MHTI Gelar Kajian Intelektual Muslimah di Kampus IPB

Pembicara

HTI Press, Bogor. Lajnah Khusus Intelektual (LKI) DPP Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia menggelar Kajian Intelektual Muslimah (KIM), Sabtu (29/10). Bertema “Menggugah Idealisme Intelektual Dalam Arus Knowledge Based Economy, Mengembalikan Peran Mulia Intelektual Muslim dengan Peradaban Islam”, acara yang menghadirkan intelektual dari kampus se-Jabodetabek, ini diselenggarakan di Wisma Tamu Landhuis, Kampus IPB Dramaga, Bogor.

Peserta

Peserta yang hadir sekira 70 orang. Mereka terdiri dari dosen, peneliti, serta mahasiswa pascasarjana (S2 dan S3). Mereka berasal dari beberapa kampus seperti IPB, UIKA Bogor, Univ. Pakuan Bogor, Poltekkes Bogor, Univ. Negeri Bogor, UIN Syarif Hidayatullah, PTIQ, dll.

Sebagai pembicara yaitu Ibu Febrianti Abassuni, M.Si, dosen Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah, dan Ibu Dr. Rini Syafrie, Koordinator Lajnah Mashlahiyah DPP MHTI. Dan sebagai moderator adalah Ibu Dr. Desniar, Tim Kontak Intelektual Kampus IPB.

Sambutan

Hadir sebagai perwakilan DPP Muslimah HTI, Ibu Rezkiana Rahmayanti, menyampaikan sambutan pembuka acara, turut mensuasanakan acara. Beliau memberikan pemisalan tanah terhadap kemuliaan ilmu. Beliau mengutip hadits “Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. Maka ada tanah yang baik, yang bisa menyerap air sehingga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Di antaranya juga ada tanah yang ajadib (tanah yang bisa menampung air, namun tidak bisa menyerap ke dalamnya), maka dengan genangan air tersebut Allah memberi manfaat untuk banyak orang, sehingga manusia dapat mengambil air minum dari tanah ini. Lalu manusia dapat memberi minum untuk hewan ternaknya, dan manusia dapat mengairi tanah pertaniannya. Jenis tanah ketiga adalah  tanah qi’an (tanah yang tidak bisa menampung dan tidak bisa menyerap air). Inilah permisalan orang yang memahami agama Allah, bermanfaat baginya ajaran yang Allah mengutusku untuk membawanya. Dia mengetahui ajaran Allah dan dia mengajarkan kepada orang lain. Dan demikianlah orang yang tidak mengangkat kepalanya terhadap wahyu, dia tidak mau menerima petunjuk yang Allah mengutusku untuk membawanya.” (Terjemahan hadist riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Musa dari Rasulullah saw).

Intelektual muslimah sudah ada sejak masa Rasulullaah saw. Mereka terdiri dari ratusan shahabiyah, yang diantaranya para ummul mukminin, ‘Aisyah ra, Hafshah ra, Ummu Salamah ra, Maimunah ra, dll. Pun di masa kekhilafahan selanjutnya. Yang menonjol diantaranya Fatimah al-Fihri yang mendirikan Universitas al-Qarawiyyin di Fez, Maroko, juga Maryam al-Asturlabi, penemu konsep alat kompas yang berperan penting dalam navigasi.

Mari kita lihat, mereka tidak hanya memiliki kemampuan intelektualitas, tapi juga sebagai ummun wa robbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga suaminya) dan ummu ajyal (ibu generasi). Mereka tidak hanya memiliki kemampuan di atas rata-rata, tapi juga ambil bagian dalam rangka beramal sholih dengan menjadi pengemban dakwah dan melakukan koreksi terhadap penguasa.

Peserta

Namun di abad 21 ini, abad yang disebut sebagai abad KBE Knowledge Based Economy (Ekonomi Berbasis Pengetahuan). Konsep ini dicanangkan negara-negara OECD (Organization for Economic Cooperation and Development ) tahun 1996 di Paris. Konsep ini makin diperkuat dan dimassifkan dalam forum ekonomi dunia di Davos 20-23 Januari 2016, yang mencanangkan bahwa dunia tengah memasuki era revolusi industri tahap empat.

Dimana, Indonesia sendiri mengadopsi konsep ini dalam RPJPN tahun 2005-2025. Sebagai kutipannya “Pengembangan iptek untuk ekonomi diarahkan pada peningkatan kualitas dan kemanfaatan iptek nasional dalam rangka mendukung daya saing secara global. Hal itu dilakukan melalui peningkatan, penguasaan, dan penerapan iptek secara luas dalam sistem produksi barang/jasa, pembangunan pusat-pusat keunggulan iptek, pengembangan lembaga penelitian yang handal, perwujudan sistem pengakuan terhadap hasil pertemuan dan hak atas kekayaan intelektual…”.

Pada tataran ini terlihat bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi telah kehilangan maknanya sebagai instrumen penting pewujud kesejahteraan masyarakat. Yang saat ini berubah menjadi komoditas bisnis untuk dikomersialisasikan.

Karenanya, MHTI sangat mengharapkan diskusi ini dapat menyadarkan kita semua akan peran mulia intelektual bagi umat. Semata agar potensi intelektual masa kini tidak dibajak oleh rakusnya sistem kapitalisme-liberal.

Sebagai bagian dari penyebaran dakwah, acara ini disiarkan secara langsung dengan Live Report dan Live Streaming di Fanpage MHTI, juga liputan tertulis yang dapat diakses di situs resmi MHTI.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*