Jubir MHTI, Iffah Ainur Rochmah: Keluarga Butuh Naungan Negara yang Kuat, Khilafah
HTI Press, Jakarta. Kerapuhan dan malapetaka tengah mengancam keluarga Indonesia. Hal ini bermuara pada tidak diterapkannya hukum-hukum Islam dan lunturnya nilai-nilai Islam dalam keluarga serta arus liberalisasi yang sistematis menimpa keluarga. Keluarga butuh negara yang kuat. Demikian ungkap Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Iffah Ainur Rochmah dalam Media Gathering bersama jurnalis muslimah di RM Bakoel Bebek, Warung Buncit, Jakarta pada Jumat (21/10/2016) lalu.
“Tidak cukup kita hanya mengharmonisasikan hubungan suami istri, memperbaiki faktor ekonomi atau kemudian mengetahui bagaimana cara memanfaatkan teknologi dan media. Tidak cukup hanya itu masalahnya, tapi kita harus tahu akar masalah sebenarnya,” terang Iffah.
Iffah melihat, akar masalah pertama kerapuhan keluarga hingga berujung perceraian jika dilihat secara individual karena ditinggalkannya nilai-nilai Islam dalam keluarga. Seperti sudah tidak ada pemahaman yang benar bagaimana membangun keluarga di atas pondasi ketakwaan, menjaga hak dan kewajiban masing-masing sesuai syariat Islam, serta menilai segala sesuatu sesuai halal dan haram sehingga berperilaku tidak bertentangan dengan hukum syariat.
“Ini akan menjadi kunci keluarga itu harmonis termasuk akan menciptakan komunikasi yang baik ketika laki-laki dan perempuan dalam keluarga tahu fungsi, tahu kewajiban, dan haknya masing-masing karena dalam pandangan Islam diperintahkan untuk bergaul dengan baik,” terang Iffah.
Akar persoalan kedua, lanjutnya, yaitu ruang lingkup sistem yang mempunyai kecendrungan untuk meliberalisasi keluarga di negeri ini. Liberalisasi menjadikan keluarga tidak punya pegangan agama untuk menata keluarganya. “Jika keluarga di negeri ini mayoritas Muslim, pegangan agama itu semestinya menjadi patokan,” katanya.
Upaya liberalisasi ini, kata dia, tidak hanya terjadi secara kebetulan atau dilakukan oleh oknum-oknum tertentu. Namun, ada upaya sistematis.
Untuk itu, nilai Iffah, pemerintah harus merevisi kebijakannya meratifikasi CEDAW (Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women). “Negara harus menghentikan ratifikasinya terhadap CEDAW karena sudah jelas berpotensi menghasilkan kerapuhan keluarga, liberalisasi telah menjadi nyawa dari konvesi global ini,” tegas Iffah.
Dalam pandangan MHTI, negara belum hadir secara nyata untuk melindungi keluarga Indonesia dari kerapuhan. Negara tidak berperan langsung untuk menyejahterakan individu warga negaranya. Negara tidak banyak terlibat dalam melindungi keluarga dari opini-opini media yang merusak dan kontra produktif untuk membentuk keluarga yang diharapkan.
Oleh karenanya, MHTI terus melakukan pembinaan terhadap individu masyarakat agar mempunyai kepribadian Islam. Melibatkan semua kalangan, tokoh-tokoh masyarakat dan pemangku kepentingan agar dapat bersinergi mengeliminir faktor-faktor pemicu keretakan dalam keluarga dan mengarahkan keluarga menjadi keluarga yang sesuai dengan tuntunan syariat.
Selain itu, kata Iffah, MHTI mendorong dan menuntut negara bisa berperan sesuai dengan syariat Islam. “Negara adalah penanggung jawab, sebagai perisai dari segala bentuk kerusakan untuk menghancurkan keutuhan keluarga,” tegasnya.
Terkait hal tersebut, MHTI mengelar Liqo Muharram Mubalighah (LMM) 1438 H di berbagai kota di Indonesia dengan mengangkat tema, “Peran Strategis Mubalighah dalam Menyelamatkan Keluarga dan Generasi”.
Menurutnya ini adalah salah satu wujud nyata MHTI menyampaikan kepada tokoh-tokoh masyarakat bahwa mereka mempunyai peran sangat besar untuk membangun keutuhan keluarga dan membuat negara bisa berfungsi sesuai tuntunan syariat Islam.
“Negara yang mampu melakukan fungsi besar tersebut hanyalah negara yang kuat. Negara itu adalah Negara Khilafah. Saatnya, kita wujudkan kehidupan lebih baik, membentuk keluarga tangguh di bawah naungan Khilafah,” pungkasnya.[] Novita M Noer