Kongres Mahasiswi Islam untuk Peradaban Jilid II Madura
HTI Press, Madura. Di tengah arus kapitalisme-sekulerisme yang semakin kuat menyeret kaum muslimin keluar dari rambu-rambu yang telah menjadi tuntunan agamanya. Menjadikan para pemuda tak terkecuali para intelektualnya telah dihancurkan identitas keislamannya. Kapitalisme telah membajak potensi demografi pemuda Islam hingga tidak menyadari adanya penjajahan kapitalisme di dunia Islam. Parahnya lagi kapitalisme telah mengaborsi benih-benih kebangkitan Islam.
Oleh karenanya, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Madura Raya menyelenggarakan acara Kongres Mahasiswi Islam untuk Peradaban Jilid II dengan tema “Reaktualisasi Peran Hakiki Intelektual Muda Islam dalam Mewujudkan Kembali Peradaban Islam”, pada Ahad (23/10/16) di Aula Ngudia Husada, Madura di Bangkalan dengan harapan dapat memberikan gambaran kepada para Intelektual muda bagaimana identitas intelektual muda muslim serta peran hakikinya dalam membangun peradaban Islam, di samping untuk menggugah kesadaran para mahasiswi untuk berjuang dengan Hizbut Tahrir menegakkan Khilafah.
Acara ini dihadiri oleh 130 peserta, melebihi kapasitas gedung yang cukup untuk 100 orang sehingga terpaksa dari beberapa peserta berdiri di belakang namun acara ini tetap berlangsung dengan lancar dan hikmat. Peserta ini adalah perwakilan dari STAIN Pamekasan, Politeknik Negeri Madura, Universitas Negeri Trunojoyo Madura, Akper Nazhatut Tullab, STKIP PGRI Bangkalan, Stikes Ngudia Husada Madura.
Dalam paparan materi pertama “Potensi dan Tantangan Khilafah Abad 21” oleh Ustazah drg. Kurniasari (DPD II MHTI Sampang) menyampaikan bahwa sejarah emas umat Islam berada di bawah naungan Khilafah Islamiyah berlangsung selama 13 abad. Peradaban Islam ini telah menjadikan kaum muslimin dan non-muslim mulia. Namun kegemilangan yang didapati kaum muslimin ini akhirnya runtuh di tahun 1924 atas skenario kafir penjajah Barat.
“Rasulullah saw., jauh sebelumnya telah mengingatkan kepada kita bahwa bahwa simpul-simpul Islam satu demi satu akan terurai dan yang pertama terurai adalah simpul kekuasaan,” jelasnya.
Hingga saat ini, lanjutnya, sudah 92 tahun sejak runtuhnya Khilafah Islamiyah menjadikan generasi muda Islam tidak lagi mengenal peradaban gemilang Khilafah Islamiyah, apalagi memperjuangkannya kembali.
Dikesempatan yang sama, Ustazah Zulaikah, MEI (DPD II MHTI Pamekasan) dalam materinya yang bertajuk “Reaktualisasi Peran hakiki Intelektual Muda Muslim sebagai pelopor penegakan Khilafah” memaparkan bahwa Khilafah adalah sistem yang shahih. Keinginan umat agar Khilafah hadir kembali dalam kehidupan sudah banyak bermunculan di mana-mana dan dilakukan dengan berbahai cara untuk membuahkan hasil.
Mulai dengan penerapan sistem demokrasi, usaha perbaikan sosial-ekonomi yang justru mengalihkan tugas negara sebagai pengayom rakyat, upaya perbaikan individu akibat kesalahan memaknai sebuah masyarakat, dengan people power, bahkan dengan cara kudeta. Semuanya mengalami kegagalan.
Menurut beliau, kunci keberhasilan perjuangan untuk merubah masyarakat adalah harus terdapat kelompok dakwah politik ideologis yang punya fikrah dan thoriqah yang jelas dan komprehensif, serta terbentuknya opini umum yang lahir dari kesadaran umum bahwa kapitalisme-sosialisme adalah rusak sedangkan Islam adalah sistem yang benar dan memberikan solusi atas persoalan umat. Dan tentu semua itu harus dapat dukungan dari pemilik kekuasaan riil di masyarakat yang memiliki kemampuan untuk memberikan pertolongan terhadap dakwah Islam.
“Untuk merealisasikan itu semua harus dilakukan langkah sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw., dengan melakukan pembinaan dan pengkaderan, perjuangan politik di tengah umat untuk membangun kesadaran umat hingga penerapan hukum Islam di tengah umat benar-benar tejadi,” jelasnya.
Lebih lanjut beliau menyampaikan, keberhasilan para pemuda Islam bukanlah ditunjukkan dengan wisuda dengan nilai cumlaude tapi mahasiswa yang mampu membela yang hak. Oleh karenanya dari forum ini beliau berharap para intelektual muda dapat menjadi pelopor perubahan.
Di akhir pemaparan kedua materi terdapat banyak tanggapan dari peserta berkaitan dengan langkah yang harus ditempuh mereka dalam upaya menjadi intelektual Muslim sejati. Kedua pemateri sepakat bahwa untuk menuju perubahan masyarakat harus ada perubahan pemahaman personal untuk mau membekali diri dengan mengkaji Islam secara rutin. Sebelum acara ini ditutup, penandatanganan nota kesepakatan yang dilakukan 15 peserta perwakilan dari berbagai sekolah tinggi yang hadir. Acara kongres ini diliput pula Radar Madura tanggal 24 Oktober 2016.[]