Mahasiswi Jogja Siap Berperan untuk Mewujudkan Kembali Peradaban Islam
HTI Press, Yogyakarta. Tidak kurang dari 500 mahasiswi muslimah yang berasal dari berbagai kampus di DIY memadati Balai Shinta Gedung Mandala Bhakti Wanitatama, menghadiri Kongres Mahasiswi Islam untuk Peradaban (KMIP) Jilid II yang dihelat oleh Lajnah Khusus Mahasiswi (LKM) Muslimah HTI pada Ahad (23/10/2016). Kongres yang mengusung tema “Reaktualisasi Peran Hakiki Intelektual Muda Islam dalam Mewujudkan Kembali Peradaban Islam” ini dilatarbelakangi oleh cita-cita mulia LKM untuk menyadarkan para mahasiswi tentang identitasnya sebagai intelektual muda muslimah yang selayaknya mengambil peran besar dalam upaya mewujudkan kembali peradaban Islam, bukan malah berperan sebagai penyokong kapitalisme.
Kongres yang berlangsung setengah hari ini menghadirkan dua pembicara yakni Aridhanyati Arifin., S.T., M.Cs. (Lajnah Khusus Intelektual MHTI, Dosen UII) dan Ermalinda Zebua., S.Si., M.MA (Aktivis MHTI).
Dalam paparannya, Aridhanyati mengingatkan para pemudi tentang berbagai upaya yang dilakukan Barat untuk mengaburkan identitas keislaman para pemuda dan pembajakan potensi besar pemuda dengan berbagai hal yang menyibukkan dan melenakan. Semua itu bermuara agar para pemuda tidak sempat berfikir tentang kebangkitan umat dan menegakkan kembali negaranya, yakni Khilafah Islam yang akan mencabut penjajahan kapitalisme Barat di dunia Islam.
Menyambung paparan tersebut, Ermalinda berupaya menuntun para pemudi bagaimana mencapai kebangkitan hakiki dan menegakkan Khilafah. Ermalinda juga menyebutkan beberapa metode yang salah dalam meraih kebangkitan yakni Demokrasi, perbaikan sosial ekonomi, people power, perbaikan moral individu serta kudeta. Menurutnya, metode kebangkitan yang benar dan tepat adalah metode yang telah ditempuh oleh Rasulullah Muhammad saw, yaitu dengan membangkitkan pemikiran umat yang ditempuh dengan melakukan pembinaan, dilanjutkan dengan berinteraksi dengan umat (dakwah), dan penerapan hukum–hukum Islam melalui Khilafah Islamiyah.
Dalam sesi Tanya Jawab, salah seorang peserta menanyakan tentang rasisme dalam Khilafah. Dengan tegas, Aridhanyati menjawab, “Kita tidak perlu terjebak pada rasisme karena itu hanyalah label yang disematkan oleh Barat untuk memberikan stigma negatif dan monterisasi Khilafah”.
Lebih lanjut, Aridhanyati menyebut Barat hipokrit, mereka menuduh Islam rasis dan diskriminatif tapi pada faktanya mereka sendirilah yang menghalangi Muslim dan muslimah dari akses pelayanan publik hanya karena menunjukkan identitas keislamannya seperti yang terjadi di Prancis dan Belanda. Sedangkan sejarah mencatat, dalam naungan Khilafah Islam semua ras, bangsa, dan agama bisa hidup berdampingan dengan damai dan sejahtera. “Jadi, sebenarnya siapa yang rasis dan diskriminatif?” tanyanya retoris.
Di akhir kongres, dilakukan penandatanganan Ikrar Intelektual Muda Muslimah, untuk kembali pada identitasnya sebagai muslimah dan siap mengambil peran dalam mewujudkan kembali peradaban Islam. []