Demi perusahaan milik Amerika Freeport dan Newmont tetap mengekspor konsentrat emas dan lainnya tanpa pemurnian, pemerintah akan kembali melanggar Undang-Undang Mineral dan Batubara.
“Ini merupakan bukti kesekian kalinya, pemerintah lebih tunduk pada kepentingan pengusaha dibandingkan untuk kepentingan ekonomi secara nasional,” tegas peneliti senior dari Core of Reform on Economics (CORE) Indonesia Muhammad Ishak kepada mediaumat.com, Rabu (05/10/2016).
Menurut Ishak, demi ketundukannya kepada pengusaha, pemerintah menjadi tidak konsisten dengan aturan yang sudah dibuatnya sendiri. Padahal UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba mewajibkan pelaku usaha untuk melakukan pemurnian empat tahun sejak aturan diundangkan yang berakhir pada Januari 2014.
Namun sejak masa tenggat tersebut berakhir, pemerintah tetap memberikan kelonggaran kepada sejumlah perusahaan tambang seperti PT Freeport dan PT Newmont Nusa Tenggara untuk terus melakukan ekspor. Untuk memuluskan hal itu, PP No. 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang diamandemen telah dilanggar hingga tiga kali.
Padahal di sisi lain, sebagian investor telah membangun smelter untuk mendapatkan izin ekspor. Meskipun di saat yang sama sejumlah perusahaan tambang raksasa seperti PT Freeport tidak mengalami kemajuan berarti dalam pembangunan smelter dan juga belum menyetor uang jaminan pembangunan smelter. Ini karena perusahaan tersebut belum mendapat jaminan kelanjutan investasi yang akan berakhir tahun 2021.
Sebelumnya, Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan memberikan kelonggaran waktu kepada perusahaan tambang seperti Freeport dalam membangun smelter. Keputusan Luhut tersebut menjadi pelanggaran yang keempat. (mediaumat.com, 6/10/2016)