MHTI Bantul Ajak Tokoh Perempuan Kembalikan Peran Mulia Ibu sebagai Pembangun Generasi
HTI Press, Bantul. Ahad (27/11/2016), bertempat di di Aula DPRD Tingkat II Kabupaten Bantul DIY, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) DPD II Bantul menyelenggarakan Diskusi Tokoh Muslimah Bantul. Acara bertajuk “Peran Ibu Dalam Mewujudkan Generasi Mulia (Antara Idealita dan Realita)” dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap kondisi keluarga Indonesia yang semakin rapuh karena bergesernya peran ibu akibat sistem kapitalis.
Muslimah HTI berharap 100 tokoh muslimah yang hadir dalam forum tersebut memahami peran ideal ibu dalam membentuk keluarga sakinah dan membangun generasi. Diskusi yang berlangsung sejak pukul 8.30 hingga 11.15 ini juga diharapkan mampu menyadarkan para tokoh ormas, majelis ta’lim, wakil rakyat, kepala instansi, dan mubalighah yang hadir tentang terjadinya disfungsi peran ibu dalam kehidupan kapitalistik serta dampaknya bagi keluarga dan generasi. Tak sebatas itu, melalui acara ini MHTI juga memberikan solusi komprehensif dalam mengembalikan peran ideal ibu.
Hadir sebagai pembicara Ibu Wahyu Utami., S,Pd., Ibu Luthfi Aqrobah., S.Si., dan Ustadzah Alyna Tsalisa., S.P. Dalam paparannya, Ibu Wahyu mengingatkan para peserta bahwa seorang ibu memiliki tiga peran utama, yakni sebagai pendidik generasi, pengatur rumah tangga, serta tetap memiliki peran di tengah masyarakat. Untuk dapat menjalankan perannya dengan baik, seorang ibu hendaknya memiliki aqidah dan kepribadian Islam, memiliki kesadaran politik, dan kesadaran untuk mendidik anak sebagai asset politik dalam perjuangan umat.
Ibu Luthfi memaparkan fakta-fakta tentang beban berat para ibu dalam kehidupan kapitalistik yang membuat para ibu semakin sulit menjalankan ketiga peran tersebut, seperti KDRT, kemiskinan, perceraian, terpaksa menjadi tulang punggung keluarga, dll. Sedangkan solusi yang ditawarkan oleh Kapitalisme hanya bersifat tambal sulam yang tidak menyelesaikan permasalahan dan justru melahirkan permasalahan baru. Misalnya: ketika dihadapkan pada problem kemiskinan dan KDRT, para ibu didorong untuk turut andil menopang perekonomian keluarga dengan berbagai program pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan bargaining position perempuan sehingga tidak mudah diremehkan karena menganggap hanya perempuan miskinlah yang rentan menjadi korban KDRT. Akibatnya, fokus ibu dalam menjalankan perannya sebagai pendidik generasi terpecah. Dampaknya, pendidikan generasi menjadi tidak optimal, terbukti dengan maraknya kasus kekerasan terhadap anak, anak menjadi pelaku kekerasan, pergaulan bebas, narkoba, dll.
Menurut Ustadzah Alyna, kesuksesan seorang ibu adalah ketika anak-anaknya tumbuh menjadi penyejuk mata (qurrata a’yun) saja tetapi ketika mereka menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa (lil muttaqiina imama). Hal tersebut hanya dapat teraih ketika hidup dalam naungan Khilafah Islamiyah yang memberikan jaminan pemenuhan hajat hidup masyarakat sehingga ayah dan ibu dapat menjalankan perannya masing-masing dengan optimal. Negara juga berperan dalam menjalankan kurikulum pendidikan yang Islami dan mengantur kehidupan sosial serta media.
Dalam sesi diskusi, seorang peserta dari Dinas Kesehatan Bantul membenarkan tingginya angka HIV/AIDS, KDRT, dan perceraian di Bantul. Beliau juga menanyakan solusi bagi perempuan berpendidikan tinggi dan bekerja. Menanggapi pertanyaan ini, Ustadzah Alyna menyatakan bahwa Islam justru mendorong setiap Muslim dan muslimah untuk menggapai ilmu setinggi-tingginya agar dapat menjalankan perannya dengan optimal. Islam juga tidak melarang perempuan bekerja selama tanggung jawabnya sebagai ibu dan tetap dapat melakukan perjuangan untuk mengembalikan kehidupan Islam dapat dijalankan dengan optimal. Saatnya kembalikan peran mulia ibu dalam membangun generasi cemerlang![]