Jum’at 2 Desember 2016, umat Islam di Indonesia membuat sejarah. Mereka menggelar aksi damai, Aksi 212, yang dilaksanakan sejak pukul 08.00 hingga 13.00 WIB. Mereka telah mengukir sejarah, karena inilah aksi umat Islam terbesar yang pernah ada dalam sejarah umat Islam di Indonesia.
Setelah aksi 411 bulan lalu yang diikuti oleh lebih dari 2,2 juta jiwa, aksi kali ini dua bahkan tiga kali lipat jumlahnya dibanding aksi 411. Ada yang menghitung angkanya mencapai 5 juta, bahkan ada yang menyebut 7 juta jiwa.
Tuntutan mereka sama, “Tangkap dan Hukum Penista Agama.” Aksi ini sekaligus membalik opini yang menuduh umat Islam memecahbelah kebhinekaan, makar dan lain-lain. Dengan jumlah massa sebanyak itu kalau mereka mau bisa melakukan apapun. Tapi, tidak mereka lakukan.
Bahkan, aksi yang diisi dengan taushiyah, doa dan rangkaian ibadah shalat Jum’at ini telah mengalahkan jumlah jamaah haji yang wukuf di Arafah. Namun, perhimpunan akbar umat Islam untuk munajat kepada Allah tak ayal dibanggakan oleh Allah kepada Malaikat-Nya, layaknya mereka yang sedang wukuf di Arafah.
Tapi ada juga yang nyinyir dan menganggap perhimpunan umat sebanyak itu hanyalah buih. Demi Allah, ucapan ini salah! Karena doa-doa yang dipanjatkan oleh umat Nabi-Nya yang teraniaya ini sanggup membelah langit, menggetarkan singgasana Allah, dan diijabah oleh-Nya. Doa yang akan mengubah wajah negeri Muslim terbesar di dunia ini.
Karena sesungguhnya ikhtiar fisik dan mengikuti kaidah kausalitas sudah dan terus dilakukan, tetapi doa dan doa tetap harus dipanjatkan. Seperti ungkapan ulama’ Salaf Shalih:
من كثر طرق الباب يوشك أن يفتح له الباب
“Siapa saja yang banyak mengetuk pintu, pasti dia akan dibukakan pintu.”
Doa-doa yang dipanjatkan 5 hingga 7 juta umat Islam hari ini dengan serentak dan bersama-sama adalah untuk mengetuk pintu-Nya. Ketukan bertalu-talu itu membuat Allah pun malu, jika tidak mengabulkan apa yang mereka minta.
Maka di sinilah esensi aksi 212 yang luar biasa ini. Semoga Allah wujudkan apa yang menjadi janji-Nya.[]
KH Hafidz Abdurrahman,
Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia