Amerika Serikat : Kebohongan, Penjajahan, Atas Nama Perdamaian

kebohongan amerika serikatoleh: Umar Syarifudin – Syabab HTI (Pengamat Politik Internasional)

Pertempuran yang hakiki adalah melawan peradaban kapitalisme yang dipimpin AS. Barat yang licik menggunakan para penguasa negeri kaum Muslimin dan semua yang dimilikinya dan dimiliki para penguasa negeri kaum Muslimin berupa potensi finansial untuk membeli perlindungan, dan media massa untuk memasarkan demokrasi dan HAM dan mendandani kekufuran dan memasarkannya. Sebagai contoh seperti seruan negara sipil pluralisme demokratis yang menjauhkan agama dari kehidupan dan pemerintahan. Sampai waktunya telah tiba bagi dunia ketiga, khususnya kaum muslimin sebagai pihak yang paling merasakan penderitaan untuk melawan penindasan hingga kemerdekaan hakiki dengan tegaknya peradaban Islam menjadi kenyataan di bumi ini.

Sebuah artikel ‘A Century of Lies: The Rationales for Engaging in Foreign Wars, A Century-old White House Tradition’ (James F Tracy)  memaparkan sebagian kecil kebohongan AS tentang alasan perang di luar negeri yang sudah menjadi tradisi di Gedung Putih selama seabad terakhir ini. Berikut ini catatan kebohongan yang telah berkontribusi signifikan atas terjadinya penjajahan dan pertumpahan darah besar dan kehancuran di berbagai negara.

  1. Woodrow Wilson: Tenggelamnya Kapal Lusitania – Perang Dunia I, 1917-1918

“Ini adalah perang melawan semua bangsa. Nyawa warga Amerika direnggut, kita perlu menyelidikinya; warga negara-negara lain yang netral juga telah direnggut dengan cara yang sama. Tidak ada diskriminasi. Ini adalah kejahatan melawan seluruh umat manusia. Setiap negara harus memutuskan sendiri bagaimana menghadapi kejahatan ini. Pilihan yang tepat untuk bangsa kita harus cocok dengan karakter dan tujuan kita sebagai bangsa. Kita harus mengenyampingkan perasaan dendam. Motif kita [untuk berperang] bukanlah balas dendam atau unjuk kekuatan fisik bangsa ini, melainkan pembelaan atas hak asasi manusia, dan kitalah satu-satunya pemenang.” (April 2, 1917)

Catatan: Pada 7 Mei 1915, kapal Lusitania milik Inggris tenggelam di lepas pantai Irlandia dan menewaskan 1,200 penumpang dari berbagai negara, termasuk AS. Konon, kapal itu tenggelam karena serangan torpedo tunggal kapal selam Jerman. Tenggelamnya kapal ini menjadi alasan bagi AS untuk terjun dalam PD I dan pasukan Sekutu pun meraih kemenangan. Namun, kecurigaan muncul: mengapa kapal itu tenggelam dengan sangat cepat  ke bawah permukaan laut? Hal ini hampir tak mungkin terjadi bila kapal sekedar ditembak torpedo tunggal. Kemungkinannya, kapal sipil itu membawa amunisi illegal dan terjadi ledakan besar akibat ditembak tornado. Menggunakan kapal sipil untuk membawa amunisi dan instrumen perang lainnya adalah melanggar perjanjian internasional.

  1. Franklin D. Roosevelt: Pearl Harbor-Perang Dunia II, 1941-1945

“Kemarin, 7 Desember 1941 – tanggal yang dikenang dalam kehinaan – Amerika Serikat tiba-tiba dan sengaja diserang oleh angkatan laut dan udara Kekaisaran Jepang. Amerika Serikat sudah berdamai dengan negara itu dan, atas ajakan Jepang, masih dalam perundingan untuk menciptakan perdamaian di Pacifik. Jarak Hawaii dari Jepang meyakinkan kita bahwa jelas serangan itu sengaja direncanakan beberapa hari atau bahkan berminggu-minggu lalu. Selama rentang waktu itu, pemerintah Jepang telah sengaja berusaha untuk menipu Amerika Serikat dengan memberikan pernyataan palsu mengenai harapan perdamaian.” (8 Desember 1941)

