Kabut asap yang berasal dari pembakaran lahan dan hutan di Indonesia mungkin saja telah menyebabkan 100.000 kematian prematur tahun lalu.
Data yang dikeluarkan oleh para ahli di Universitas Harvard dan Columbia di Amerika Serikat menyebutkan bahwa lebih dari 90% dari kematian tersebut berada di Indonesia, sisanya terdapat di Malaysia dan Singapura.
Kajian yang akan diterbitkan di jurnal Environmental Research Letters tersebut menggunakan data satelit dan model komputer tentang efek kesehatan untuk menentukan probabilitas statistik kematian dini.
Dari sini didapat angka kematian 26.300 hingga 174.300 dengan angka rata-rata 100.300.
Kajian ini hanya melihat kematian di kalangan orang-orang dewasa, meski pada tahun 2015 muncul laporan-laporan tentang kematian balita akibat kabut asap yang berlangsung selama beberapa bulan.
Perhatian serius
Para pejabat Indonesia mengatakan ‘angka korban secara resmi’ akibat kabut asap adalah 19 orang, termasuk beberapa petugas pemadam kebakaran.
Namun BNPB mengatakan 43 juta orang terkena dampak kabut asap dan 500.000 orang mengalami infeksi pernafasan serius.
Kalangan akademisi dan pegiat lingkungan mengatakan ada beberapa pertanyaan yang bisa diajukan atas kajian Universitas Harvard dan Columbia, namun demikian kajian tersebut tetap harus ‘mendapatkan yang sangat serius’.
Yuyun Indradi, pegiat organisasi lingkungan Greenpeace, kepada kantor berita AFP mengatakan, kalau tak ada perubahan maka kabut asap akan terus saja menyebabkan dampak buruk dari tahun ke tahun.
Pemerintah Indonesia dinilai tak maksimal menangani masalah ini, namun menegaskan mereka meningkatkan upaya mengatasi kebakaran lahan dan hutan.
Data pusat meteorologi ASEAN menunjukkan setelah sempat naik pada awal September, jumlah titik api yang terpantau melalui satelit turun menjadi di bawah 20, jauh lebih sedikit dibandingkan tahun lalu. (bbc.com, 19/9/2016)