Usai Ujian Nasional (UN), pilu kita menyaksikan polah tingkah anak didik megeri. Kita melihat nyatanya out put dari dunia pendidikan kita.
Yang dilakukan siswa selepas Ujian Nasional jauh dari perilaku orang terdidik. Ada yang konvoi di jalanan dengan corat-coret pakaian, tidak sedikit yang mabok-mabokan dan berurusan dengan yang berwajib, pesta minuman keras dan narkoba. Dan juga ada yang merayakan hari selepas Ujian itu –walau belum tentu lulus– dengan berzina di beberapa hotel. Nauzubillah.
Kondisi seperti ini sering kita menyebut dan membahasnya dalam sisi buram pendidikan kita. Artinya, ada banyak harapan sisi baik dari sistem pendidikan kita. Kita tetap berharap sisi lain dunia pendidikan kita lebih baik.
Perilaku siswa demikian adalah memang wajah paling terdepan output dunia pendidikan kita. Sungguh tidak bisa kita salahkan sepenuhnya tingkah polah mereka. Mereka adalah bagian hilir rangkaian pendidikan, yang persoalannya harus kita telisik sampai ke hulu. Sungguh kita juga mencurigai ada banyak persoalan pendidikan kita di sisi yang lain.
Kecurigaan kita demikian bukan tanpa alasan. Dan beberapa saat kemudian, kita kembali dihenyakkan dan berduka atas sisi lain dunia pendidikan kita. Tim Ombustman dari Republika melaporkan temuan mereka bahwa dari 34 Provinsi yang ada di negeri ini, ada 33 Provinsi yang melakukan kecurangan dalam penyelenggaraan UN (Ujian Nasional).
Hanya satu Provinsi, yakni Kalimantan Utara yang jujur dalam menyelenggarakan Ujian Nasional. Dan kita mengerti bahwa Kalimantan Utara adalah Provinsi baru, dan barangkali “belum mengerti” seluk beluk kebohongan dalam pelaksanaan Ujian Nasional. Di tahun yang akan datang, kita ragu bahwa Provinsi ini juga akan terjangkit penyakit kronis ketidakjujuran dalam penyelenggaraan Ujian Nasional ini.
Sungguh mengenaskan mamang. Sendi pokok pendidikan kita, yakni kejujuran telah raib. Pendidikan macam apa yang akan berlangsung jika tidak ada lagi kejujuran? Siswa semacam apa yang kita harapkan jika pelaku sistem pendidikan sudah terbiasa berbohong, munafik? Sekali lagi kita tidak bisa menyalahkan perilaku siswa dengan tingkah polah yang jauh dari sikap terdidik. Mereka adalah “cerminan kejujuran” hasil pendidikan kita yang ditopang oleh pemangku sistem pendidikan yang tidak jujur.
Berikutnya tentang pemdidikan kiat adalah persoalan korupsi. Saat ini dunia pendidikan kita juga dinilai sebagai lembaga yang korup. Situs katadata.co.id memberitakan data bahwa tidak ada dana pendidikan yang lolos dari tindak korupsi.
Dari hasil pantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) korupsi anggaran di sektor ini selama 2006-2015 mencapai Rp 1,3 triliun. Penggelapan adalah menjadi modus yang paling kerap digunakan untuk mencuri uang di sana.
Dari penelusuran ICW ditemukan 17 obyek yang rentan korupsi. Sarana dan prasana sekolah merupakan sumber dana yang paling banyak dicuri.
Setidaknya ditemukan 425 kasus korupsi terkait anggaran pendidikan dalam satu dekade dengan nilai suap mencapai Rp 55 miliar. Menurut Wana Alamsyah, peneliti ICW, sebanyak 411 kasus korupsi telah ditangani dan masuk ke tahap penyidikan oleh penegak hukum. Jumlah kasus tersebut melibatkan 618 tersangka yang kini ditangani Kejaksaan, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ini semua menunjukkan bahwa persoalan di dunia pendidikan kita benar-benar sistemik. Kait mengait dan Belit membelit. Saling berhubungan antara berbagai sektor. Mulai dari hulu sampai ke hilir. Mulai dari input, proses, sampai pada output.
