Oleh Umar Syarifudin (Departemen Politik HTI DPD Jawa Timur)
WHO: miras membunuh 2,5 juta penduduk dunia dan 9 persen kematian orang muda usia 15-29 tahun (jpnn.com, 14/1/2012). Bir beralkohol berapapun kadarnya tentu haram dalam syariat Islam. Ia termasuk khamr, disebut juga dengan “ummul-khaba’ith” atau pangkal kejahatan dan keburukan.
Menolak keberadaan pabrik bir legal maupun illegal maupun peredarannya di Jatim adalah tanggung jawab bersama sebagai wujud keimanan dan kepedulian menyelamatkan generasi. Produk yang dihasilkan (bir) adalah produk yang jelas keharamannya menurut syariat Islam, keberadaan pabrik-pabrik bir merupakan penodaan terhadap masyarakat Jatim yang mayoritas muslim.
Kita sepakat miras adalah musuh bersama. Kita pun sepakat bahwa kerugian akibat miras sudah tak terhitung, baik kerugian ekonomi, kerugian sosial, hingga kerugian peradaban berupa ancaman kerusakan generasi bangsa. Miras juga menjadi pemicu beberapa tawuran massal seperti yang pernah terjadi di beberapa daerah dan hingga menyebabkan sejumlah korban tewas. Begitu juga tak sedikit orang yang tewas setelah menenggak miras.
Masyarakat pun tahu konsumsi miras sudah menjalar hingga ke pelosok-pelosok kampung. Kita pun menyaksikan sudah banyak korban jatuh, dan mereka adalah anak-anak muda, generasi penerus bangsa. Miras sudah mewabah di mana-mana, uang dihamburkan untuk membelinya. Harus ada langkah tegas untuk menghadang laju perusakan generasi yang diakibatkan oleh jeratan minuman beralkohol, juga belitan narkoba. Miras dan alkohol seperti jebakan setan yang nyata.
Masih ingat tragedi Yuyun? Hendaknya menyadarkan semua pihak akan bahaya minuman keras. Karena pengaruh miras, sejumlah pemuda melakukan tindakan keji tersebut. Apakah kita menunggu jatuhnya korban menjadi Yuyun-Yuyun yang lain? Sudikah kelurga kita menjadi korbannya?
Sorotan Kritis
Jika kita bicara narkoba sebagai kejahatan lintas Negara dan bahaya miras, sejatinya juga digunakan sebagai bagian integral dari strategi sekaligus modus baru kolonialisme yang diterapkan Amerika dan sekutu-sekutu Baratnya. Baik pemerintah Amerika yang menerapkan hard power ala mantan Presiden George W Bush, maupun smart power ala Presiden Barrack Obama yang menerapkan strategi non-militer, Perang Candu/Opium tetap dijadikan bagian integral dari strategi melemahkan negara-negara yang secara geopolitik dijadikan sasaran utama untuk dikuasai karena melimpahnya kekayaan sumber daya alamnya di bidang minyak, gas alam dan tambang.
Melalui modus tersebut, peredaran narkoba/candu dan minuman keras ditingkatkan pada skala yang lebih luas di negara-negara yang jadi sasaran utama penaklukkan dengan tujuan untuk melumpuhkan moral masyarakat dan bangsa dari dalam negeri.
Menurut menyimak analisis Dr Peter Dale Scott dalam sebuah konferensi internasional pada 1990. Menurut Scott, adanya campur tangan AS dengan dalih pemberantasan narkoba, bukannya mengurangi justru semakin meningkatan produksi dan arus perdagangan. Ia pun menarik asumsi, bahwa intervensi dan keterlibatan Paman Sam baik militer ataupun politik di suatu negara, adalah bagian dari masalah bukan memecahkan masalah.
Masih ingat Pencabutan Perda Miras oleh Kemendagri bulan Mei lalu? Meski dibantah, itu merupakan lagu lama. Pada awal 2012, Kemendagri juga mencabut beberapa Perda Miras dengan alasan menyalahi peraturan yang lebih tinggi, yaitu Kepres No. 3/1997. Dalam Kepres tersebut, minuman beralkohol (minol) hanya diatur dan dibatasi, dan tidak boleh dilarang total. Perda yang melarang total diinstruksikan untuk dicabut.
