Ancaman Nyata Kapitalisme dan Bahaya Laten Komunisme

Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Pemerintah menggelar Simposium Nasional tentang Tragedi 1965. Dalam kesimpulan akhir simposium yang dibacakan oleh Sidarto Danusubroto, peserta simposium mengakui adanya aksi horizontal dalam Tragedi 1965. Namun demikian, peserta juga meminta negara mengakui keterlibatannya.

Sontak, kegiatan ini memantik keprihatinan sekaligus kemarahan berbagai pihak. Beberapa elemen masyarakat yang dimotori para purnawirawan TNI dan keluarga korban PKI membuat simposium tandingan dengan tajuk, “Mewaspadai PKI”.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang menghadiri simposium itu menyebut ada yang lebih berbahaya dari PKI, yakni neoliberalisme dan neokapitalisme. Menurut dia, komunisme PKI berbahaya, namun yang lebih berbahaya adalah neokapitalisme, neoliberalisme (Detik, 2/6/2016).

Isu komunisme PKI akhir-akhir ini memang cukup menyita perhatian publik. Banyak ditemukan atribut, simbol dan kegiatan yang berafiliasi dengan PKI. Hal itu disinyalir menunjukkan adanya gerakan kebangkitan komunisme PKI.

Sebagai sebuah ideologi, sosialisme-komunisme akan selalu menjadi ancaman potensial (bahaya laten) bagi bangsa. Pasalnya, secara historis komunisme PKI telah menoreh sejarah luka dan berdarah-darah bagi negeri ini. Hanya saja, seluruh umat dan segenap elemen bangsa perlu menyadari benar, bahwa saat ini kapitalismelah yang telah, sedang dan tetap mencengkeram, menjajah negeri ini dan terus aktif memproduksi berbagai petaka dan kerusakan.

 

Kapitalisme: Ancaman Nyata

Kapitalisme menjadikan pasar sebagai asas ekonomi untuk mendistribusikan barang dan jasa di tengah-tengah masyarakat. Akses terhadap barang dan/atau jasa diberikan kepada setiap individu dalam masyarakat yang memiliki andil dalam rantai produksi. Pasar pun memiliki peran menentukan harga sekaligus menetapkan siapa saja yang layak untuk berkontribusi sebagai produsen dan menangguk laba dari pertukaran barang dan jasa.

Produksi dan distribusi barang dan jasa terjadi secara bebas di pasar (Laissez-Faire). Pemanfaatan hasil produksi dibatasi dan dikhususkan hanya bagi mereka yang mampu mengakses harga atas barang dan jasa.

Kapitalisme tidak pernah memikirkan kebutuhan manusia dan bagaimana cara menjamin ketersediaannya. Kapitalisme juga tidak memikirkan keterbatasan manusia yang memiliki kebutuhan di satu sisi, namun terhalang untuk mendapatkan akses hasil produksi karena keterbatasan dalam andil berproduksi di sisi yang lain. Kapitalisme sama sekali tidak memikirkan orang-orang yang dengan segala keterbatasannya terpaksa tersingkir keluar dari rantai distribusi.

Konsep kebebasan individu diikuti dengan kebebasan kepemilikan menjadikan siapapun yang memiliki akses atas modal dan alat-alat produksi dapat menguasai dan memonopoli pasar. Tidak diperhatikan lagi apakah kebebasan tersebut akan menghalangi individu lainnya untuk memenuhi hajat dan kebutuhannya, bahkan untuk sekadar memenuhi kebutuhan yang sifatnya primer. Dalam sistem Kapitalisme manusia akan saling memangsa, manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus).

Kapitalisme, dalam mengatur urusan publik, menerapkan sistem pemerintahan demokrasi. Demokrai adalah sistem pemerintahan yang memandang wewenang untuk mengatur masyarakat ada pada kehendak atau suara rakyat. Rakyat dalam sistem demokrasi dipandang sebagai sumber hukum dan kedaulatan. Rakyat memiliki wewenang untuk menentukan baik dan buruk, terpuji atau tercela, halal maupun haram.

