Oleh : Taufik Setia Permana (Aktivis Mahasiswa)
“Ulama mukhlis tentu tidak rela menjadi kendaraan, pendukung dan alat pembersih kotoran para penguasa pengkhianat. Keberadaan dan ilmu ulama, hanyalah untuk menolong kebenaran, mencegah kebatilan, memerintahkan kemakrufan, dan mencegah kemunkaran, serta mengoreksi para penguasa” Umar Syarifudin, Pengasuh Majlis Taklim al Ukhuwah Kediri.
Seluruh kaum muslim tentu tidak rela apabila agamanya direndahkan, al Qur’an dilecehkan. Penistaan agama tidak bisa dianggap remeh. Melecehkan satu ayat brarti melecehkan seluruh al qur’an, melecehkan satu al qur’an brarti sama dengan menghina Allah dan Rosulnya. Umat Islam pasti marah.
Aksi 4 November menunjukkan begitu besarnya keinginan masyarakat muslim yang melaksanakan aksi maupun yang tidak hadir, untuk menuntut Ahok yang dinilai Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menistakan Al-Quran ke pengadilan secepatnya. Hendaknya para ulama agar tidak berhenti menyuarakan aspirasi umat Islam tersebut.
Pernyataan Ahok ini jelas-jelas merupakan pelecehan dan penghinaan terhadap keagungan dan kesucian al Quran. Al Quran adalah wahyu Allah SWT yang pasti benar dan pasti akan menuntun manusia kepada petunjuk dan jalan kebaikan. Dan menyampaikan kebenaran al Quran, khususnya ayat 51 dari surah Al Maidah, sebagai dasar haramnya memilih pemimpin kafir adalah dakwah, yang sangat diperlukan agar setiap muslim bisa memilih jalannya dengan benar sesuai tuntunan agama. Bagaimana bisa perbuatan mulia seperti ini, dikatakan oleh Ahok sebagai pembodohan?
Siapapun yang menistakan Islam wajib diadili. Kasus Ahok mengonfirmasi fakta hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah. Pemerintah selalu berbelit-belit untuk memproses ahok di pengadilan. Hal ini semakin memahamkan rakyat bahwa Ahok sedang dilindungi oleh kebijakan, kekuatan, dan para elit. Semakin pemerintah banyak alasan semakin meyakinkan kita bahwa ahok adalah anak emas disistem yang bobrok ini.
Inilah sistem demokrasi yang dibuat bukan untuk kepentingan umat ini, namun dibuat untuk kepentingan para pemilik modal. Mereka mencoba menghalangi kaum muslimin untuk menegakkan syariat islam. Apapun caranya mereka akan mencoba untuk memadamkan cahaya agama ini, namun cahaya agama ini makin benderang.
Permasalahan tersebut menjadikan kita dapat mengambil sebuah hikmah. Umat ini harus bersatu padu. Sudah saatnya ulama dan seluruh kaum muslimin bersatu menyuarakan Islam sebagai solusi dari berbagai permasalahan yang melanda negeri ini. Kasus seperti Ahok tetap akan ada apabila kita masih percaya dengan jalan Demokrasi, padahal dengan demokrasi kapitalislah biang konflik SARA.
Penistaan kepada Islam dan umatnya selalu marak di negeri demokrasi. Demokrasi merupakan sistem yang rusak dan memproduksi banyak kerusakan. Demokrasi rusak terutama karena pilar utamanya adalah paham kebebasan. Kebebasan inilah yang melahirkan banyak kerusakan di segala bidang; moral, pemerintahan, hukum, ekonomi, dll. Dengan dalih demokrasi dan kebebasan, pornografi, pornoaksi, seks bebas, zina asal suka sama suka, aborsi, peredaran miras, dll tidak bisa diberantas tuntas. Di bidang pemerintahan, korupsi juga menonjol dalam sistem demokrasi. Kebebasan kepemilikan melahirkan sistem ekonomi kapitalisme liberalisme yang membolehkan individu menguasai dan memiliki apa saja termasuk harta milik umum. Kebebasan berpendapat melahirkan keliaran dalam berpendapat sehingga menistakan agama, mencela Rasul SAW, dan menyebarkan kecabulan dan berbagai kerusakan. Kebebasan beragama membuat agama tidak lagi prinsip, orang dengan mudah bisa menodai kesucian agama, mengaku nabi, dsb.
Demokrasi sesungguhnya khas barat dan muncul untuk menyelesaikan problem penindasan atas nama gereja di barat. Itu tidak dialami oleh umat Islam sehingga umat Islam tidak butuh demokrasi. Selain itu demokrasi nyata-nyata sistem yang gagal, rusak dan merusak. Semua itu wajar saja sebab demokrasi adalah sistem buatan manusia yaitu sistem jahiliyah. Karena itu sistem demokrasi itu harus segera ditinggalkan dan dicampakkan. Mari tegakkan Syariah Islam.[]