Umar Syarifudin – Syabab HTI (Pengamat Politik Internasional)
Forum Jurnalis Palestina mengecam Google yang menghapus Palestina dari petanya. Wilayah Palestina di Google Maps diganti dengan nama Israel. Dalam pernyataan yang dirilis kemarin, Rabu (3/8), forum mengatakan keputusan Google itu adalah bagian dari skema Israel. Nama Palestina dihapus pada 25 Juli. “Keputusan Google menghapus Palestina dari peta adalah bagian dari skema Israel untuk menjadi negara terlegitimasi bagi generasi masa depannya dan menghapus Palestina,” katanya, dikutip Middle East Monitor.
Upaya Israel menghapus Palestina dari peta mereka sebenarnya bukan persoalan baru, karena hal itu sudah dilakukan Israel selama puluhan tahun dalam berbagai iklam promosi wisatanya. Israel bahkan pernah mengklaim kota Bethlehem sebagai bagian dari wilayah Israel.
Rezim Zionis memanfaatkan semua peluang dan menggunakan segala cara untuk memajukan kebijakan ekspansionisnya. Jika rezim ini memiliki kemampuan yang diperlukan, maka Israel tentunya tak akan segan-segan untuk menggelar perang baru di kawasan. Israel sesungguhnya tidak mempunyai kemampuan untuk berdiri sebagai sebuah negara. Israel bisa berdiri kokoh karena ditopang oleh Inggris pada masa awal pendiriannya, kemudian oleh Amerika Serikat sebagai penyokong utamanya saat ini.
Berdirinya negara Israel tidak lepas dari runtuhnya Khilafah Islamiyah. Konspirasi Yahudi melalui Partai Turki Muda pimpinan Musthafa Kamal Pasha berhasil menggulingkan Khalifah Sultan Abdul Hamid II dan menghapuskan kekhilafahan dari pentas dunia pada tahun 1924. Sebelumnya pada tahun 1909, Sultan Abdul Hamid mengeluarkan pernyataan keras kepada Yahudi yang menginginkan Palestina menjadi Negara mereka. “Seandainya kalian membayar dengan seluruh isi bumi ini, aku tidak akan menerima tawaran itu. Tiga puluh tahun lebih aku mengabdi kepada kaum Muslimin dan kepada Islam itu sendiri. Aku tidak akan mencoreng lembaran sejarah Islam yang telah dirintis oleh nenek moyangku, para Sultan dan Khalifah Uthmaniyah. Sekali lagi aku tidak akan menerima tawaran kalian!” Demikianlah Sultan Abdul Hamid II telah menjadi batu penghalang yang kokoh bagi terealisasinya keinginan Yahudi mendirikan Negara Israel di wilayah Palestina.
Melihat sejarah berdirinya Negara Israel di bumi suci Palestina, dapatlah di simpulkan bahwa Israel lahir sebagai buah dari konspirasi dan pengkhianatan. Gagasan seorang Yahudi Hongaria di Paris, Dr. Theodore Herzl (1896), yang bercita-cita mendirikan sebuah Negara bagi bangsa Yahudi mendapat dukungan dari Inggris sebagai imperialis nomer wahid saat itu. Melalui Deklarasi Balfor tahun 1917, Inggris mendukung pembentukan Negara Yahudi di tanah Palestina. Setelah sebelumnya Inggris bersepakat dengan Perancis untuk membagi wilayah jajahan Timur Tengah melalui perjanjian Sykes Picot tahun 1916.
Tahun 1918 Palestina jatuh. Jendral Lord Allenby berhasil merampas Palestina dari Khilafah Utsmaniyah. Setahun kemudian LBB memberikan mandate Palestina kepada Inggris. Dan pada tahun 1947 secara sewenang-wenang PBB membagi wilayah Palestina menjadi dua. Dan akhirnya pada tahun 1948 menjadi hari yang bersejarah bagi bangsa Yahudi. Tepat hari berakhirnya mandat dan penarikan pasukan Inggris dari Palestina dideklarasikan Pendirian Negara Israel, 14 Mei 1948. Terhadap realitas tersebut, eksistensi Israel adalah ilegal. Israel tidak beda dengan Negara Belanda yang merampas tanah Indonesia di masa penjajahan.
Meski tindakan keji Israel di bumi Palestina sudah ratusan kali berulang, masih saja sebagian kalangan umat Islam menunjukkan sikap keliru dalam merespon masalah Palestina ini. Pertama: Sebagian kalangan umat Islam, bahkan para tokohnya, seolah masih percaya dan menaruh harapan kepada Israel. Buktinya, mereka masih saja menawarkan solusi damai melalui sejumlah dialog dan perundingan dengan institusi Yahudi itu. Padahal sudah jelas, sudah puluhan kali dialog dan perundingan dengan Israel dilakukan, dan sudah berjalan puluhan tahun, hasilnya boleh dikatakan nihil. Bahkan yang terjadi, tindakan Israel di Palestina dari hari ke hari makin membabi-buta.
Kedua: Sebagian kalangan umat Islam, bahkan para tokohnya, juga seolah masih saja percaya dan bahkan berharap kepada AS, apalagi di di khir pemerintahan Obama saat ini yang dianggap lebih bersahabat dengan umat Islam dibandingkan dengan pendahulunya, George W. Bush. Padahal jauh sebelum dilantik menjadi presiden AS, yaitu saat masih dalam masa-masa kampanye Pilpres AS, Obama berkali-kali bertekad untuk menjamin sepenuhnya kepentingan dan keamanan Israel di Timur Tengah.
Sesungguhnya umat tidak mentolerir setiap orang yang berpartisipasi dalam penyesatan dan penelantaran bumi Palestina yang diberkahi oleh Allah ini. Dan sungguh, siksa Allah di Akhirat lebih keras dan menyakitkan seandainya mereka memahami. Palestina memiliki tokoh-tokoh umat yang melangkah dengan langkah-langkah teguh bersama umat mereka untuk menerkam para penguasa jahat, untuk mencabut mereka dan menobatkan Khalifah kaum Muslimin menggantikan para penguasa jahat itu; sehingga Khalifah memimpin mereka dan memimpin pasukan umat untuk membebaskan seluruh Palestina dan menghancurkan entitas Yahudi secara final.