Kompas Mem-bully Umat Islam

kompasMereka ingin membangun opini bahwa arah perda syariah itu mengancam kebhinekaan, berbau diktator, diktator mayoritas dan tidak adil.

Razia yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Serang terhadap sebuah warung makan (warteg) di Serang, Banten, menjadi perhatian publik setelah di-blow up oleh media nasional Kompas. Warung milik Saenih ini terpaksa ditutup oleh Satpol PP karena melanggar peraturan daerah yang melarang warganya berjualan di siang bolong saat Ramadhan.

Ketika berita ini mencuat, perdebatan pun terjadi. Ada yang pro dan kontra. Ada yang kasihan pada si ibu pemilik warung, adapula yang mendukung kebijakan Pemkot Serang sebagai bentuk ketegasan hukum di daerah tersebut.

Sama pula dengan media massa, ada yang pro dan adapula yang kontra. Namun ternyata jika terus mengikuti perkembangan media massa yang pro terhadap Saenih, si pemilik warung, ada opini yang berbahaya yang ingin disampaikan oleh Kompas.

Kompas membesarkan kasus ini dari sisi human interest dengan mengeksploitasi keprihatinan terhadap Saenih. Pasti orang akan iba terhadap nasibnya, jika faktor ini yang disorot. Sayangnya faktor lainnya tidak.

Namun lama kelamaan, ujung dari pemberitaan Kompas itu kian tendensius. Kompas menggunakan kesempatan ini untuk mem-bully atau menyerang perda-perda yang mengarah ke syariah Islam dalam pemberitaan Saenih.

Seperti yang disampaikan oleh JITU (Jurnalis Islam Bersatu) melalui akun twitternya, “Ironisnya, kita melihat pemberitaan di media soal penggusuran Ibu Saenih sangat tendensius. Meskipun mereka bilang ini bukan soal agama” tulisnya.

Dan pada akhirnya Kompas lebih terlihat menyinggung segala bentuk perda yang berbau syariah Islam, terlihat dalam salah satu judul berita di Kompas “Ribuan orang tanda tangani petisi cabut perda larangan berjualan makanan”.  Isi beritanya menyinggung peraturan daerah dengan yang berdasarkan syariah Islam dibentrokkan dengan Pancasila, dan mengomentari perda-perda lain Kota Serang yang berbau syariah.

Anehnya, sikap Kompas berbeda terhadap penggusuran-penggusuran lain, seperti yang dilakukan Pemprov Jakarta misalnya, padahal dalam penggusuran kasus serupa Saenih pun banyak terjadi. Mengapa Kompas tidak mempermasalahkan kebijakan Ahok?

Di bulan puasa ini Kompas juga mengembangkan opini toleransi yang kebablasan, seperti dalam berita “Ketika Buka Puasa Digelar di Tempat Ibadah Umat Yahudi”, padahal jelas Islam melarang melakukan ibadah di tempat ibadah non Muslim.

Anggota Lajnah Siyasiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia Iwan Januar menilai fenomena ketendesiusan media Kompas adalah bentuk dari gerahnya orang-orang sekuler dan liberalis terhadap keberadaan perda-perda syariah.  “Karena mereka yang menguasai media massa jadi isu-isu seperti Ibu Saenih jadi amat lezat  bagi mereka untuk digoreng. Mereka ingin membangun opini bahwa arah perda syariah itu mengancam kebhinekaan, berbau diktator, diktator mayoritas dan tidak adil,” ujarnya kepada Media Umat.

Iwan melihat bahwa ketidakadilan justru ada di pihak mereka (Kompas atau media sekuler) itu. “Mereka suka memainkan standar ganda. Coba saja isu tentang larangan jilbab di sejumlah instansi swasta dan pemerintah. Dari mereka malah minim pemberitaan, atau kasus pemaksaan karyawan Muslim mengenakan busana dan aksesoris Natal juga tidak dipersoalkan. Ini kan hipokrit,” tegasnya.

Iwan mengatakan, seharusnya jika ditinjau dari sudut hukum dan sosial perda-perda itu justru adil, dikarenakan umat Muslim di negara ini adalah mayoritas, dan seharusnya hukum Islamlah yang berlaku di negeri ini.

“Isu menghormati orang yang tidak berpuasa juga aneh kalau diangkat. Katanya di negeri ini harus ada toleransi antar umat beragama? Lho giliran Muslim minta ditolelir mereka malah menolak, tapi kalau non Muslim yang ibadah mereka teriak-teriak toleransi agama. Umat Muslim kurang toleransi bagaimana di Bali karena kita minoritas kita hormati hari raya Nyepi. Adzan pun tidak dikeraskan, tapi kenapa saat umat Islam yang mayoritas berpuasa, kenapa umat lain tidak mau menghormati? Malah kita yang disuruh menghormati yang tidak puasa, ini logika absurd,” ungkap Iwan.

Ia mengungkapkan, di balik semua yang terjadi ada agenda deislamisasi yang simultan di negeri ini. [] fatihsholahuddin

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*