Pada awal Mei 2016 lalu, saya berkesempatan silaturahmi dengan KH Hasyim Muzadi di kediamannya. Salah satu perkara yang beliau ungkapkan adalah kondisi umat Islam sekarang. “Dulu, negeri Muslim masih ada yang didukung Barat dan ada pula yang didukung Timur (Uni Sovyet). Namun, saat ini Barat dan Timur bersama-sama menyerang Islam,” ujarnya.
Mantan Ketua Umum PBNU ini juga mengungkapkan bagaimana organisasi Islam dihancurkan untuk melemahkan Islam. Pada sisi lain, PKI juga terus menampakkan giginya. Baru-baru ini, simbol PKI palu-arit dibuat pin dan kaos. Berbagai aktivitas berbau PKI dilakukan. Menyikapi hal ini, Menkopolhukam, Luhut B Panjaitan terkesan memandang biasa. Luhut mengatakan, “Ya ini dilihat-lihat lah. Kalau ada satu atau dua kaus, ini juga bisa jadi tren anak muda juga. Lihat-lihatlah, jangan berlebihan.” (9/5/2016).
Hal senada disampaikan oleh Pramono Anung (13/5/2016). Sekretaris Kabinet (Seskab) ini mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara langsung telah memerintahkan kepada Kapori Jenderal Pol. Badrodin Haiti dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo untuk menghentikan sweeping atribut dan kegiatan yang berkaitan dengan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tidak mengherankan, sikap ini menimbulkan reaksi keras. Abdurrahman Sampara (Lapmas) menegaskan, “PKI itu pilihannya adalah, kalau kita tidak membunuh mereka maka kita yang akan dibunuh oleh mereka. Kalau kita tidak merespon dengan cepat maka PKI jalan terus dan siap membunuh kita.”
Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Rokhmat S Labib, mengatakan, “PKI yang marak dengan simbol-simbol dibiarkan, justru umat Islam yang hendak menyelamatkan negeri ini dengan Islam malah dituduh anti-Pancasila. Umat pun dipecah-belah. Padahal kalaulah dalam tubuh umat Islam ada beda dalam masalah fikih dan pandangan, itu tetap saudara. Herannya, justru pihak yang beda akidah malah dijadikan teman, sesama Muslim malah dimusuhi. Jangan sampai umat Islam mau diadu domba, dibungkam, dituduh, bahkan difitnah.”
“Ada indikasi kembalinya rezim represif. Yang jadi korban adalah kelompok Islam. Mereka akan kembali dituduh anti-Pancasila. Mengapa melindungi koruptor, menggusur rakyat, membunuh orang tanpa bukti yang benar seperti dalam kasus Siyono, Organisasi Papua Merdeka (OPM), menyerahkan tanah dan air kepada asing, dll tidak mereka sebut anti-Pancasila?” ungkap Muhammad Ismail Yusanto, Juru Bicara HTI.
Pandangan serupa dimiliki oleh banyak tokoh. Sebut saja, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan pada masa Kabinet Gotong Royong, Rokhmin Dahuri. Pak Rokhmin (begitu saya biasa menyapa beliau) menceritakan betapa kondisi umat Islam sangat mengkhawatirkan. “Saya pernah menyaksikan sendiri ada tokoh Islam yang justru menjelek-jelekkan sesama organisasi Islam di hadapan pejabat,” ungkapnya dengan nada sedih. “Aneh dan menyedihkan. Kok bisa seperti itu,” tambahnya.
Saya menyampaikan kepada beliau, “Pak Rokhmin, sekarang zaman fitnah. Kita perlu hati-hati dan waspada. Penjajahan gaya baru sedang berjalan menggunakan metoda lama: ‘devide et impera’, pecah belah lalu kuasai.”
KH Tubagus, pimpinan salah satu pondok pesantren di Cisarua Bogor memiliki cara pandang sama. “Jangan sampai terjadi bentrok antarumat Islam,” ungkapnya. “Pada waktu saya bertemu dengan Dankodiklat, saya menyampaikan 3 hal, yaitu tentang bahaya komunis yang sekarang muncul lagi, revisi UU antiterorisme akan adu domba umat Islam, dan masalah tentang haramnya umat Islam dipimpin oleh orang kafir,” tambahnya.
Dalam memotret realitas yang terjadi, mantan anggota Wantimpres Ryaas Rasyid mengatakan kepada saya bahwa ada komponen umat Islam yang tidak sadar atau sengaja mau menjadi alat adu domba terhadap Islam oleh kekuatan non-Islam. Ketika saya sampaikan kepada beliau bahwa kelihatannya ini adalah bagian dari politik mereka yang anti-Islam sekaligus pro PKI, beliau hanya menjawab ringkas, “Itu benar.”
Tidak sekadar itu. Ada juga pandangan bahwa saat ini sedang berjalan sebuah skenario kolaborasi kapitalisme pimpinan AS dan komunisme Cina dalam menghantam Islam. “Sekarang kekuatan duit PKI itu berasal dari Cina. Mereka dilindungi oleh para penguasa. Bahkan isu reklamasi itu sebenarnya mendirikan negara dalam negara,” ujar Zulkifli dari al-Ittihadiyah.
Beliau menambahkan, “Beberapa waktu lalu, di Garut orang-orang PKI sudah berani rapat-rapat. Mereka berani karena didukung oleh penguasa dan Cina.”
Mukhlis dari Muhammadiyah mengatakan, “Umat Islam jangan sampai difitnah dan dikhianati. Pengalaman pahit sejak merdeka maupun Orde Lama, Orde Baru, hingga sekarang dialami. Kekayaan alam kita 85% dikuasai asing dan aseng. Kami sudah menyampaikan bahaya Cina kepada Mabes Polri. Sekarang, tanah di Jakarta sebanyak 35% dikuasai Cina.”
Prof. Musjbi mengingatkan bahwa Islam itu tidak mempersoalkan etnis tertentu. Para tokoh pun sepakat. Cina yang dimaksud bukan sebagai etnis, melainkan sebagai ideologi dan kebijakan politik-ekonomi.
Mencermati hal ini, Sabili Raun pun berpendapat, “Cina ini seolah-olah berlawanan dengan AS, padahal mereka sama-sama ngerjain kita.”
Memang, sekalipun Cina dari segi ideologi komunis, ekonominya adalah kapitalis. Siapa pun yang mendalami sejarah peradaban manusia modern akan menemukan bahwa sering pihak kapitalis menggunakan isu komunisme untuk menguras energi umat Islam sekaligus menghancurkan kekuatan Islam. Bila ini terjadi, kekuatan Islam yang berpengaruh hendak dilenyapkan dan kapitalisme-liberalisme melenggang tanpa hambatan. Stop kapitalisme dan komunisme!
Barangkali, ungkapan Abu Jibril (Majelis Mujahidin Indonesia) menarik disimak. “Orang-orang kafir itu takut kepada umat Islam, tapi mereka justru menakut-nakuti kita agar kita takut seperti takutnya mereka. Kita perlu bersatu agar tidak terjadi fitnah,” tegasnya.
Beliau menambahkan, “Jangan sampai orang beriman yang disayang oleh Allah SWT justru malah takut oleh orang kafir yang sebenarnya dilaknat Allah SWT.”
Habib Khalil juga menyampaikan, “Sebagai dzuriyat Rasulullah saw., saya mengajak kita perlu bahu-membahu, bersama-sama dalam persatuan perjuangan tegaknya syariah dan Khilafah meski beda-beda organisasi. Allah pasti menolong hambanya yang menolong agama Allah.” [Muhammad Rahmat Kurnia; DPP Hizbut Tahrir Indonesia]