Catatan: Ada hal yang aneh dalam kejadian ini: pada tanggal 4 Desember, 3 hari sebelum penyerangan, pihak intelijen Australia memberitahukan kepada AS mengenai pergerakan armada Jepang yang menuju Pearl Harbour, namun AS tidak menghiraukannya. Lalu, dalam sebuah catatan jurnal yang dibuat oleh Menteri Angkatan Perang Roosevelt, Henry Stimson, tertanggal 25 November 1941, tercantum percakapan yang ia lakukan dengan Roosevelt: “Pertanyaannya adalah bagaimana cara membuat pihak Jepang agar menyerang terlebih dahulu… Hal itu memang diharapkan agar terlebih dahulu dilakukan oleh pihak Jepang sehingga tidak ada sedikitpun keraguan atas siapa yang menjadi pihak agresor.”

Beberapa bulan sebelum terjadinya serangan terhadap Pearl Harbour, Roosevelt melakukan segala hal yang bisa memicu amarah pihak Jepang, dengan menunjukan kebijakan-kebijakan yang agresif. Ia menghentikan semua impor minyak Jepang dari perusahaan Minyak Amerika. Ia membekukan semua aset milik Jepang di Amerika, ia memberi pinjaman secara terbuka pada kelompok Nasionalis China serta menyuplai persenjataan kepada Inggris dan keduanya merupakan musuh Jepang di perang, yang sekaligus juga berarti melanggar hukum internasional yang mengatur perang.

Jadi, sebagaimana yang memang diharapkan terjadi, pada tanggal 7 Desember 1941, Jepang menyerang Pearl Harbour sehingga menewaskan 2400 orang tentara. Sebelum kejadian Pearl Harbour, 83% masyarakat Amerika tidak menginginkan Amerika terlibat dalam perang. Setelah kejadian Pearl Harbour, 1 juta orang mendaftarkan diri menjadi sukarelawan perang.

  1. Harry S. Truman: Ancaman komunisme, Pelanggaran UN Charter-Perang Korea 1950-1953

“Pada hari Minggu, tanggal 25 Juni, pasukan Komunis menyerang Republik Korea. Serangan ini telah menjelaskan semua keraguan, bahwa gerakan Komunis Internasional telah melakukan invasi bersenjata untuk menaklukkan negara-negara yang independen. Tindakan agresi seperti ini menciptakan bahaya yang sangat nyata terhadap keamanan semua bangsa merdeka. Serangan terhadap Korea adalah pelanggaran atas perdamaian dan pelanggaran atas Piagam PBB. Dengan tindakan mereka di Korea, pemimpin Komunis telah menunjukkan kebencian mereka atas prinsip-prinsip moral yang menjadi landasan didirikannya PBB. Ini adalah tantangan langsung terhadap upaya negara-negara merdeka dalam membangun dunia yang bebas dan damai. Tantangan ini telah disajikan dengan jitu dan kita harus menghadapinya dengan jitu pula. “(19 Juni 1950)

Catatan: Sebulan kemudian, Truman berhasil membujuk Kongras AS untuk menambah anggaran perang demi ‘mencegah tersebarnya komunisme di dunia’. AS melibatkan diri dalam Perang Korea dengan cara mengirim pasukan untuk membantu Korea Selatan, melawan Korea Utara yang didukung Uni Soviet. IF Stone  dalam bukunya ‘Hidden Story of the Korean War’ antara lain menyebut bahwa Korsel memang sengaja memancing serangan Korut. Ketika AS terjun ke dalam perang, siapa yang mengambil keuntungan? Tentu saja, para makelar perang (the industrial military complex).

