Fenomena Figur Penguasa yang Menjilat Ludahnya Sendiri

ahok1Oleh: Ainun Dawaun Nufus – MHTI Kab. Kediri

Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama akhirnya memilih untuk mencalonkan diri lewat jalur partai politik pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017. Keputusan pria yang akrab disapa Ahok itu menuai beragam komentar dari sejumlah lawan politiknya.

Salah satu komentar itu datang dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang dulu pernah menjadi kendaraan politik Ahok ketika mencalonkan diri menjadi wakil gubernur pada Pilkada DKI 2012. “Kita kan sudah sama-sama tahu Ahok itu orangnya seperti apa. Ucapannya selalu berubah-ubah dan terkesan plinplan. Apa yang dia kerjakan sering tidak sesuai dengan perkataannya,” ujar politikus Partai Gerindra, Prabowo Soenirman, kepada Republika.co.id, Kamis (28/7). “Ahok dan Teman Ahok juga gembar-gembor di media, menjelek-jelekkan citra parpol. Kini dia seperti menjilat ludahnya sendiri,” ucap Prabowo.

Dia menilai, ketidakkonsistenan Ahok tidak dilihat pada konteks pilkada kali ini saja, tapi juga dalam menjalankan kebijakan dan roda pemerintah daerah di Jakarta. “Sekarang, biar masyarakat menilai sendiri, apakah dia (Ahok) memang layak disebut pemimpin,” kata Prabowo lagi.

Fenomena Ahok memberikan pelajaran kepada kita bahwa selama negeri mayoritas muslim ini menggunakan sistem demokrasi maka orang-orang seperti Ahok akan terus bermunculan. Karena dalam sistem demokrasi apalagi dengan adanya pemilihan kepala daerah langsung, siapa saja bisa jadi pemimpin, meskipun seorang kriminil ataupun orang bodoh sekalipun dia bisa menjadi pemimpin, asalkan sewaktu pemilihan, mendapatkan suara terbanyak dari rakyat.

Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta Ahok kerap menampakkan kebencian dan penyerangan terhadap Islam, salah satunya tatkala ditanya apakah akan mengeluarkan larangan khusus bagi penyelenggara hotel untuk acara serupa ‘pesta bikini’. “Nggak perlu. Ini bukan negara syariah kok. Mau kamu telanjang bulat atau tertutup juga urusan kamu. Kita bukan negara syariah,” ujarnya di Balaikota, Jakarta Pusat, Jumat (24/4/2015).

Memang, dalam pandangan Islam, haram hukumnya mengangkat orang kafir sebagai pemimpin. Baik dalam konteks pemimpin sebuah negara atau pun kepemimpinan dalam sebuah wilayah tertentu (kepala daerah). Meski sekarang Ahok ditolak, sangat mungkin akan muncul Ahok-Ahok lain. Karena di negeri ini tidak ada satu pun pasal yang melarang orang kafir menjadi pemimpin. Merevisi UU dengan mencantumkan syarat jadi pemimpin haruslah beragama Islam bisa dikatakan mustahil selama negeri yang mayoritas berpenduduk muslim ini berpegang pada patokan demokrasi.

Sehingga solusinya bukan hanya ganti Ahok tetapi juga ganti sistem demokrasi. Sistem demokrasi yang memberikan peluang kepada orang kafir untuk memimpin serta memberikan legalitas untuk menerapkan produk hukum lainnya yang bertentangan dengan syariat Islam. Inilah urgensinya menyerukan kepada seluruh umat Islam untuk mencampakkan sistem kufur demokrasi seraya menggantinya dengan syariah yang diterapkan secara kaffah dalam naungan khilafah.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*