Dengan jargon “dari, oleh dan untuk rakyat”, penguasa dalam sistem demokrasi mendapat legitimasi untuk mengatur masyarakat, menentukan halal dan haram bagi masyarakat, memberikan perintah dan larangan, bahkan sampai menghukum individu masyarakat yang melanggar aturan yang ditetapkan penguasa.

Secara konseptual, demokrasi-kapitalisme telah memindahkan kedaulatan dan wewenang untuk membuat hukum yang merupakan hak prerogratif Allah SWT kepada akal manusia  (QS Yusuf [12]: 40). Demokrasi telah menjadikan mantra syirik “kedaulatan rakyat” sebagai asas sekaligus argumen untuk mengatur rakyat, melaksanakan pemerintahan, menjalankan roda perekonomian, mengatur hubungan sosial, bahkan menetapkan standar dan ukuran kebahagiaan bagi masyarakat.

Meskipun demikian, secara faktual demokrasi sesungguhnya tidak pernah sedikitpun menjadikan rakyat berdaulat. Kedaulatan rakyat hanya digunakan untuk menipu rakyat karena dipandang telah menjadi asas dan tujuan pemerintahan. Padahal kuasa kapitallah yang memiliki daulat untuk mengatur pemerintahan dan rakyat. Kaum kapitalis mendiktekan kehendaknya melalui penguasa agar diadopsi menjadi kebijakan dan pengaturan, hukum dan perundang-undangan yang diterapkan negara dan dipaksakan kepada rakyat.

Kaum kapitalis baik individu maupun korporasi, swasta asing maupun dalam negeri, terus mempengaruhi kebijakan pengaturan masyarakat agar menguntungkan bisnis dan usahanya. Rakyat hanya dipandang sebagai pasar. Regulasi dan kebijakan dibuat untuk memudahkan akses para kaum kapitalis berbisnis dan mengambil keuntungan dari rakyat. Alhasil, kekuasaan tidak dijalankan untuk mengatur dan mengurusi kebutuhan dan kemaslahatan rakyat, melainkan untuk melayani kepentingan kaum kapitalis.

Kapitalisme telah menjadikan kebebasan kepemilikan sebagai dasar untuk mengatur ekonomi. Karena itu tidak aneh jika sumber-sumber produksi yang menguasai hajat hidup rakyat—seluruh barang tambang, air, energi, padang gembalaan dan hutan—dikangkangi oleh para pemilik modal.

Para kapitalis melalui korporasinya menguasai seluruh harta milik umat untuk dieksploitasi demi keuntungan mereka. Alhasil, keberadaan sumberdaya alam yang melimpah—yang seyogyanya memberikan kemaslahatan dan berkah bagi umat—tidak memberikan faedah sedikitpun karena dikuasai dan diambil manfaatnya oleh segelintir orang saja.

Pada periode zaman penjajahan, rakyat negeri ini ditindas dan dieksploitasi secara fisik oleh Belanda untuk menyediakan bahan baku berupa hasil bumi yang tumbuh subur di bumi pertiwi. VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) bertindak sebagai korporasi kapitalis yang mengeruk kekayaan Bumi Pertiwi. Meskipun VOC merupakan sebuah persekutuan badan dagang, badan dagang ini menjadi istimewa karena didukung penuh oleh penguasa (Belanda) dan diberi berbagai fasilitas yang istimewa.

Beberapa pengkhianat dari kalangan anak bangsa, berkolaborasi dengan penjajah Belanda untuk menzalimi bangsa sendiri. Para antek penjajah ini melacurkan diri dan memberikan sumpah setia untuk melindungi kepentingan majikan, hanya demi sekerat tulang dunia yang tidak mengenyangkan.

