Bila mengacu kepada KUHP Pasal 111 tentang Kejahatan terhadap Keamanan Negara menggunakan teori proxi war setidaknya ada lima kelompok orang yang dapat dikategorikan makar.
“Mereka semua patut diduga sebagai pelaku makar yang paling keji!” tegas Peneliti Pusat Kajian Ekonomi dan Politik Universitas Bung Karno, Salamuddin Daeng kepada mediaumat.com, Rabu (7/12/2016).
Pertama, yang melakukan amandemen UUD 1945. “Karena mereka terbukti bekerjasama dengan asing dan didanai asing untuk melakukan perubahan UUD 1945,” ujarnya.
Kedua, yang membuat membuat ratusan UU pada era reformasi dengan sponsor dana asing, yakni seluruh UU yang berkaitan dengan sumber daya alam, UU yang berkaitan dengan moneter dan UU sektor keuangan serta UU otonomi daerah, politik dan keamanan.
Ketiga, yang menyerahkan seluruh barang publik dan infrastruktur seperti tol, pelabuhan, bandara, kereta cepat, kepada asing dengan dana utang.
“Infrastruktur akan menjadi pintu masuk bagi operasi asing di Indonesia, infrastruktur seharusnya dikuasai penuh oleh negara,” bebernya.
Keempat, yang menjual wilayah/tanah Indonesia kepada Tiongkok melalui proyek reklamasi, bisnis properti, dan bentuk penggadaian tanah kepada asing untuk mendapatkan utang.
“Proyek semacam itu akan mempermudah asing melakukan invasi ekonomi dan politik ke Indonensia,” katanya.
Kelima, LSM-LSM yang menerima donor asing yang bahkan menyatakan permusuhan kepada pemerintah bisa ditangkap dengan pasal-pasal makar tersebut.
Berdasarkan hal itu, Daeng pun berkesimpulan. “Tuntutan kembali ke UUD 1945 asli bukan makar tapi suatu sikap kejuangan melawa para pengchianat bangsa,” pungkasnya.
Dalam Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) BAB I tentang Kejahatan terhadap Keamanan Negara, Pasal 111 tertulis:
“(1) Barang siapa mengadakan hubungan dengan negara asing dengan maksud menggerakkannya untuk melakukan perbuatan permusuhan atau perang terhadap negara, memperkuat niat mereka, menjanjikan bantuan atau membantu mempersiapkan mereka untuk melakukan perbuatann permufakatan atau perang terhadap negara, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.” (mediaumat.com, 8/12/2016)