  1. Lyndon B. Johnson: Insiden Teluk Tonkin, “Domino Effect”-Perang Vietnam, 1964-1974; “Perang Melawan Kemiskinan”

“Tadi malam saya mengumumkan kepada rakyat Amerika bahwa rezim Vietnam Utara telah melakukan serangan lanjutan yang disengaja terhadap kapal angkatan laut AS yang beroperasi di perairan internasional. Karena itu, kita melancarkan serangan udara yang berhasil menimbulkan kerusakan besar terhadap kapal dan fasilitas [Vietnam Utara]. Dua pesawat AS hilang dalam operasi ini. Setelah berkonsultasi dengan para pemimpin Kongres, saya juga mengumumkan keputusan untuk meminta Kongres agar mendukung upaya AS dalam melindungi kebebasan dan perdamaian di Asia tenggara. Aksi rezim Vietnam Utara ini telah memberikan perubahan besar bagi situasi Asia Tenggara yang sudah sangat serius.” (5 Agustus 1964)

Catatan: Tanggal 4 Agustus 1964, kapal USS Maddox dan USS Turner Joy melaksanakan patroli bersama di sepanjang Teluk Tonkin yang berjarak sekitar 18 km dan pantai Vietnam Utara. Tiba-tiba ada serangan dari kapal-kapal torpedo Vietnam Utara. [menurut versi Vietnam Utara, saat itu kapal AS melakukan misi intelijen dan memang sengaja memancing serangan]. Presiden Johnson memerintah Angkatan Udara dan Laut AS untuk melancarkan serangan udara terhadap pangkalan kapal-kapal torpedo Vietnam Utara. Selanjutnya, AS mengirim pasukannya ke Vietnam. Lagi-lagi, yang diuntungkan secara finansial tentu saja para makelar perang  (the industrial military complex)

 

  1. Richard M. Nixon: “Vietnamisasi”; Pemboman Kamboja, 1969-1973, “Perang Melawan Kejahatan”

“Malam ini, Amerika dan Vietnam Selatan akan menyerang markas operasi militer komunis seluruh di Vietnam Selatan … Ini bukan invasi ke Kamboja … Kami mengambil tindakan ini bukan untuk tujuan memperluas perang ke Kamboja, tapi untuk tujuan mengakhiri perang di Vietnam dan memenangkan perdamaian dengan adil. Kami akan terus melakukan segala upaya untuk mengakhiri perang ini melalui negosiasi di meja konferensi daripada melalui pertempuran di medan perang …. Pengumuman saya ini sekaligus memberitahukan kepada pemimpin Vietnam Utara bahwa kami mau bersabar untuk mengupayakan perdamaian di meja rapat, tapi kami tidak akan dipermalukan. Kami tidak akan kalah.” (30 April 1970)

Catatan: Konflik Vietnam merembet ke Kamboja. Nixon menyatakan bahwa Vietnam Utara telah memperluas agresinya ke berbagai wilayah, termasuk Kamboja. Di Kamboja, tentara Partai Komunis Kamboja bersekutu dengan Republik Demokratik Vietnam (=Vietnam Utara) dan Front Pembebasan Vietnam Selatan, melawan pemerintah Kamboja yang didukung oleh Amerika Serikat dan Republik Vietnam (=Vietnam Selatan). Nixon kemudian memerintahkan tentara AS untuk melakukan pengeboman besar-besaran di Kamboja dengan alasan mencegah berkuasanya pasukan komunis.

6. Ronald Reagan: Kirim Marinir ke Beirut 1983, Invasi Grenada 1983, Pengeboman Libya 1986, Perang Dingin 1981-1989, Iran-Contra 1985

“Secara keseluruhan, Reagan mengatakan ‘Saya tidak ingat’ 88 kali dalam delapan jam kesaksian atas kasus Iran-Contra pada 16-17 Februari 1990, ” tulis New York Times. “Aku ingat diberitahu bahwa ada agen atau pemerintahan dalam level tertentu, yang tidak dilarang oleh Amandemen Boland, dan saya ingat itu. Dan saya mengatakan bahwa kita harus tetap dalam koridor hukum dan sebagainya. Dan saya tidak pernah menantang atau mempertanyakan apa yang diberitahukan kepada saya… “ [Intinya, Reagan menyatakan tidak tahu menahu tentang Iran-Contra]