Aroma anti syariah Islam pun muncul dibalik ini. Mengingat selama ini, perda-perda seperti ini kerap digugat kelompok sekuler liberal karena dianggap kental dengan syariah Islam. Mereka menuding syariah Islam mengancam negara. Tudingan yang tidak masuk akal.
Kalau alasannya untuk mencegah miras oplosan, tidak ada yang jamin miras oplosan bakal hilang setelah miras dilegalkan. Jika alasannya Perda Miras menghambat investasi, maka investasi yang melibatkan miras merupakan investasi berbahaya. Hasil yang didapatkan tidak akan sebanding dengan besarnya bahaya yang harus ditanggung oleh masyarakat. Misalnya mereka yang menjadi korban kejahatan yang dipicu oleh miras seperti dalam banyak kasus kekerasan seksual, pembunuhan, dan penyiksaan. Investasi yang melibatkan miras juga tak sebanding dengan risiko finansial, sosial dan moral yang harus ditanggung oleh Pemerintah dan masyarakat secara luas. Jika alasannya demi pariwisata, maka itu hanya menunjukkan kemalasan berpikir mencari inovasi dan terobosan. Bila alasan pemerintah adalah untuk menggerakkan roda ekonomi, maka ini alasan dangkal. Berapa orang yang hidupnya bergantung pada industri miras? Tidak sepadan dengan ongkos sosial yang harus ditanggung rakyat dan aparat keamanan.
Pelonggaran peredaran miras, apapun alasannya, sama saja dengan bunuh diri. Mengundang datangnya bahaya besar bagi masyarakat. Fakta-fakta yang ada jelas membuktikan bahwa miras menjadi sumber berbagai kejahatan dan kerusakan seperti kasus pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, kecelakaan, dan kejahatan lain yang nyata-nyata terjadi akibat pelakunya dalam pengaruh minuman keras. Sehingga, dalam menjatuhkan sanksi pelaku miras semata mata berdasarkan landasan hukum positif sekuler dan mufakat yang bebas dari intervensi agama. Wajar kalau kemudian perda-perda mihol ini mandul dalam mencegah peredaran miras meski sudah dirazia berulang kali.
Solusi
Legalnya peredaran miras dan pabriknya menunjukan bahwa pemerintah lebih mengacu kepada kepentingan bisnis (kapitalis) dari pada kepentingan penjagaan moralitas rakyatnya. Inilah cermin dari penguasa sekuler-kapitalistik. Dalam pandangan Syariah, aktivitas meminum khamr (minuman keras) merupakan kemaksiatan besar dan sanksi bagi pelaku adalah dijilid 40 kali dan bisa lebih dari itu. Islam juga melarang total semua hal yang terkait dengan miras mulai dari penutupan pabrik miras, distribusi miras, toko yang menjual hingga konsumen (peminum minuman keras).
Dalam sistem Islam, pemerintah di pusat maupun di daerah semua wajib mengacu pada syariah dalam menetapkan halal dan haram, serta dalam menentukan boleh dan tidak bolehnya sesuatu beredar di tengah masyarakat. Bila telah dinyatakan haram, maka pasti akan menimbulkan mafsadat bila dibiarkan berkembang di tengah masyarakat. Dengan cara itu akan tercipta kehidupan masyarakat yang damai, tentram dan sejahtera dalam naungan ridha Allah SWT.
Tanggung jawab pihak pemerintah Jatim melalui tindakan sigap didukung perangkat hukum yang tegas sangat dituntut untuk membentengi jiwa-jiwa rakyatnya agar tidak terjerembab dalam kubangan miras dan narkoba. Segera selamatkan generasi ini dari jeratan jahat miras dan narkoba. Suatu keniscayaan Jawa Timur dan Indonesia bebas dari miras dan narkoba. Begitupun umat Islam harus terus menerus berjuang untuk mewujudkan kehidupan Islam dalam bingkai Khilafah.[]