Pemberdayaan itu, Ranjau bagi Perempuan !
Oleh: Henny Ummu Ghiyas Faris
Kondisi negeri yang dililit oleh berbagai permasalahan, ditambah pemerintahan yang semakin tegas corak tata kelola liberalnya. Bukti nyata adalah menyeruaknya berbagai fenomena seperti; darurat kekerasan pada anak, darurat perceraian, darurat kemiskinan, darurat narkoba, dan lain-lain. Masyarakat menaruh harapan kepada pemerintah agar semua fenomena itu dapat diselesaikan dengan tuntas. Masih ingat tentunya ketika terpilihnya Jokowi sebagai orang nomor satu di negeri ini? Masyarakat menaruh harapan pada beliau, tapi berjalannya waktu mulai menuai kekecewaan. Namun, sebenarnya tak hanya soal kekecewaan tetapi yang lebih fatal adalah nasib hidup mayoritas rakyat yang semakin buruk, karena tak mampu memenuhi kebutuhan mereka dengan sempurna. Tentu saja termasuk di dalamnya adalah kesulitan hidup yang dialami perempuan – terutama Ibu dan anak.
Dalam kondisi seperti ini, berbagai program digelontorkan pemerintah dengan melibatkan kaum perempuan, tentu masih ingat dengan perkataan Managing Director International Monetary Fund (IMF) Christine Lagarde menyatakan, bahwa peningkatan akses perempuan ke layanan keuangan memiliki manfaat ekonomi dan sosial yang luar biasa. Hal ini dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang sedang mengalami pelemahan. Dana Moneter Internasional atau IMF menyebutkan pentingnya peranan wanita dalam menjaga stabilitas perekonomian. Hal tersebut juga dianggap dapat merangsang pertumbuhan ekonomi. Menurut IMF lebih banyak perempuan memiliki peran kepemimpinan di bidang keuangan dan dapat mendukung stabilitas keuangan. (okezone.com, 02/09/2015)
Pertanyaannya adalah apakah benar perkataan sang managing director IMF tersebut? Apakah pemberdayaan perempuan tersebut bak obat yang diperkirakan akan mujarab? Tapi sayangnya obat yang diberikan tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang sedang membelit negeri ini. Tapi justru menghancurkan perempuan sebagai sosok individu yang sangat dimuliakan di dalam Islam.
Sistem Kapitalisme yang mengusung ide neoliberalisme yang saat ini menguasai dunia, telah terbukti gagal untuk memberikan kesejahteraan. Ibu dan anak menjadi korban dari kegagalan ini. Peran mereka sebagai penerus kelestarian generasi manusia terancam. Kaum ibu telah digiring untuk keluar dari fungsi pokoknya sebagai ummun wa rabbatun al-bayt (ibu dan pengatur rumah tangga). Mereka dilalaikan dari mendidik anak dan diarahkan untuk menjadi pemuas syahwat kapitalis akan tenaga kerja murah dan pasar yang potensial. Tidak heran bila kemudian kerusakan generasi menjadi sebuah keniscayaan.
Dalam keterpurukan ekonomi masyarakat, perempuan dianggap sebagai tenaga potensial yang harus diberdayakan secara ekonomi untuk menambah penghasilan keluarga. Pemberdayaan ekonomi perempuan yang gencar diaruskan, sejatinya adalah eksploitasi tenaga perempuan. Mencari nafkah bukanlah tanggung jawab perempuan, justru sebaliknya perempuan berhak mendapatkan nafkah yang layak dari suaminya/walinya. Hal ini terjadi juga pada eksploitasi anak, menjadi pengemis, anak jalanan, bahkan anak yang dilacurkan oleh orang tuanya seringkali menjadikan kemiskinan/desakan ekonomi sebagai alasan. Ini membuktikan negara gagal mewujudkan kesejahteraan, juga tidak mampu mengkondisikan keluarga agar memiliki tanggung jawab mendidik dan melindungi anak-anak dari bahaya. Selain itu juga gagal mencetak pribadi/individu manusia yang punya harga diri dan tidak menjadikan mengemis sebagai profesi.
Fenomena yang terjadi dengan maraknya eksploitasi pada perempuan dan anak, akan terus terjadi selama penyelesaian masalah ini dibangun dengan cara-cara kapitalisme dan liberalisme. Rakyat dibiarkan bertarung sendiri memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sedangkan negara hanya sebagai regulator yang minim campur tangannya menolong hajat hidup rakyatnya sendiri. Sedangkan rakyat pun dibebani berbagai pungutan pajak yang memberatkan. Padahal fungsi dan peran negara sangat penting sebagai pelaksanaan kewajiban negara kepada rakyatnya. Sebagai contoh terjadi juga dalam aspek pelayanan kesehatan, seharusnya negara sebagai pelayan masyarakat dengan kekayaan yang dimiliki oleh negeri ini, mengelola layanan kesehatan sendiri secara baik. Tidak menyerahkan pada BPJS yang notabene adalah perusahaan swasta. Dengan harta umum yang dikelola dengan benar, layanan kesehatan diberikan secara cuma-cuma dengan kualitas terbaik, bagi semua individu miskin ataupun kaya sebagai pelaksanaan kewajiban negara kepada rakyatnya yang telah tertera dalam UU. Namun kebijakan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) malah memaksa rakyat membeli apa yang menjadi haknya. Rakyat telah dijadikan sebagai konsumen. Astaghfirullah!
Dampak memburuknya kesejahteraan keluarga sudah di depan mata. Kemiskinan dan kesengsaraan masih menimpa jutaan perempuan di negeri ini. Keterpurukan ekonomi saat ini karena menggunakan sistem kapitalis, obat yang mereka gunakan tak benar-benar menyelesaikan permasalahan hingga terus berulang terjadi. Sesungguhnya sistem ekonomi Islamlah satu-satunya solusi yang ampuh dan steril dari semua krisis ekonomi. Karena sistem ekonomi berbasih Islam benar-benar telah mencegah semua faktor yang menyebabkan krisis ekonomi. Sebagai sebuah institusi Daulah Khilafah Islamiyah memiliki berbagai kebijakan yang pasti akan mencegahnya terperosok dalam krisis, termasuk kebijakan moneter.
Islam telah terbukti mampu membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Maka sudah semestinya, kita tidak lagi mencari solusi masalah kesejahteraan umat pada sistem di luar Islam. Kembalilah pada Islam, niscaya kita akan mendapati konsep-konsep yang gemilang yang menjanjikan kesejahteraan hakiki saat diterapkan. Terlebih lagi, menerapkan aturan Islam adalah perintah Allah Subhanahu Wa Taaalaa, bukti kesempurnaan iman kita akan Maha Sempurnanya aturan Allah Subhanahu Wa Taaalaa yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk seluruh makhluk-Nya.
Maha Benar Allah dengan firmanNya :
Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui? (Q.S al-Mulk : 14). []