Catatan: Pada 1982, sebanyak 96 warga negara asing, sebagian besarnya warga AS dan Eropa Barat, diculik oleh kelompok tak dikenal. AS meyakini pelakunya adalah Hizbullah (meski Hizbullah tidak pernah resmi mengakui hal ini). Karena Hizbullah adalah sekutu Iran, AS pun terpaksa mendekati Iran untuk meminta tolong. Iran yang saat itu tengah diagresi Irak dan sangat membutuhkan senjata untuk mengusir Irak, segera memanfaatkan peluang itu. Iran bersedia membantu pembebasan sandera dengan imbalan pemberian senjata. Amerika kemudian mengirim senjata untuk Iran via pihak ketiga (gerilyawan Contra). Namun Iran mempermainkan Amerika seperti boneka. Meski ribuan rudal dan senjata telah digelontorkan, Iran mengulur-ulur pembebasan sandera. Iran bahkan membocorkan kesepakatan rahasia itu ke publik setelah tujuannya mendapatkan senjata tercapai. Akibatnya skandal terbongkar pada tahun 1986. Pemerintah Amerika mendapatkan aib, sementara Iran berhasil mengusir Irak (yang sejak awal perang didukung AS) pada tahun 1988.

  1. George HW Bush: Invasi Panama 1989, Perang Teluk 1991

“Dan saya sangat prihatin, bukan hanya tentang atas serangan fisik, melainkan juga atas kebrutalan [Irak] sebagaimana yang dilaporkan oleh Amnesty International; yang mengkonfirmasi beberapa cerita yang sampai kepada kami dari Amir [Kuwait].  Hal ini sulit dipercaya, kebrutalan yang telah diceritakannya. Maksud saya, cerita tentang kabel mesin dialisis yang dicabut dari pasien,  dan mesi dialisis itu dikirim ke Baghdad; bayi yang dikeluarkan dari inkubator dan inkubator itu dikirim ke Baghdad. Saya tidak tahu berapa banyak dari kisah-kisah ini dapat dikonfirmasi, tapi saya tahu pasti bahwa Amir [Kuwait] berbicara dari lubuk hatinya. Dan setelah itu, datang Amnesty International, yang mendapatkan info dari banyak orang di perbatasan, dan hal ini sangat memuakkan. ” (9 Okt 1990)

Catatan: Cerita tentang inkubator itu diungkapkan oleh gadis bernama Nariyah (15 tahun). Di program televisi ABC’s Nightline dan NBC Nightly News, sambil menangis ia menceritakan kejahatan tentara Irak yang membantai 300-an bayi di rumah sakit Kuwait. Kisahnya menimbulkan gelombang antipati terhadap Saddam Hussein. Dengan segera Bush berhasil menggalang dukungan internasional dan pada tahun 1991, dilancarkan Operasi Badai Gurun: menyerbu Kuwait dan mengusir tentara Irak. Beberapa tahun kemudian terungkap  bahwa Nariyah tak lain putri Sheikh Saud Nasser Al-Saud Al-Sabah, Duta Besar Kuwait untuk Amerika Serikat. Sebelum tampil di acara televisi itu, dia belajar akting dahulu di Hill & Knowlton.

8. William J. Clinton: “Intervensi Kemanusiaan”-NATO di Bosnia dan Herzegovina 1995, “Intervensi Kemanusiaan”-NATO di Yugoslavia 1999

“Koordinator kemanusiaan kami, Brian Atwood, yang baru saja kembali dari kawasan itu, menceritakan pertemuannya dengan seorang wanita Albania tua di sebuah kamp di luar Tirana. Wanita itu melihat semua laki-laki anggota keluarganya dan sebagian besar pria di desanya ditangkap oleh otoritas Serbia, diikat, disiram dengan bensin, dan dibakar di depan keluarga mereka. Ini adalah jenis cerita yang akan terlalu mengerikan untuk dipercayai jika saja cerita ini tidak konsisten dengan apa yang telah disampaikan begitu banyak pengungsi lainnya. Apa yang perlu kita ingat adalah bahwa ini adalah kejahatan yang direncanakan dengan cermat, bukan insiden akibat kemarahan yang lepas kendali semata; ini adalah kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah Beograd untuk tujuan politik yang spesifik, yaitu untuk mempertahankan kontrol mereka atas Kosovo.  Aksi mereka ini harus dikalahkan.” (April 28, 1999)