 

Jejak Penjajahan Kapitalisme Gaya Baru di Indonesia

Kerakusan kapitalisme global telah dirasakan dampak kerusakannya oleh segenap umat dan bangsa, tak terkecuali negeri ini. Pasca Perang Dingin, negara-negara imperialis-kapitalis mengubah gaya penjajahan dengan menggunakan pendekatan utang, jebakan politik, hegemoni sistem dan tata nilai, serta imperialisme budaya dan pandangan hidup dengan mengontrol secara total interaksi sosial dan bernegara di negeri jajahan untuk mempertahankan penjajahannya.

Rezim bangsa ini pertama kali mulai tunduk dan membiarkan cengkeram utang dan aliran dana asing masuk menguasai perekonomian bangsa dengan dalih investasi sejak UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dikeluarkan.

PT Freeport Indonesia adalah perusahaan yang pertama kali masuk menginvestasikan usaha di Indonesia. PT Freeport Indonesia diberi ijin menambang, memproses dan melakukan eksplorasi bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, Indonesia.

Liberalisasi ekonomi pada sektor tambang dan energi semakin parah sejak UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dikeluarkan. Konsekuensinya, penguasaan cadangan migas didominasi asing. Dari total 225 blok migas yang di kelola Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) non-Pertamina, 120 blok dioperasikan perusahaan asing, 28 blok dioperasikan perusahaan nasional serta sekitar 77 blok dioperasikan perusahaan patungan asing dan nasional.

Bahkan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI) Faisal Yusra menyebut 75 persen kuasa pertambangan telah dikuasai asing. Besarnya dominasi asing disebabkan oleh kebijakan Pemerintah yang membuka lebar pintu investasi bagi investor asing di sektor strategis (Okezone, 20/2/13).

Di sektor keuangan, liberalisasi sektor perbankan nasional secara massif dimulai sejak krisis ekonomi tahun 1997/1998, yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. UU ini lalu diperkuat Peraturan Pemerintah No. 29/1999 tentang Pembelian Saham Bank Umum. Konsekuensinya, terjadi saham perbankan publik dikuasai pihak swasta, bahkan asing, lewat privatisasi.

Data Statistik Perbankan Indonesia mencatat selama periode Desember 2010 hingga September 2014, aset perbankan asing dan campuran yang beroperasi di indonesia mengalami peningkatan dari 12,37 persen menjadi 12,88 persen dari total aset perbankan.

Pada saat yang sama, penguasaan pangsa pasar aset bank-bank BUMN kian tergerus. Pangsa pasar bank BUMN turun dari 37,07 persen menjadi 34,29 persen terhadap total aset industri perbankan (Republika.co.id, 10/12/14).

Statistika kejahatan periode tahun 2011–2013 juga menunjukkan jumlah kejadian kejahatan (crime total) pada tahun 2011 sebanyak 347.605 kasus, tahun 2012 sebanyak 341.159 kasus dan pada tahun 2013 tercatat 342.084 kasus. Adapun jumlah orang yang berisiko terkena tindak kejahatan (crime rate) setiap 100.000 penduduk diperkirakan sebanyak 149 orang pada tahun 2011, 134 orang pada tahun 2012 dan 140 pada tahun 2013 (Bappenas.go.id, “Statistik Kriminal 2014,” Badan Pusat Statistik).

Jumlah penduduk miskin di Indonesia Pada periode Maret 2015 tercatat mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen), bertambah sebesar 0,86 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen).

Prosentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2014 sebesar 8,16 persen, naik menjadi 8,29 persen pada Maret 2015. Adapun prosentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 13,76 persen pada September 2014 menjadi 14,21 persen pada Maret 2015. (Bps.go.id, 15/9/15).

Penduduk bekerja pada Agustus 2015 sebanyak 114,8 juta orang, berkurang 6,0 juta orang dibanding keadaan Februari 2015 dan bertambah 190 ribu orang dibanding keadaan Agustus 2014. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2015 sebesar 6,18 persen meningkat dibanding TPT Februari 2015 (5,81 persen) dan TPT Agustus 2014 (5,94 persen) (Bps.go.id, 5/11/2015).

