Cilacap Darurat Perceraian, MHTI: Mari kembali pada tatanan kehidupan Islam
HTI Press. Cilacap. Angka perceraian di Cilacap tahun 2016 semakin memprihatinkan. Bahkan begitu maraknya hingga dapat mengancam setiap keluarga. Melihat hal tsb harus ada upaya menyadarkan masyarakat tetang apa yang menjadi faktor utama masalah tersebut. Untuk itu, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) DPD II Cilacap mengadakan Pengajian Keluarga Sakinah dengan tema “Selamatkan Keluarga Muslim Cilacap dari Perceraian” yang dihadiri lebih dari 60 muslimah dari berbagai kecamatan.
Tampil sebagai pembicara, Karnia Widiasih (Ketua Lajnah Fa’aliyah MHTI DPD II Cilacap), menyampaikan data yang tercatat di Pengadilan Agama Cilacap (Juli 2016) angka perceraian kian meningkat dari tahun ke tahun. Dari banyaknya angka gugat cerai, mayoritas terjadi akibat faktor ekonomi.
Tercatat, Kabupaten Cilacap merupakan daerah pengirim Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terbanyak di Jawa Tengah pada tahun 2015 yang didominasi oleh tenaga kerja wanita. Banyaknya wanita sebagai tenaga kerja ini, menjadi pemicu utama terabaikannya hak asuh anak dan juga merapuhnya bangunan sebuah keluarga.
Menurut Karnia, maraknya perceraian dan rentannya bangunan keluarga Muslim sebenarnya merupakan akibat dari penerapan kehidupan sekuler kapitalistik di tengah kehidupan saat ini. Sekulerisme telah menjadikan kaum perempuan meninggalkan kewajiban mereka sebagai ummun wa rabbatul bayt (ibu dan pengatur rumah tangga).
Sedangkan kapitalisme telah mempengaruhi kaum perempuan untuk mengejar materi bahkan mereka telah dijadikan sebagai mesin ekonomi yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi negeri ini. Pada saat yang sama mereka meninggalkan peran pentingnya dalam mencetak generasi dan pembangun keluarga sakinah.
Karenanya, upaya logis untuk menyelesaikan persoalan ini tidak lain adalah dengan mengembalikan tatanan kehidupan Islam sebagai pengatur dan penyelesai terhadap masalah perempuan di Cilacap.
Sebagai kontribusi nyata terhadap persoalan bangsa, MHTI DPD II Cilacap menyerukan semua pihak, pertama, agar berupaya serius untuk mengeluarkan keluarga Indonesia dari berbagai persoalannya dengan mewujudkan sistem politik shahih yang bersumber dari syariat Islam untuk menggantikan sistem sekuler kapitalis dengan Islam.
Kedua, menyadari bahwa upaya pemberdayaan perempuan dengan menjadikan perempuan sebagai mesin ekonomi sejatinya telah menjadikan kerusakan bagi keluarga dan tatanan hidup masyarakat. Sehingga pemerintah seharusnya menempatkan perempuan sesuai degan fitrahnya dan mempersiapkan lapangan pekerjaan lebih kepada laki-laki sehingga peran fungsi masing-masing bisa berjalan sebagaimana mestinya. Pemerintah tidak seharusnya justru mengambil keuntungan akan kerusakan yang ditimbulkan dari kerusakan keluarga muslim.
Ketiga, kata Karnia, bersama-sama membina keluarga yang taat syariat sehingga problem kemiskinan tidak akan menjerumuskan pada kemaksiatan, perceraian, dan terus berjuang mewujudkan penerapan syariah Islam oleh institusi Khilafah. Dan keempat, menyeru kepada seluruh umat Islam untuk ikut memperjuangkan penerapan syariat Islam hingga Khilafah akhirnya menjadi solusi atas lemahnya tatanan aturan politik dalam sistem kapitalis demokrasi hari ini.[]