi ekonomi global. Hal ini dipicu oleh pelemahan ekonomi negara-negara berkembang. Abe mengatakan, ekonomi global akan jatuh pada krisis jika tidak ada kebijakan khusus. Para pemimpin negara industri besar dunia menyelesaikan konferensi dengan janji untuk menggunakan segala kebijakan demi meningkatkan permintaan dan mengurangi masalah pasokan. Dalam deklarasi bersama, G-7 mengatakan, perkembangan global tetap dan di bawah potensi yang seharusnya, sementara risiko melemah masih ada.

Sementara itu, Jepang ingin memastikan bahwa sebagai tuan rumah, gelaran Konferensi Tingkat Tinggi Group of Seven (KTT G7) berlangsung aman. Sebagai jaminan, Negeri Sakura itu pun mengerahkan 100 ribu personel kepolisian dan 4.500 khusus untuk penjagaan Presiden AS Obama. Hakekatnya mereka memahami bahwa rakyat seluruh dunia tentu mengecam pertemuan jahat ini termasuk rakyat Jepang.

 

KTT G7 dan Persekongkolan Jahat

Kelompok G-7 berdiri pada tahun 1976. Kelompok G-7 ini dibentuk oleh menteri-menteri keuangan tujuh negara industri besar dengan tujuan untuk membahas masalah-masalah ekonomi dan politik. Anggota kelompok G-7 adalah: Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, Amerika dan Kanada. Pertemuan G-7 dihadiri oleh ketua umum Uni Eropa mewakili Uni ropa, dan kepala negara yang sedang menjadi ketua Dewan Uni Eropa. Kemudian Rusia bergabung ke dalam kelompok G-7 pada tahun 1997. Setelah itu kelompok tersebut disebut kelompok G-8. Tidak ada kewajiban meleburkan kelompok G-7 dan kelompok G-8.

Perang dunia I dan II menjadi manifestasi perang antar negara-negara imperialisme untuk merebut dominiasi dan kekuasaannya termasuk membentuk negara jajahan dan setengah jajahan. Negara-negara imperialisme yang mengalami kerugian dan menimbulkan depresi ekonomi seperti; Negara Inggris, Belanda, Jepang, Prancis, Italia dan Jerman, kemudian diberikan kuncuran bantuan Mashall Plan AS. Jaminan kuncuran hutang tersebut yaitu AS mendapatkan sebagian besar emas dari Negara-negara tersebut yang dulu menjadi ukuran cadangan kekayaan.

Praktis, Imperialisme AS mampu menjalankan berbagai kebijakannya yang nanti akan memuluskan skema dalam menguasai dunia baik di Negara-negara kapitalisme itu sendiri maupun di Negara-negara dunia ketiga. Era ini ditandai dengan monopoli internasional melalui eksport kapital serta ekspor barang dan jasa ke seluruh dunia. Tujuan tentu untuk menumpuk seluruh superprofit dari seluruh rakyat dunia. Praktis, imperialisme AS pasca perang dunia II keluar sebagai penguasa tunggal di antara negara-negara imperialisme dunia.

Dalam hukum ekonomi yang dikembangkan imperialisme, mulai dari liberalisme hingga neo-liberalisme di tahun 1970an, tentu akan selalu berhari depan krisis yang melanda. Kebijakan apapun yang dilahirkan imperialisme di dunia, akan selalu jatuh pada jurang krisis yang semakin membuat rakyat dunia kehilangan pekerjaan, pendapatan menurun, pengangguran hingga perampokan-perampokan SDA secara barbar.

Sekarang perhatian utama banyak pihak dalam pertemuan di Ise Shima tertuju pada upaya AS untuk meraup keuntungan dari perseteruan Cina dengan beberapa negara di wilayah Asia terkait kepemilikan pulau-pulau di Laut Cina Selatan. Jepang juga terlibat sengketa wilayah dengan Cina di Laut Cina Timur.

AS ingin memanfaatkan perseteruan itu untuk memperkuat atau menambah jumlah sekutunya di kawasan dan meningkatkan tekanan terhadap Cina. Presiden Barack Obama sebelumnya menyatakan bahwa strategi Washington adalah penyebaran pasukan di wilayah Asia Timur dan fokus pada Beijing.

Jadi, konflik di antara negara-negara regional seperti, para anggota ASEAN dengan Cina atau Jepang dengan Cina, mendorong AS untuk menandatangani kontrak penjualan senjata, menggelar latihan militer bersama, dan memperkuat kehadirannya di Asia.

KTT G7 di Jepang tampaknya akan terpengaruh oleh kebijakan AS dalam hubungannya dengan Cina dan Jepang sebagai tuan rumah, juga berusaha menarik dukungan Kelompok Tujuh untuk memperkuat posisinya di hadapan Cina.