Siapa saja yang mengamati dunia pendidian kita secara cermat dan ideologia, patut sebenarnya untuk curiga melihat tingkah laku bobroknya siswa kita. Mereka sesungguhnya “dipaksa” oleh sistem berperilaku bobrok demikian. Mereka adalah siswa. Dalam pendidikan ada pepatah, jika guru kencing berdiri, maka murid akan kencing berlari. Jika guru kencing berlari, maka murid ngencingin guru. Nauzubillah.
Demikian pula bahwa tingkah polah dari siswa itu adalah gambaran dari sistem yang melahirkan mereka. Berbrknya sistem itu sekarang sedikit demi sedikit semua mulai terungkap. Bahwa pejabat-pejabat pendidikan kita tidak kalah bobroknya perilaku mereka dibandingkan dengan siswa kita. Data dari ICW juga mengungkapkan bahwa Kepala dan Pegawai Dinas Pendidikan menjadi pejabat publik yang paling banyak terlibat korupsi. Siapa yang berani mengatakan bahwa Korupsi ini lebih terhormat dari siswa kita yang corat-coret, mabok, dan berzina?
Solusi Sistemik, Khilafah Islamiyyah ‘Ala Minhaj Nubuwwah
Satu hal lagi yang penting menjadi perhatian kita. Bahwa persoalan sistemik di dunia pendidikan kita juga tidak bisa dipisahkan dengan sektor yang lain.
Rusaknya sistem pendidikan kita juga tidak bisa dipisahkan dengan rusaknya sistem politik dan pemerintahan, busuknya sistem peradilan, pengadilan kita hanya jadi tongkrongan setan-setan (Mahfudz MH). Juga oleh hancurnya sistem sosial dan sistem perekonomian, runtuhnya nilai nilai budaya dan akhlak, dan lain sebagainya.
Saat ini, sistem pendidikan kita sangat bernuansa Sekuler. Memisahkan antara nilai-nilai agama (termasuk moral dan etika) dalam berbagai kegiatan di pendidikan. Tersekularisasinya sistem pendidikan demikian karena disistematisasi oleh sistem Kehidupan yang sekuler.
Derasnya sistem Ekonomi Kapitalis men”drive” penyelenggara pendidikan untuk mendapatkan harta dengan cara apa pun. Pada akhirnya korupsi dan penyalahgunaan jabatan adalah peluang yang sering dilakukan.
Ketidakjujuran, akhlak yang buruk, dan rangkaian tindakan yang jauh dari hakikat pendidikan adalah juga pengaruh nyata dari sistem sosial dan budaya yang semakin permisif. Tidak mengenal halal dan haram.
Karenanya, terlalu naif untuk menyelesaikan kerusakan sistem ini hanya menilik sektor pendidikan. Atau sekedar persoalan akhlak. Juga seolah cuma soal kejujuran. Karena persoalannya memang sistemik. Yang harus diperbaiki itu adalah sistem. Semuanya sudah serba amburadul.
Di sinilah arti strategis Solusi sistemik Khilafah Islamiyyah sebagai satu satunya jawaban.
Karena saat kita sebut sistem Khilafah, ia secara langsung menunjukkan solusi dari berbagai sektor kehidupan. Sebab suatem Khilafah merupakan satu-satunya institusi politik yang akan menerapkan syari’at Islam secara menyeluruh dan sistemik.
Persoalan kriminalitas, peradilan, ekonomi, sosial kemasyarakatan, kesehatan, dan termasuk pendidikan. Akan terjawab dengan syari’at Islam dalam naungan Khilafah Islamiyyah. []