[Al-Islam No. 825-6 Muharram 1438 H-07 September 2016]
Belakangan masyarakat dikejutkan oleh kasus Dimas Kanjeng Taat Pribadi di Probolinggo. Sosok Dimas Kanjeng memikat ribuan orang dengan kemampuannya mengeluarkan perhiasan dan sejumlah mata uang dari berbagai negara. Bertumpuk-tumpuk uang bisa ia datangkan. Tidak aneh jika orang berbondong-bondong datang ke padepokannya untuk menjadi pengikutnya. Ada petani, aparat negara, militer hingga intelektual. Bahkan ketua yayasan padepokannya adalah Marwah Daud Ibrahim, seorang doktor lulusan Amerika sekaligus pengurus ICMI dan MUI. Di mata pengikutnya, apa yang dilakukan oleh Dimas Kanjeng adalah karomah bagi seorang waliyullah. Bahkan berbagai teori ilmilah modern dikeluarkan untuk membenarkan berbagai perbuatan sang guru besar.
Pimpinan padepokan dengan ribuan pengikut ini akhirnya ditangkap polisi setelah diduga terlibat dalam kasus penipuan dan perencanaan pembunuhan pengikutnya sendiri.
Karomah atau Sihir?
Dalam Islam, kejadian luar biasa yang bertentangan dengan keteraturan alam semesta (nizhâmul-wujûd) bisa dikategorikan dalam tiga: mukjizat, karomah atau sihir. Profesor Rawwas Qal’ahji dalam Mu’jam al-Lughah Fuqaha menjelaskan bahwa kejadian luar biasa seperti bulan terbelah, jika terjadi pada nabi, itu adalah mukjizat; jika terjadi pada orang shalih, itu adalah karomah; sedangkan jika terjadi pada orang jahat, itu adalah istidrâj.
Karena itu peristiwa bulan terbelah yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw., laut terbelah oleh pukulan tongkat Nabi Musa as., atau Nabi Ibrahim as. selamat dari proses pembakaran yang dilakukan oleh Raja Namrudz, adalah bagian dari mukjizat yang hanya Allah SWT berikan kepada para nabi dan rasul, tidak diberikan kepada umat manusia.
Adapun karomah hanya terjadi pada orang-orang shalih, seperti kemampuan Umar bin Khaththab ra. memberikan komando kepada pasukan kaum Muslim dari jarak jauh, atau pasukan yang dipimpin oleh Saad bin Abi Waqqash ra. yang mampu berjalan di atas Sungai Tigris. Semua itu adalah karomah yang Allah SWT berikan kepada hamba-hamba-Nya yang shalih. Di dalam hadis qudsi Allah SWT berfirman:
مَنْ عَادَى لِـيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْـحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَـيَّ مِمَّـا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَـيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِـيْ لَأُعِيْذَنَّهُ.
Siapa saja yang memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepada dia. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepada dirinya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintai dia. Jika Aku telah mencintai dia, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberi dia. Jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, Aku pasti melindungi dia.” (HR al-Bukhari).
Berdasarkan hadis di atas, yang berhak mendapatkan karomah atau pertolongan Allah SWT adalah mereka yang selalu mengerjakan perintah-perintah-Nya baik yang wajib maupun yang sunnah. Tak mungkin Allah SWT memberikan kemuliaan kepada seseorang yang justru kerap menelantarkan perintah dan larangan-Nya; menipu, membunuh orang tak bersalah serta memusuhi orang-orang yang berjuang menegakkan syariah-Nya.
Andaikata ada orang yang kerap berbuat maksiat tetapi mendapatkan sesuatu yang di luar kebiasaan semisal menghasilkan uang atau perhiasan dengan amat banyak secara tiba-tiba dari langit atau dari bumi, mampu berjalan di atas air, terbang di udara tanpa alat, maka menurut Profesor Rawwas Qal’ahji, itulah istidrâj.
Andai pelakunya melakukan hal itu dengan meminta bantuan jin maka perbuatannya termasuk sihir dan hukumnya haram. Dalam kitab Al-Mawsû’ah al-Fiqhiyyah dikatakan, setiap permohonan bantuan (istighotsah) yang dilakukan bukan kepada Allah SWT adalah terlarang; di antaranya adalah istghotsah kepada bangsa jin. Apalagi sebenarnya jin tidak memiliki kemampuan dan malah bisa menyesatkan manusia (Lihat: QS al-Jin [72]: 6).
Oleh karena itu, saat menyaksikan peristiwa yang menyalahi keteraturan alam semesta, semestinya kaum Muslim menimbang dulu hal tersebut dengan hukum syariah, apakah ini karomah atau istdijrâj dan sihir. Bukan langsung terkagum-kagum lalu dengan gelap mata membenarkan dan mengikuti ajarannya.
Sungguh tepat perkataan Imam Syafii, “Jika kalian melihat seseorang berjalan di atas air dan terbang di atas udara, janganlah kalian terpedaya hingga kalian menimbang perkaranya di atas al-Quran dan as-Sunnah.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/233, Maktabah Syamilah).
