Menteri Luar Negeri AS John Kerry, pada hari Senin, mendesak pihak-pihak yang terlibat dalam konflik Suriah, untuk komitmen dengan gencatan senjata yang disepakati oleh Amerika Serikat dan Rusia, dengan memperingatkan bahwa “mungkin ini menjadi kesempatan terakhir untuk menyelamatkan negara. Bahkan ini mungkin merupakan kesempatan terakhir yang tersedia untuk menyelamatkan Suriah yang bersatu.”
*** *** ***
Tidak ada yang baru dalam kebijakan Amerika Serikat terhadap revolusi Syam yang diberkati selain berubah gaya dan dekorasinya, dimana bagian-bagian rencananya telah dikeluarkan dan disusun dalam Kongres Wina, yaitu untuk menghentikan apa yang disebut aksi-aksi permusuhan dan duduk di meja perundingan guna mencapai solusi politik Amerika, yang berupa pergantian wajah dengan nama negara pluralistik demokratis. Amerika Serikat dalam kebijakannya menggunakan apa yang digunakan oleh Abu Jahal dan para pemimpin Quraisy terhadap Nabi Muhammad saw, yaitu berupa ancaman dan bujukan (tarhīb dan targhīb), namun ancaman kali ini difokuskan pada pembagian tanah Syam; di mana Menteri Luar Negeri AS mengatakan, “mungkin komitmen untuk gencatan senjata yang disepakati oleh Amerika Serikat dan Rusia merupakan kesempatan terakhir dalam menyelamatkan Suriah yang bersatu.” Amerika Serikat melakukan tekanan psikologis pada rakyat Suriah untuk menerima gencatan senjata yang dipaksakan pada mereka, dan yang jelas bahwa itu semua untuk kepentingan tiran Suriah, dan untuk membuka jalan agar duduk di meja perundingan guna mencapai solusi politik Amerika.
Upaya masif Amerika Serikat untuk menghentikan pertempuran dan mengulang kembali upayanya dengan berbagai dekorasi, maka ini menegaskan bahwa gencatan senjata itu untuk kepentingannya dan anteknya, tiran Syam. Amerika Serikat bekerja untuk menetralisir daerah-daerah damai (yang dalam kendalinya) dan melenyapkan daerah-daerah lain (yang tidak dalam kendalinya) seperti yang terjadi di beberapa daerah, dan yang masih segar dalam ingatan kita adalah apa yang terjadi di Darya dimana penduduknya diusir dan dievakuasi dari rumah-rumah mereka.
Dan yang pasti bahwa kaum kafir Barat tidak akan pernah memenuhi janji-janjinya dan komitmennya, khususnya bahwa gencatan senjata ini tidak termasuk daerah-daerah yang di dalamnya terdapat Jabhah Fath al-Syam (yang sebelumnya bernama Jabhah al-Nushrah), ini berarti pengecualian atas daerah-daerah yang dibebaskan, atau sebagian besarnya; artinya bahwa gencatan senjata ini secara sepihak untuk faksi-faksi saja yang membuat nyaman para algojo dan membawa sengsara bagi para korban. Untuk itu, rakyat Suriah harus menyadari akan bahaya yang mengancam dari gencatan senjata yang dipaksakan untuk revolusinya, bahwa genjatan senjata itu tidak akan pernah memberi mereka keamanan dan keselamatan, justru sebaliknya bahwa genjatan senjata itu untuk keselamatan musuh-musuh mereka, sementara mereka terus dibantai dan diusir. Sadarlah, bahwa genjatan senjata ini sepertinya membawa rahmat, namun realitasnya justru terus melanggengkan penderitaan dan pembunuhan, dengan kata lain bahwa genjatan senjata yang disepakati AS-Rusia ini bagaikan serigala berbulu domba. [Ahmad Abdul Wahab]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 17/9/201.