Asma Amnina: Upaya Negara Membangun Kembali Ketahanan Keluarga Ibarat Api Jauh dari Panggang, Tidak Menyentuh Akar Persoalan
HTI Press, Jakarta. Upaya negara untuk membangun kembali ketahanan keluarga Indonesia ibarat api jauh dari panggang. Upaya-upaya yang dilakukan tidak menyentuh akar persoalan.
“Sepintas nampak manis, namun jika ditelaah lebih mendalam sama sekali tidak menyentuh akar persoalan,” ungkap Asma Amnina, Ketua Lajnah Khusus Ustadzah dan Muballighah (LKUM) Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) kepada HTI Press, Ahad (13/11) melalui surat elektronik.
Tercatat, Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat perceraian yang tinggi. Lebih miris lagi 70% perceraian terjadi bukan sebab talak, akan tetapi karena gugat dari pihak istri dengan faktor ekonomi sebagai pemicu utama. Berbagai upaya penyelamatan dilakukan oleh banyak pihak, termasuk negara melalui Kementrian Agama.
Asma melihat, program yang digulirkan pemerintah lebih fokus pada perbaikan individual. Di antaranya mamahami hak dan kewajiban suami-istri, kesehatan reproduksi, pembinaan ekonomi keluarga, yang diharapkan hal ini akan mendorong upaya kemandirian keluarga serta meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
“Rusaknya keluarga sebenarnya bukan sekedar karena persoalan individual anggota keluarga. Rusaknya keluarga juga bukan semata-mata karena anggota keluarga tidak memahami dan menjalankan tugas-tugasnya dengan baik,” kata Asma.
Asma pun memberikan contoh bagaimana peran ibu sebagai pendidik pertama anak-anak saat ini semakin hilang. “Tentu bukan semata-mata ibu tidak memahami adanya kewajiban mendidik anak-anaknya. Harus diakui, banyak ibu bekerja hingga melalaikan kewajiban mendidik anak karena keluarga terbelit kemiskinan,” paparnya.
Demikian pula dengan banyaknya anak yang bermasalah, tentu bukan semata-mata karena orang tuanya tidak menjaga dan melindungi anak-anaknya di rumah. “Namun, kondisi sistemlah (kehidupan di luar rumah, lingkungan, pengaruh media, red.) yang mengancam dan memaksa anak-anak terjerumus dalam berbagai persoalan sosial,” jelasnya
Jika ditelaah secara mendalam, kata Asma, setidaknya ada dua masalah yang menojol yang memicu munculnya beragam persoalan dalam keluarga, yakni kemiskinan struktural dan rusaknya tatanan sosial. “Kedua hal tersebut ada disebabkan karena negeri ini menerapkan sistem (tata kelola) demokrasi, sebuah tatanan bernegara yang berasal dari Barat,” ungkapnya.
Demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan, seperti kebebasan ekonomi yang menjadikan para pemilik modal berkuasa atas aset-aset ekonomi rakyat dan negara hingga menimbulkan kesenjangan ekonomi yang luar biasa, sebagian besar rakyat jatuh dalam kemiskinan. Kebebasan berperilaku hingga terwujud masyarakat sakit, tidak bermoral dan liar, serta kebebasan berpendapat dan keyakinan.
Asma menyebut, nilai-nilai inilah yang memberi imbas secara langsung pada dua kondisi tersebut hingga menyeret keluarga di titik kerusakan yang paling parah. “Sistem demokrasilah yang menjadi sebab utama hancurnya institusi keluarga,” tegasnya.
Sejatinya problem keluarga adalah problem sistemik bukan sekedar individual keluarga. “Solusinya pun harus berupa solusi sistemik, bukan solusi individual. Mencabut dan menghancurkan biang kerusakan keluarga yaitu demokrasi dan kembali kepada Islam,” pungkasnya.[] Novita M Noer