RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Tidak Menyentuh Substansi Masalah

Oleh: Ainun Dawaun Nufus (MHTI Kabupaten Kediri)

“Kekerasan seksual tetap marak jika Khilafah Rosyidah tidak diterapkan di negeri ini” Umar Syarifudin, Politisi muslim asal Kota Kediri

Layaknya gunung es, kasus kekerasan seksual yang disorot media dan dilaporkan hanyalah sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya terjadi. Data kasus kekerasan terhadap perempuan yang didokumentasikan oleh Komnas Perempuan menunjukkan dalam kurun waktu 13 tahun terakhir  mencatat dari total 400.939 kasus yang dilaporkan masyarakat, 93.960 kasus diantaranya merupakan kekerasan seksual. Hal ini berarti, ada 35 perempuan setiap harinya menjadi korban kekerasan seksual. Artinya, setiap 2 jam, ada tiga perempuan yang menjadi korban.

Kekerasan Seksual, adalah persoalan yang belum pernah terselesaikan di Indonesia. KUHP dan berbagai milestone kebijakan yang dianggap memberikan perlindungan bagi korban kekerasan seksual, masih dirasakan belum sepenuhnya mengintegrasikan kebutuhan pemenuhan rasa keadilan bagi korban. Beberapa ketentuan dalam KUHP dan perundang-undangan lainnya yang menjadi rujukan dalam penanganan kasus kekerasan seksual justru menjadikan perempuan korban mengalami reviktimisasi, tidak mampu menjawab pemenuhan rasa keadilan yang dibutuhkan dari ketentuan yang ada.

Hal ini dapat terlihat dari kelemahan-kelemahan dalam perumusan delik, tidak lengkapnya unsur, tidak adanya sanksi, tidak adanya rumusan perlindungan bagi korban, dan hak korban atas pemulihan yang sungguh-sungguh membutuhkan pembelaan.

Kaukus Perempuan Parlemen meluapkan kekecewaanya terhadap lembaga legislasi, DPR. Sebab, Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan tak masuk dalam Prolegnas 2015-2019. Hal itu diungkapkan anggota Komisi IX Rieke Dyah Pitaloka di Gedung DPR, Jumat (13/2). “Karena itu sayang, seharusnya RUU itu masuk kategori lex-specialist, darurat, tapi gagal masuk Prolegnas 2015 maupun 2019. Semoga saja nanti bisa menjadi RUU susulan meski tidak menjadi prioritas, mengingat penting untuk kemanusiaan,” ujarnya.

Menurutnya, banyaknya kasus kekerasan terhadap kaum perempuan mencapai 90 persen. Hal itu menyebakan kondisi darurat diperlukan regulasi yang melindungi kaum perempuan. Ia mencatat, setidaknya terdapat 35 perempuan mengalami kekerasan setiap harinya. Dengan kata lain,kata Rieke, sebanyak dua orang perempuan setiap jamnya mengalami tindak kekerasan.

Selain sebagai anggota dewan, Rieke memang kerap kali menyuarakan perlindungan terhadap kaum perempuan. Aktivis buruh ini pun mendukung penuh keberadaan RUU Penghapusan  Kekerasan Terhadap Perempuan jika nantinya masuk Prolegnas.

Politisi PDIP itu mengatakan, kekerasan terhadap TKI di luar negeri pun terbilang tinggi. Menurutnya sebesar 80 persen kekerasan menimpa TKI di luar negeri, khususnya kaum perempuan. Ia berpandangan keberadaan RUU Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan menjadi bukti kehadiran negara dalam memberikan perlindungan. “Kalau tidak sampai masuk Prolegnas, di tengah kekerasan yang merajalela saat ini, apa ke depan yang bisa diperbuat oleh negara, what next?” ujarnya.

Temuan Multi Country Study on Men and Violence in Asia and the Pacific yang dilansir PBB pada tahun 2013 menunjukkan bahwa di Indonesia, laki-laki yang melakukan perkosaan baik pada pasangan atau bukan pasangannya berturut-turut 19,5% di pedesaan, 26,2 % di perkotaan dan 48,6% di Papua.

Kekerasan seksual telah menyebabkan penderitaan yang panjang bagi perempuan. Kekerasan seksual berdampak secara fisik, psikis seperti trauma, gangguan kesehatan reproduksi dan kehamilan yang tidak dikehendaki, tetapi juga berdampak pada ekonomi dan sosial pada korbannya. Penelitian Kekerasan terhadap Istri dan Kesehatan Perempuan yang dilakukan pada 2001 di Purworejo, Jawa Tengah menunjukkan, perempuan yang secara seksual atau fisik dianiaya oleh suaminya sebelas kali lebih cenderung untuk bermaksud bunuh diri dan perempuan yang secara seksual dianiaya pada masa kanak-kanaknya delapan kali lebih banyak bermaksud untuk bunuh diri. Perempuan yang mengalami kekerasan fisik dan seksual mempunyai keluhan keluhan seperti tukak lambung, keputihan, gangguan pencernaan, serta sakit perut bagian bawah.

Hadirnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual digadang-gadang banyak pihak mencegah segala bentuk kekerasan seksual; melindungi perempuan korban kekerasan seksual; menindak pelaku kekerasan seksual; memulihkan korban, pendamping, keluarga, dan komunitas; dan memberikan tanggung jawab pada negara. Mampukah?

Implementasi hukum saat ini lemah.  Yang terpenting hukum merupakan hasil penerapan demokrasi, yang penyusunannya diserahkan kepada pikiran dan akal manusia yang sifatnya terbatas.  Rasa iba manusia membuat hukum rajam, hukuman mati, atau hukuman di hadapan khalayak ditolak.  Akibatnya hukum menjadi mandul, tidak memiliki efek pencegahan, bahkan tidak membuat jera pelaku.

Ideologi Kapitalisme sekuler telah menyebarkan wabah ini dari barat hingga ke timur. Nilai-nilai sekuler, kebebasan dan materialistik telah melumpuhkan dan men-dehumanisasi bangunan keluarga. Gejala negara-negara maju di Barat “mencapai kemajuan ekonomi namun mengalami kerusakan peradaban” akhirnya semakin dirasakan di negeri-negeri Muslim akibat para penguasa rezimnya yang terus membebek nilai-nilai sekuler dan kebebasan yang dipacu oleh sistem ekonomi kapitalistik.

Pembangunan peradaban kapitalisme senantiasa diiringi dengan krisis sosial, keruntuhan institusi keluarga, meluasnya kriminalitas, serta wabah kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pertimbangan keuntungan ekonomi yang akan dihasilkan oleh bisnis barang haram ini senantiasa menjadi alasan utama sekalipun harus mengorbankan keselamatan rakyatnya.

Melihat tren penanganan kasus kejahatan ini, tampaknya masih sulit bagi kaum wanita dan anak-anak mendapatkan rasa aman. Demokrasi dan sistem hukumnya tidak menunjukkan keberpihakan kepada kelompok masyarakat lemah seperti perempuan dan anak-anak. Meningkatnya jumlah kejahatan ini adalah bukti meyakinkan kegagalan demokrasi dan liberalisme memberikan perlindungan kepada masyarakat. Saatnya mengadopsi sistem Islam.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*