KTT G7 merupakan pertemuan eksklusif pemimpin imperialisme dunia yang mewakili kepentingan kapitalis monopoli besar dan perusahaan-perusahaan transnasional. Yang disebut ‘pemimpin dunia’ tidak pernah mewakili kepentingan rakyat terhisap dan tertindas dunia. Mereka telah membawa penderitaan yang luar biasa untuk rakyat dunia dengan kebijakan neoliberalisasinya. Di sisi lain, mempromosikan Ilusi Demokrasi dan HAM ala AS, Perang Agresi, Perang melawan Teroris, menjadi cara-cara jahat yang dijalankan imperialisme di dunia.

Pertemuan G7 ini, hanya berusaha untuk memindahkan beban krisis di tubuh imperialisme (G7) ke pundak rakyat dunia. Dalam pertemuan KTT G7 di Jepang ini, mereka akan membahas isu tentang perekonomian rakyat dunia untuk menghadapi krisis, SDGs, Nuklir Korut, Laut China, Investasi dan infrastuktur, komersialisasi kesehatan, perubahan iklim, dan kesetaraan gender.

Dari sejumlah pembahasan itu, tidak sedikit pun akan memberikan perubahan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi rakyat dunia. G7 melakukan pembahasan tentang perekonomian dunia dan berusaha keluar dari krisis, hanya akan melahirkan resolusi untuk memuluskan program-program borjuasi internasional (TNc/MNc) ke seluruh dunia khususnya negara berkembang. G7 akan mempertahankan defisit anggaran di negara-negara dunia khususnya negara berkembang, sehingga negara berkembang akan terus bersandar pada investasi dan hutang luar negeri dari imperialisme untuk membiayai APBN-nya (Skema eksport kapital). Mengapa di negara-negara berkembang terjadi defisit anggaran ? alasannya bahwa negara-negara berkembang hakekatnya tidak akan pernah mendapatkan surplus neraca perdagangan, karena perdagangan seluruhnya dimonopoli imperialisme khususnya AS.

Demikian Infrastuktur yang sangat masif menjadi program imperialisme di seluruh dunia khususnya di negara berkembang di Asia seperti Indonesia. Hakekatnya pembangunan infrastuktur bukanlah mengabdi pada fasilitas rakyat. Namun pembangunan infrastuktur hanyalah menjadi objek investasi imperialisme, bisnis dan sirkulasi kapitalnya.

Sedangkan isu SDGs, hanya menjadi produk untuk mengilusi dan mendikte jenis pembangunan di seluruh dunia. Dengan isu mengentaskan kemiskinan, kepalaparan, ketimpangan ekonomi, penyakit menular, dsb, hanya menjadi program untuk memuluskan operasi kapital bagi imperialisme baik berinvestasi atau berbisnis. Jadi, SDGs 2015-2030 sebagai pengganti MDGs 2000-2015, bukanlah untuk rakyat, namun untuk imperialisme dan mempertahankan kemiskinan rakyat dengan berbagai program yang seolah-olah humanis.

Sementara isu Korut, adalah usaha imperialisme AS dan sekutunya untuk terus memerosotkan perjuangan rakyat Korut di dalam melawan negara-negara kapitalisme seperti AS dan sekutunya Korsel. Serupa dengan isu laut China Selatan, hanya memberikan legitimasi baik bagi AS maupun sekutunya di Asia untuk memperkuat militernya dan berlahan untuk mengeliminasi kekuatan China. Jadi, KTT G7 hanyalah sampah dan wabah penyakit bagi rakyat dunia.

 

Upaya Pengokohan Dominasi AS

Amerika di dalam konferensi G-7 itu berusaha untuk mengokohkan dirinya bahwa Amerika tetap sebagai pemimpin dunia. Itulah yang didektekan Amerika setelah kepercayaan terhadap kepemimpinan Amerika melemah akibat krisis finansial mutakhir. Amerika terus mendiktekan keinginannya kepada negara-negara lainnya. Khususnya bahwa negara-negara besar di Uni Eropa tidak bisa menggantikan posisi Amerika. Secara lebih khusus ketika Amerika harus menanggung beban terjadinya krisis finansial mutakhir, sehingga menyebabkan kepercayaan kepada Amerika dan kepada doktrin kapitalisme secara lebih umum melemah.

Disamping semua itu, Amerika terus bekerja untuk menampakkan bahwa Amerika adalah pemimpin dunia dan bahwa Amerika masih mengendalikan semua urusan di dunia. Barat bertindak seakan-akan tidak menemukan solusi yang bisa menyelesaikan kambrukan total bagi sistem keuangan global. Semua yang dilakukan adalah menambah gelontoran uang di pasar atau meminta negara-negara –utamanya negara G-20- untuk ikut serta dalam menanggung beban masalah mereka. Misalnya, kelompok G-7 mendorong China untuk memperhatikan tingkat suku bunga mereka.

