Jubir HTI: Pluralisme Berdiri Di Atas Pondasi Yang Rapuh

IMG_20161031_043957_1477863676699Juru Bicara HTI, Muhammad Ismail Yusanto menyampaikan pandangannya tentang perspektif pluralitas dan pluralisme dalam Diskusi Seri Pembinaan Kerukunan Umat Beragama yang diselenggarakan oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Ciamis, pada Ahad, 30/10/2016 bertempat di Gedung Sudirman Ponpes Darussalam Ciamis.
“Pluralitas adalah suatu keadaan dimana di tengah masyarakat terdapat banyak ragam ras, suku, bangsa, bahasa dan agama. Ini adalah sebuah kenyataan masyarakat sebagai hasil dari proses-proses sosiologis, biologis dan historis yang telah berjalan selama ini. Jadi, mustahil menolak pluralitas”, jelas Ismail.

Ia pun menyampaikan bagaimana pluralitas ini bukan menjadi faktor destruktif, tapi seharusnya komplementatif dalam rangka membangun kehidupan yang damai dan tentram.

Sementara dalam perspektif pluralisme, ia memandang bahwa pluralisme agama itu sebuah paham yang menyatakan bahwa semua agama adalah sama. Agama apapun dalam pandangan paham ini hanyalah jalan yang berbeda untuk menuju titik kebenaran yang sama (other way to the same truth). Karena itu, tidak boleh ada klaim kebenaran atau ‘truth claim’ dari agama manapun bahwa agama itulah yang paling benar, dan juga tidak boleh ada klaim keselamatan (truth salvation) bahwa hanya bila memeluk agama itu saja umat manusia akan selamat dari siksa neraka. Dalam paham ini agama yang ada hanya jalan yang berbeda menuju titik kebenaran yang sama, maka semua agama pasti akan mengantarkan pemeluknya menuju surga.

Menurut Ismail, paham ini sangat tidak sesuai dengan watak agama. “Bagaimana mungkin, seseorang yang memeluk agama tidak boleh mengakui bahwa agamanya benar. Jika begitu untuk apa seseorang beragama?”, tanya Ismail.

“Jadi, sesungguhnya pluralisme berdiri di atas pondasi yang sangat rapuh. Jika ingin menciptakan kerukunan antar umat beragama, jangan memunculkan paham yang menimbulkan ketidakrukunan”, pungkas Ismail.

Maka, Ia pun menyimpulkan bahwa pluralitas dalam arti keragaman ras, suku, agama, bangsa, bahasa dan agama harus diterima. Sedangkan pluralisme, apalagi pluralisme agama harus ditolak karena bertentangan dengan prinsip-prinsip aqidah Islam.

Mengenai kerukunan antar umat beragama, Ismail pun berpendapat bahwa ideologi kapitalisme lah yang telah mengeksploitasi agama. Berbagai konflik ketidakrukunan antar umat beragama lebih disebabkan oleh kepentingan ekonomi dan politik.

Menurutnya, kita harus menciptakan sebuah supra struktur sistem yang mampu menciptakan kerukunan. “Islam dalam sejarahnya itu plural, tapi Islam mampu menaungi keberagaman yang ada”, terangnya.

Dalam realitas historis, kejayaan Islam pada masa Andalusia Spanyol telah menorehkan tinta emas yang mencerminkan kehidupan kerukunan beragama yang harmonis. Sistem Islam inilah yang sejatinya menjadi pilihan dalam mewujudkan kehidupan kerukunan umat beragama yang baik. (banjarkota.com, 31/10/2016)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*