Haram Mempercayai Dukun atau Paranormal
Praktik perdukunan ala Dimas Kanjeng sebetulnya sudah sering terjadi di Tanah Air dan cukup marak. Banyak kalangan terbiasa menggunakan bantuan dukun/paranormal untuk berbagai kepentingan mereka. Di setiap Pilkada atau Pemilu tak sedikit caleg atau calon kepala daerah yang meminta bantuan jasa paranormal/dukun. Mereka mau melakukan apa saja seperti tirakat di sungai, di gua, memberi sesaji, dll asal hajat mereka terpenuhi. Padahal praktik-praktik seperti itu haram. Dalilnya adalah sabda Nabi saw.:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
Siapa saja yang mendatangi seorang peramal, lalu dia bertanya kepada dukun itu tentang suatu hal, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam (HR Muslim).
مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Siapa saja yang mendatangi seorang dukun atau peramal, lalu membenarkan apa yang dikatakan dukun atau paranormal itu, maka dia telah kafir terhadap apa (al-Quran) yang diturunkan kepada Muhammad saw. (HR Ahmad).
Akibat Sekularisme
Mengapa perdukunan dan fenomena paranormal terus berkembang padahal telah jelas keharamannya? Sebabnya berpangkal pada kerusakan akidah umat hari ini yang menganut sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Saat agama dipisahkan dari kehidupan dan tidak dijadikan landasan kehidupan, kaum Muslim banyak yang kehilangan pegangan hidup. Mereka tidak bisa lagi menimbang persoalan dengan benar, termasuk dalam perkara supranatural atau gaib. Mereka lebih mengikuti perasaan atau mencoba mengilmiahkan hal-hal gaib tersebut. Akibatnya, mereka mudah terjebak dalam budaya takhayul dan khurafat.
Padahal perkara gaib tak mungkin bisa dibahas secara rasional karena memang tak bisa diindera dan dijangkau akal. Semua perkara gaib membutuhkan penjelasan dari Allah SWT Yang Mahatahu perkara yang lahir maupun yang gaib. Justru ketika seseorang mencoba merasionalkan perkara gaib, ia sudah jatuh dalam kesesatan. Allah SWT berfirman:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ
Hanya di sisi Allahlah kunci-kunci perkara gaib. Tidak ada yang mengetahui perkara gaib kecuali Dia (QS al-An’am [6]: 59).
Sekularisme telah membuat kaum Muslim menjauh dari agama. Sayangnya, saat ini sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) justru dijadikan pegangan hidup. Kaum Muslim tidak menjadikan akidah Islam sebagai landasan masalah gaib maupun kehidupan dunia, sekaligus sebagai landasan pembuatan undang-undang. Akibatnya, takhayul dan khurafat kian menjadi serta diterima banyak kalangan, termasuk oleh mereka yang berpendidikan tinggi tetapi minim pengetahuan agamanya.
Keadaan bertambah parah karena negara tidak melindungi akidah umat Islam. Negara justru membiarkan praktik perdukunan dan paranormal berkembang. Malah profesi paranormal mendapat tempat istimewa di tengah-tengah masyarakat. Mereka diperlakukan bak selebritis dan kaya-raya. Banyak pengusaha, pejabat dan kaum intelektual lebih percaya kepada para dukun/paranormal ketimbang pada al-Quran dan as-Sunnah. Sungguh sebuah tragedi. Padahal menurut syariah Islam, tukang sihir harus diberi sanksi keras karena merusak akidah umat. Sabda Nabi saw.:
حَدُّ السَّاحِرِ ضَرْبَةٌ بِالسَّيْفِ
Hukuman bagi tukang sihir adalah dengan dipenggal lehernya dengan pedang (HR at-Tirmidzi).
Wahai kaum Muslim!
Inilah akibat Islam dicampakkan. Inilah akibat sekularisme yang terus bercokol di negeri ini sejak ditanamkan oleh kaum penjajah selama lama hingga hari ini.
Karena itu hendaknya kita kembali pada agama Allah SWT secara kâffah. Sesungguhnya Islam adalah agama yang agung, memuaskan akal, sesuai fitrah manusia dan menenteramkan hati. Namun, kesempurnaan dan kemuliaan Islam tak akan dapat dirasakan tanpa penegakkan syariah Islam dalam naungan Khilafah. Sungguh tak mungkin Islam dapat berdampingan dengan sekularisme. Sekularisme menciptakan kerusakan, menyuburkan takhayul dan khurafat; sedangkan Islam menebar rahmat bagi semesta alam. Saatnya kita mencampakkan sekularisme, lalu kita ganti dengan akidah dan syariah Islam. []
Komentar al-Islam:
Korban Kanjeng Dimas di Makassar Tertipu Sekitar Rp 200 M (Republika.co.id, 4/10).
- Begitulah akibat mempercayai dukun/paranormal; rugi dunia-akhirat. Di dunia rugi secara materi. Di akhirat akan diazab jika tak bertobat.
- Semua ini terjadi karena akidah umat yang dangkal sebagai akibat paham sekularisme, selain karena adanya pembiaran negara terhadap praktik-praktik perdukunan dan paranormal.
- Saatnya umat mencampakkan sekularisme, memahami akidah Islam secara benar serta merindukan hidup di bawah naungan syariah Islam secara kâffah.