Ustad, apa hukumnya wanita Muslimah ikut demonstrasi? (Felix Y. Siauw)
Jawab :
Demonstrasi (muzhaharat) adalah penyampaian pendapat atau perasaan di hadapan publik secara berjamaah baik kepada penguasa, partai politik, maupun kepada pihak-pihak lainnya. (Abdurrahman Sa’ad Al Syatsri, Al Muzhaharat fi Mizan Al Syari’ah Al Islamiyyah, hlm. 6; Muhyiddin Al Qarahdaghi, At Ta`shil Al Syar’i Li Al Al Muzhaharat As Silmiyyah, hlm. 3).
Kami akan jelaskan dulu hukum demonstrasi secara umum, baru hukum demonstrasi bagi wanita Muslimah. Mengenai hukum demonstrasi secara umum, ada dua pendapat ulama kontemporer. Pertama, mengharamkan, misalnya pendapat Nashiruddin Al Albani, Abdurrahman bin Sa’ad Al Syatsri, Abdul Aziz bin Abdullah Ar Rajihi, Abdul Aziz bin Baz, dan Shalih Al Fauzan. Demonstrasi diharamkan antara lain karena dianggap memberontak kepada penguasa (al khuruuj ‘ala waliy al amr) dan banyak menimbulkan berbagai penyimpangan syariah seperti ikhtilat (campur baur pria dan wanita) dan berbagai mudharat (seperti perusakan fasilitas publik).
Kedua, membolehkan dengan syarat-syarat tertentu. Misalnya pendapat Yusuf Qaradhawi, Ziyad Ghazzal, M. Abdullah Al Mas’ari, dan Muhyiddn Al Qarahdaghi. Mereka membolehkan demonstrasi karena dianggap sebagai cara (uslub) dalam amar ma’ruf nahi munkar atau menyampaikan nasehat kepada penguasa, dengan syarat-syarat tertentu misalnya tujuan demonstrasi harus sesuai syariah, dan tidak disertai hal-hal yang diharamkan seperti ikhtilat dan menggunakan kekerasan/senjata. (Lihat Abdurrahman bin Sa’ad Al Syatsri, Al Muzhaharat fi Mizan Al Syari’ah Al Islamiyyah, hlm. 14-47; Ziyad Ghazal, Masyru’ Qanun Al Ahzab fi Ad Dawlah Al Islamiyyah, hlm.15-27; M. Abdulah Al Mas’ari, Muhasabah Al Hukkam, hlm. 39-59; Muhyiddin Al Qarahdaghi, At Ta`shil Al Syar’i Li Al Al Muzhaharat As Silmiyyah, hlm.5-19).
Pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat yang membolehkan demonstrasi dengan syarat-syarat tertentu. Karena bolehnya demonstrasi sesungguhnya sudah tercakup dalam dalil-dalil umum yang mensyariatkan amar ma’ruf nahi munkar atau menyampaikan nasihat kepada penguasa. (M. Abdulah Al Mas’ari, Muhasabah Al Hukkam, hlm. 5).
Namun bolehnya demonstrasi tersebut wajib dibatasi dengan tiga syarat agar tidak terjadi penyimpangan syariah; (1) tujuan demonstrasi wajib sesuai dengan syariah, misal mengajak penguasa menerapkan syariah. Dalil syarat ini kaidah fiqih “Al Wasa`il tattabi’u al maqashid fi ahkamihaa”. (Segala jalan/perantaraan itu hukumnya mengikuti hukum tujuan). (M. Shidqi Al Burnu, Mausu’ah Al Qawa’id Al Fiqhiyah, Juz XII, hlm. 99). (2) demonstrasi wajib dilaksanakan secara damai, yakni tidak menggunakan kekerasan/senjata. Dalilnya larangan Nabi SAW untuk menggunakan senjata dalam menasihati penguasa,”Barangsiapa yang menghunus senjata atas kami maka dia bukan golongan kami.” (man hamala ‘alayna as silah falaysa minna). (HR Bukhari 6480 & Muslim 161). (3) demonstrasi tidak boleh disertai segala hal-hal yang diharamkan syariah, misalnya merusak fasilitas publik, ikhtilat, dan tabarruj. Dalilnya dalil-dalil umum yang melarang melakukan segala hal yang diharamkan.
Hukum demonstrasi untuk wanita Muslimah adalah boleh, mengikuti hukum bolehnya demonstrasi secara umum tersebut. Hanya saja, ditambah empat syarat lagi; (1) diizinkan oleh suami (atau ayah bagi yang belum nikah) (lihat QS An Nisaa`: 34); (2) mengenakan busana Muslimah yang sempurna (jilbab dan khimar/kerudung) (lihat QS An Nuur: 31 & Al Ahzab: 59); (3) tidak tabarruj (misalnya mengenakan baju yang ketat) (lihat QS An Nuur: 60); (4) tidak mengeluarkan suara tak pantas yang dapat membangkitkan syahwat (lihat QS Al Ahzab: 32). Wallahu a’lam.[] M Shiddiq al Jawi
Sumber: Tabloid Mediaumat edisi 184