Kalau Tak Ada Tax Amnesty, Konglomerat Pengemplang Pajak Adalah Kriminal

tax amnestyGegara diberlakukan UU Tax Amnesty, sejumlah konglomerat yang sangat patut diduga sebagai pengemplang pajak,  tidak disebut kriminal malah dianggap sebagai pahlawan defisit APBN yang patut diundang makan malam bersama Presiden Jokowi dan Menteri Keungan Sri Mulyani.

“Bila tanpa UU Tax Amnesty, sebenarnya mereka yang tampak mengelilingi menteri keuangan adalah para pelaku kejahatan yang harusnya membayar denda yang bisa mencapai 200 % atau sanksi pidana dibidang perpajakan . Jadi sebenarnya mereka menurut Undang-Undang Pajak negara ini adalah para pelaku kriminal pajak!” tegas pengamat ekonomi Arim Nasim kepada mediaumat.com, Kamis (29/09/2016).

Berdasarkan UU Tax Amnesty, pengertian tax amnesty (pengampunan pajak)  itu adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, Tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan yang hanya membayar 2-10 persen dari yang seharusnya.

“Makanya sebenarnya UU Tax Amnesty itu adalah wujud persekongkolan jahat antara pemerintah dengan para kapitalis yang difasilitasi oleh anggota dewan!” ungkap Arim.

Anggota dewan yang dimaksud adalah mereka yang turut mengesahkan UU yang melegalkan tindakan krimanal para kapitalis yaitu penunggak pajak atau melarikan dana di luar negeri tapi bisa selamat bahkan seolah-olah seperti pahlawan dengan adanya tax amnesty.

“Karena itu, wajar kalau Muhammadiyah mengugat UU Tax Amensty karena sangat jelas bagi mereka yang sadar bahwa ini adalah ketidakadilan yang sangat nyata karena rakyat kecil selalu dipaksa bayar pajak sementara para kapitalis yang ngemplang bayar pajak dan melarikan dananya keluar negeri dapat pengampunan. Harusnya mereka itu dipidanakan!” pungkasnya.

Sebelumnya, Kantor Sekretarian Kepresidenan merilis foto Menteri Keuangan Sri Mulyani yang dikelilingi oleh para pengusaha besar di Indonesia di sela-sela makan malam antara Presiden Joko Widodo dengan para pengusaha tersebut, Kamis malam (22/9/2016).

Berikut keterangan foto tersebut. Robert Budi Hartono (paling kiri). Ia adalah pemilik industri rokok Grup Djarum; sektor keungan BCA; elektronik Polytron; properti Grand Indonesia Kempinski dan jaringan Hotel Padma. Majalah Forbes menaksir kekayaannya sekitar Rp 195 triliun). Chandra Lie (duduk, kedua dari kiri). Ia merupakan pemilik maskapai Sriwijaya Air. Forbes menaksir kekayaannya sekitar Rp 4,2 triliun.

Franky Widjaja (duduk, ketiga dari kiri). Franky merupakan generasi kedua Grup Sinarmas yang bergerak di bidang properti, perkebunan, perbankan, kertas, hingga telekomunikasi. Kekayaannya ditaksir sekitar Rp 130 triliun. Tahir (berdiri, berbatik biru). Ia pemilik Grup Mayapada yang merambah sektor keuangan, properti, rumah sakit, hingga media. Forbes menyebut kekayaannya sekitar Rp 28,6 triliun.

Murdaya Poo (berdiri, berbatik biru tua). Orang yang tak asing di dunia politik ini merupakan  pemilik Grup Central Cipta Murdaya. Kekayaannya ditaksir sekitar Rp 27 triliun. Peter Sondakh (duduk, membawa map biru). Pemilik Grup Rajawali yang merambah bidang properti, perkebunan, hingga media. Sebelumnya, dia juga pernah tercatat sebagai pemegang saham di PT Semen Gresik Tbk, PT Excelcommindo (XL) serta stasiun televisi RCTI. Ditaksir kekayaannya Rp 25 triliun. Anton Setiawan (berdiri, berbatik kuning). Pendiri Tunas Group, diler resmi Toyota, BMW, Daihatsu, Peugeot, Honda Motor dan Isuzu. Selain itu, Tunas juga menyediakan penyewaan kendaraan serta pembiayaan pembelian kendaraan. (mediaumat.com, 30/9/2016)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*