Adapun terkait utang, Bank Indonesia (BI) melaporkan Utang Luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal I tahun 2016 sebesar 316 miliar dolar AS atau tumbuh 5,7 persen secara tahunan. Jika dihitung dengan kurs Rp 13.278,- perdolar, maka hutang tersebut telah setara dengan 4.195 triliun rupiah lebih (Kompas, 18/4/16).

Data-data di atas telah menunjukan betapa kapitalisme yang telah mencengkeram dan diterapkan di negeri ini telah memproduksi beragam bala dan kerusakan. Alih-alih penguasa mencampakkan kapitalisme dan segera menggantinya dengan ideologi Islam untuk menyelamatkan negeri, Islam justru sering dipersalahkan dan diminta pertanggungjawaban atas seluruh problem dan kerusakan yang ditimbulkan Kapitalisme.

 

Waspadai Pengalihan Isu

Sosialisme-komunisme adalah sebuah ideologi rusak yang patut diwaspadai. Memahami isu sosialisme sebagai ancaman tentu berbeda dengan memahami ideologi kapitalisme yang secara nyata telah menimbulkan kerusakan.

Menguras seluruh energi untuk menyerang sosialisme-komunisme—namun pada saat yang bersamaan mengesampingkan ancaman nyata ideologi kapitalisme—akan menjadikan umat kehilangan energi dan prioritas amal. Apalagi jika ada upaya menggiring opini publik untuk menjadikan sosialisme-komunisme sebagai ancaman ekstrem kiri, sekaligus mengarahkan telunjuk dan moncong senapan untuk menyerang para pejuang penegak syariah Islam sebagai ancaman ekstrem kanan.

Euforia antipati dan reaksi perlawanan terhadap ideologi sosialisme-komunisme tidak boleh menggeser sedikitpun—meski hanya satu inci—arah dan posisi untuk siap menyerang ideologi kapitalisme dengan kekuatan penuh.

Pada beberapa hal, kapitalisme-liberalisme dan sosialisme-komunisme berdiri berhadap-hadapan dan saling menyerang. Namun, ketika berbicara tentang Islam, kapitalisme dan sosialisme akan saling meniadakan perbedaan seraya bersatu-padu dan bahu-membahu untuk menyerang dan memerangi ideologi Islam dan para pengembannya.

Oleh karena itu, ideologi sosialisme-komunisme dan kapitalisme-liberalisme sangat berkepentingan agar ideologi Islam tidak dapat diterapkan secara nyata dengan tegaknya Daulah Khilafah. Barat kapitalis dan negara-negara komunis akan bekerja keras siang dan malam untuk menggugurkan janin embrio Khilafah. Kelahiran Khilafah adalah mimpi buruk bagi Barat dan peradabannya.

 

Sekularisme, Akar Masalah Umat dan Bangsa

Cengkeraman nyata kapitalisme-liberalisme dan bahaya laten sosialime-komunisme tidak mungkin bisa diberantas tuntas kecuali dengan menerapkan ideologi Islam secara total dalam entitas negara.

Sistem demokrasi yang telah menjadikan sekularisme sebagai akidah dasarnya menjadi penghalang bagi syariah islam untuk eksis mengatur kehidupan umat dalam bernegara.

Sekularisme telah memisahkan kehidupan kaum Muslim dari ketundukan dan ketaatan yang kâffah. Sekularisme telah memisahkan syariah Islam dari negara dan meminggirkan peranannya yang agung untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.

Sekularisme telah menjadikan kaum kafir dan munafik menjadi penguasa dan menguasai umat Islam. Sekularisme menjadikan jalan dan jaminan bagi hukum-hukum kufur tetap eksis dan ditegakkan.

Sekularisme adalah akar persoalan. Segenap komponen umat harus bersatu-padu serta berjuang sungguh-sungguh untuk melakukan operasi pengangkatan kanker sekularisme dari negara ini dan mencampakannya di keranjang sampah peradaban. [Abu Jaisy al-Askary].

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*