Sesungguhnya, pokok masalahnya adalah bahwa orang-orang Eropa tidak percaya dengan liberalisme pasar yang disodorkan oleh Amerika. Amerika menyatakan bahwa Amerika menginginkan liberalisme. Akan tetapi rencana stimulus yang dibenarkan oleh para pembuat undang-undang Amerika justru menguatkan langkah-langkah proteksi. Dan ini bertetangan dengan keputusan-keputusan G-7.

Eropa sangat terkejut oleh ulah Amerika yang menutup pasar-pasar Amerika terhadap komoditas-komoditas Eropa. Eropa juga sangat terkejut dengan kerja keras pemerintahan Obama untuk meringankan dampak krisis perekonomian Amerika melalui stimulus sebesar US $ 787 milyar yang tertuang didalam rencana stimulus.

Di atas semua itu, orang-orang Eropa juga ikut serta dalam melakukan langkah-langkah proteksi seperti langkah-langkah yang diambil oleh Inggris paling akhir untuk melindungi angkatan kerjanya dari para imigran Eropa. Atau langkah-langkah pemerintah yang diambil oleh Perancis dan Italia untuk menyelamatkan industri produsen otomotif. Dari sisi praktis, sebenarnya ide pasar bebas telah mati.

Karena hekekatnya kita sepakat bahwa G7 adalah forum di antara imperialisme yang melahirkan resolusi untuk intensifikasi penghisapan dan penindasan. Jadi Jokowi diundang ke G7 hanya menjadi gambaran ketertundukan Jokowi kepada negara imperialisme sebagai tuannya dan mempunyai komitmen untuk menyukseskan resolusi yang menyelamatkan G7 dari krisis yang menggerogoti borjuasi internasionalnya (TNc/MNc). Sebaliknya, G7 yang dihadiri Jokowi hanya akan berdampak semakin kuatnya dominasi imperialisme khususnya AS di Indonesia yang menghisap dan menindas rakyat.

 

Jokowi Datang Menyerahkan Indonesia

Presiden Jokowi diminta untuk menjadi pembicara utama dalam sesi pertama, Stabilitas dan Keamanan Asia. Selain juga direncanakan akan melakukan beberapa pertemuan bilateral di sela-sela acara. “Kita dilihat dan dipuji oleh negara-negara yang lain, terutama untuk pembangunan infrastruktur yang berkualitas dan mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Presiden pada Jumat.

Presiden mengatakan sejumlah negara maju dunia tertarik dengan upaya pembangunan di Tanah Air dan menganggapnya sebagai motor ekonomi dunia saat ini. “Saya kira kesempatan seperti inilah yang kita pakai untuk membangun sebuah kepercayaan, membangun sebuah trust, agar investasi itu datang ke Indonesia sebanyak-banyaknya,” jelas Presiden. Presiden mengatakan, ketertarikan investasi tersebut akan difokuskan kepada proyek infrastruktur yang membutuhkan dana besar.

Membuka keran Investasi selebar-lebarnya lagi? Tentu saja bagi AS, Jepang dan Eropa, Indonesia sangat strategis. Tidak hanya secara ekonomi, tapi juga secara militer untuk mengamankan kepentingannya di wilayah Laut Cina Selatan. Dalam perjalanannya, liberalisasi perdagangan di berbagai kawasan saat ini telah berhasil mereduksi peran negara. Negara bukan lagi satu-satunya aktor atau agen yang berperan dalam ekonomi politik internasional, walaupun negara masih memiliki otoritas tertinggi dalam mengatur segala kompetensi yang dimiliki dari sumber daya alam di sebuah negara.

Dari sini akhirnya bisa dipahami bahwa apa yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menjaring investor dalam perhelatan KTT G-7 adalah suatu kezaliman. Pemerintah melalui kebijakannya akan mempermudah berbagai prosedur, membuat UU atau perpu, menyederhanakan birokrasi sehingga investor asing mudah masuk dan menanamkan investasinya di Indonesia. Dan sudah tak terhitung lagi berbagai UU yang melempangkan jalan bagi asing untuk menguasai sumber daya alam Indonesia seperti UU Migas, UU Minerba, dan sebagainya.

Realisasinya semua infrastruktur yang menguasai hajat hidup orang banyak dibangun dengan skema kerjasama pemerintah dengan swasta atau asing yang sudah pasti tidak mau rugi. Berarti rakyat harus menanggung biaya hidup yang sangat besar. Tidak hanya BBM, listrik, pendidikan dan kesehatan, kelak semua kebutuhan hidup harus dibayar dengan mahal. Inilah realita rezim neoliberal yang membuka pintu bagi neoimperialis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*