Khilafah Kunci untuk Menyelamatkan Perempuan dan Anak dari Kekerasan
HTI Press, Yogyakarta. Angka kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak yang semakin memprihatinkan membuat Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) DPD I Yogyakarta merasa terpanggil untuk memberikan solusi berdasarkan ideologi Islam. Tawaran solusi tersebut disampaikan dalam Diskusi Interaktif Terbatas Tokoh yang digagas MHTI dengan tajuk “Menggagas Solusi Ideal Penyelesaian persoalan Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan” pada Ahad (6/11/2016) di Ruang Diskusi Hotel Musafira Jalan Surokarsan 15, Yogyakarta.
Tampak hadir dalam forum tersebut sejumlah tokoh perempuan berpengaruh di Yogyakarta, antara lain Waty Marliawati., S.H., M.Kes (Kepala Bidang Perlindungan Hak-Hak Perempuan dan Anak BPPM DIY), Dra. Hj. Retno Anggraini., M.Si (Psikolog, Dosen UNISSULA Semarang), Endang Ipsiani., S.H. (Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi DIY), Zaizatun Hidayati., S.H., Kus Kasriati (Dinas Pariwisata DIY), dll.
Waty Marliawati mengungkapkan data yang diperoleh BPPM DIY tentang tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di DIY serta upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan yang telah pihaknya lakukan. Namun, ternyata belum cukup efektif untuk menekan angka kekerasa terhadap perempuan dan anak, salah satunya KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
Sedangkan Retno Anggraini menyatakan bahwa KDRT tidak hanya dilakukan oleh suami terhadap istri dan anak-anaknya tetapi bisa juga dilakukan oleh ibu kepada anak-anaknya, istri kepada suami bahkan kepada mertua. Menurutnya, isu kesetaraan gender justru seringkali menjadi penyebab KDRT karena membuat beban perempuan semakin berat baik secara fisik maupun psikis.
Meskipun terjadi dalam rumah tangga, KDRT dapat berdampak luas merusak kesejahteraan anak, prestasi akademik, keamanan, hingga stabilitas hidup masyarakat. Perlu diwaspadai pula bahwa korban KDRT berpotensi menjadi pelaku kekerasan dikemudian hari karena perilaku KDRT merusak mental, emosional, kesehatan, bahkan kemampuan akademik.
Sementara itu, Endang Ipsiani sebagai hakim tinggi mengakui bahwa hukum yang diterapkan di Indonesia saat ini tidak pas, banyak celah ketidakadilan dan ada kecenderungan seorang pelaku kejahatan pemula setelah selesai menjalani masa hukuman justru menjadi semakin ahli dalam melakukan kejahatan.
Lebih lanjut, Endang menyerukan seharusnya Indonesia menerapkan hukum Allah untuk menyelesaikan berbagai bentuk kekerasan dan kriminalitas.
Menanggapi kegelisahan para tokoh tersebut, Meti Astuti., S.EI., Akt. (Aktivis MHTI, Dosen STIE HAMFARA) menyatakan bahwa penyebab utama terjadinya kekerasan yang menimpa perempuan dan anak adalan negara yang salah menerapkan sistem. Seperti sistem ekonomi yang gagal membuat para laki-laki mendapatkan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga memaksa perempuan untuk turut bekerja membantu laki-laki kemudian memicu terjadinya KDRT seperti yang diungkapkan Retno Anggraini. Sistem Pendidikan yang berorientasi pada pasar dan gagal membentuk kepribadian yang utuh. Juga sistem hukum yang tidak bersumber dari al-Quran dan Sunnah tetapi bersumber pada akal manusia yang terbatas seperti yang dikeluhkan Endang Ispriani.
Menutup sesi diskusi, Reni Dwi Astuti., M.T. (Aktivis MHTI, Dosen Fakultas Teknik Universitas Ahmad Dahlan) menyatakan bahwa untuk menyelesaikan permasalahan ini dan menyelamatkan generasi, kita harus merujuk pada syariat Islam yakni dengan mewujudkan kembali Khilafah Islam yang akan mengembalikan fungsi negara sebagai junnah (pelindung) bagi rakyatnya. []