Catatan: Khusus untuk Bosnia, narasi yang umumnya sampai kepada kita adalah: Bosnia yang muslim ingin mendirikan negara sendiri, lalu diperangi oleh tentara Kristen Serbia. Pertanyaannya: mengapa AS dan NATO sedemikian bersemangat ikut berperang, mengebomi habis-habisan wilayah itu (dan mengambil posisi untuk membela Bosnia-muslim)? Tentu jawabannya memerlukan penelitian mendalam. Namun yang jelas, hasil akhirnya adalah liberalisasi ekonomi di kawasan tersebut dan hal ini diungkap oleh Bank Dunia, “… upaya yang lebih besar harus diberikan dalam membangun struktur kelembagaan yang layak untuk pemerintahan yang efektif, seperti diuraikan dalam Perjanjian Dayton, dan melaksanakan reformasi struktural utama untuk mengubah struktur ekonomi sosialis lama ke yang baru, yaitu ekonomi berbasis pasar.”(Bank Dunia 1997).

  1. George W. Bush: Al-Qaeda- “War on Terror” 2001-sekarang, Invasi ke Irak 2003-sekarang

“Menghadapi bukti yang jelas dan resiko bahaya ini, kita tidak bisa menunggu untuk sampai datangnya bukti final, yaitu asap senapan yang bisa datang dalam bentuk awan jamur [=ledakan senjata biologis]. Dalam memahami ancaman ini, dengan melihat bentuk dan penipuan rezim Irak, kita memiliki alasan untuk mengasumsikan yang terburuk, dan kita memiliki tugas yang mendesak untuk mencegah kemungkinan terburuk itu terjadi. “(6 Okt 2002)

Catatan: Bush Jr ‘membujuk’ Kongres AS agar menyetujui serbuan ke Irak dengan alasan Saddam memiliki senjata biologis. Tahun 2003, serangan itu dilakukan, Saddam terguling, dan sampai hari ini tentara AS masih bercokol di Irak. Kontrak migas dan proyek-proyek rekonstruksi, tentu saja jatuh ke tangan para pemegang saham perang ini (perusahaan-perusahaan milik Zionis). Dan kemudian terbukti, Saddam sama sekali tidak menyimpan senjata biologis itu.

  1.  Barack H. Obama: “Intervensi Kemanusiaan”-NATO (serangan ke Libya) 2011, “Intervensi Kemanusiaan” (intervensi di Suriah) 2011-sekarang

“Dalam situasi yang rentan seperti ini, sangat penting bagi negara-negara di dunia untuk berbicara dalam satu suara, dan hal ini telah menjadi fokus kami … Kemarin Dewan Keamanan PBB secara bulat mengirimkan pesan yang jelas, yaitu mengutuk kekerasan di Libya, mendukung pertanggungjawaban bagi pelakunya, dan membela rakyat Libya. Sebagaimana semua pemerintahan, pemerintah Libya memiliki tanggung jawab untuk menghindari kekerasan, untuk mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan, dan untuk menghormati hak-hak rakyatnya. Pemerintahan Libya harus bertanggung jawab atas kegagalan untuk memenuhi tanggung jawab tersebut, dan atas berlanjutnya pelanggaran HAM.” (22 Feb 2011)

Catatan: Pada bulan Mei 2011, NATO di bawah pimpinan AS membombardir Libya dan merusak sangat banyak infrastruktur negara tersebut (dan kemudian, lagi-lagi, proyek rekonstruksinya dipegang perusahaan Barat dan pembiayaannya dilakukan oleh pemerintah baru Libya dengan berhutang pada IMF dll).

Kini, kebohongan kembali akan dipakai oleh Obama di Suriah. Rezim Assad dituduh sebagai pelaku serangan senjata kimia tanggal 21 Agustus 2013 lalu, meskipun belum ada hasil penyelidikan resmi PBB dan berbagai kejanggalan atas kasus ini telah terungkap.

Pejuang Islam di Suriah yang membawa proyek Islam, yang tegak di atas hukum Allah semata, dengan tujuan mendirikan negara Islam, sedang diperangi Amerika dengan agresif, serta Eropa, Rusia dan Cina, serta boneka-boneka mereka. Sementara AS memaksakan proyek negara sekuler yang tegak di atas hukum buatan manusia, serta ingin mempertahankan rezim Suriah dan hanya mengubah rezim saja.[]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*