Peran Negara Menangkal ‘Bom’ Liberalisasi Keluarga

Liberalisme keluarga

Oleh: Emma Lucya Fitrianty, S.Si (Aktivis Muslimah HTI)

Allah SWT berfirman:
“Orang-orang kafir tidak henti-hentinya berusaha memerangi kalian hingga mereka berhasil mengeluarkan kalian dari agama kalian jika saja mereka mampu” (TQS Al Baqarah [2]: 217)

Pondasi keluarga Muslim pada umumnya saat ini sudah dihancurkan oleh kafir Barat. Keluarga sebagai benteng pertahanan terakhir akidah umat sudah diporak-porandakan sedemikian rupa dengan banjir arus ide-ide sekuler, hedonisme, dan liberalisme. Padahal institusi terkecil inilah yang menjaga sisa-sisa hukum Islam terkait individu dan keluarga, setelah peran negara sebagai pilar utama (sokoguru) dimandulkan secara sengaja.

Sisa-sisa hukum Islam oleh keluarga-keluarga Muslim ini sebenarnya masih menyimpan potensi besar dalam melahirkan generasi-generasi pejuang yang menjadi harapan umat di masa depan. Potensi inilah yang ditakutkan oleh Barat. Sosok Muslim militan yang siap menghancurkan hegemoni mereka atas dunia bisa lahir dari keluarga-keluarga Muslim ini.

Itulah kenapa, mereka sungguh-sungguh berupaya menghancurkan keluarga Muslim dengan segala cara. Di antaranya, dengan berupaya menjauhkan para muslimah dari cita-cita menjadi ibu atau dari penyempurnaan peran ibu. Secara sistem, diciptakanlah kemiskinan struktural melalui penerapan sistem ekonomi liberal yang memaksa para ibu bekerja untuk menutupi kebutuhan keluarga dan karenanya peran ibu tidak bisa maksimal. Selain itu, mereka racuni benak para muslimah dengan berbagai pemikiran yang merusak semisal ide emansipasi, kebebasan, keadilan dan kesetaraan gender, sehingga para muslimah lebih tertarik mengaktualisasikan diri di ranah publik dan pada saat yang sama merasa rendah diri akan peran-peran domestik mereka. Dampak lanjutannya, lahir generasi tanpa bimbingan dan pengasuhan maksimal para ibu.

Terwujudnya keluarga ideal atau  keluarga islami tentu merupakan dambaan dan cita-cita setiap orang. Sayangnya, upaya untuk mewujudkan keluarga ideal semacam ini bukan sesuatu yang mudah. Sistem sekuler yang mengungkung keluarga Muslim serta adanya benturan-benturan nilai akibat berkembangnya pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam membuat upaya tersebut semakin sulit dilakukan. Jarang ditemui keluarga Muslim yang benar-benar bisa menegakkan nilai-nilai Islam. Keluarga Muslim bahkan ikut terjebak pada kehidupan yang materialistis dan individualis. Tak sedikit pula keluarga Muslim yang turut goyah bahkan terguncang, hingga angka perceraian dan trend single parent terus meningkat. Dampaknya bisa ditebak. Kenakalan anak dan remaja juga menjadi potret buram umat Islam saat ini yang tentu saja akan menjadi ancaman serius bagi nasib umat Islam di masa depan.

Setidaknya ada dua faktor penyebab kenapa kondisi di atas bisa terjadi. Pertama, faktor internal umat Islam yang lemah secara akidah sehingga tidak memiliki visi-misi hidup yang jelas. Hal ini diperparah dengan lemahnya fungsi negara sebagai tiang/pilar utama (soko guru) dalam menjaga akidah umat.

Kedua, faktor eksternal, adanya upaya konspirasi asing untuk menghancurkan umat Islam dan keluarga Muslim melalui serangan berbagai pemikiran yang rusak dan merusak, terutama liberalisme yang menawarkan kebebasan individu, baik dalam berpendapat, berperilaku, beragama maupun dalam kepemilikan. Paham ini secara langsung telah mengeliminir peran agama dari pengaturan kehidupan manusia, termasuk yang terkait dengan relasi antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga. Hukum-hukum Islam dipropagandakan oleh musuh-musuh Islam sebagai aturan-aturan yang kolot, anti kemajuan, eksklusif, dan, bias gender.

Hingga saat ini musuh-musuh Islam terus berjuang untuk menjadikan akidah sekuler yang mereka yakini menjadi akidah yang juga diyakini umat Islam dan keluarga-keluarga kaum muslimin. Gerakan mereka bahkan melintasi batas-batas negara dan menjadi agenda bersama jaringan feminisme internasional. Gerakan ini diwujudkan -antara lain- dalam bentuk penyelenggaraan kongres-kongres berskala internasional. Jika kita meneliti lebih jauh ide-ide liberalisme yang mewabah saat ini, tampak dengan jelas kehancuran yang ditimbulkannya. Seks bebas, homoseksualitas/lesbianisme, aborsi, dan single parent telah menjadi budaya modern yang diadopsi oleh banyak orang. Dapat kita bayangkan, bom liberalisasi adalah bom yang bisa menghancurkan masa depan umat manusia.

Konspirasi Barat dalam mempropagandakan liberalisme sudah masuk pada tataran individu dan keluarga. Media cetak, elektronik, dan maupun audio visual dengan efektif dimanfaatkan untuk mempromosikan budaya liberal kepada masyarakat. Tanpa dipaksa, masyarakat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai gaya hidup modern.

Negara-negara Barat tentu tidak merasa perlu menyeru masyarakat Muslim untuk murtad dari Islam, karena ini pasti akan ditentang habis-habisan oleh umat Islam. Cukuplah mereka mengajak kaum Muslim untuk mengikuti budaya yang mereka produksi lalu sejengkal demi sejengkal umat Islam meninggalkan aturan agamanya dengan sukarela.

Ini adalah bahaya yang harus segera disadari dan dilawan oleh seluruh umat Islam. Sebab, kerusakan liberalisme telah demikian nyata sehingga tidak boleh diberi tempat sedikitpun dalam tubuh umat Islam. Kaum Muslim harus sadar untuk senantiasa terikat dengan syariat Islam. Hanya syariat islamlah -yang berlandaskan pada petunjuk Allah- yang akan mampu mengembalikan umat manusia ke derajat kemuliaannya.

Menyelamatkan Umat dari Liberalisasi Keluarga

Ada dua hal mendesak yang perlu terus-menerus kita upayakan untuk membentengi keluarga dari dampak semakin meluasnya bahaya liberalisasi keluarga. Pertama, pengokohan fungsi keluarga Muslim. Ini mutlak harus kita upayakan setiap saat agar terwujud keluarga-keluarga yang tegak atas dasar ketaatan kepada Allah. Menjadikan syariat Islam sebagai standar sehingga setiap keluarga Muslim mampu berfungsi sebagai masjid, madrasah, rumah sakit, benteng pelindung, dan kamp perjuangan yang siap melahirkan generasi pejuang dan pemimpin umat. Kesemuanya itu diarahkan untuk mewujudkan masyarakat taat syariat Islam.

Kedua, mengembalikan fungsi negara sebagai pilar utama (soko guru) penyangga fungsi keluarga Muslim yang kita bangun sebagai individual tadi. Ini penting dan mendesak. Kita masih ingat, hancurnya Khilafah Islamiyah pada tahun 1924 telah melenyapkan pilar utama bagi peradaban Islam. Dengan runtuhnya Khilafah, peradaban Islam telah kehilangan kekuatan dan vitalitasnya. Dapat dikatakan, gambaran realitas peradaban Islam nyaris musnah dari benak keluarga Muslim karena Khilafah yang menopangnya telah tiada. Sebagai gantinya, peradaban Barat sekulerlah yang kemudian mendominasi kaum Muslim saat ini hingga ranah paling kecil: keluarga. Maka sudah sangat wajar jika kita semua berupaya untuk mengembalikan Khilafah beserta fungsi utamanya tersebut ke kancah kehidupan.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*