Siapa yang akan Bertanggung Jawab?

Keamanan Bangladesh

Berita:

Ribuan Muslim Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh dari Myanmar di mana mereka telah diserang oleh pasukan keamanan, sekarang malah ditekan oleh otoritas Bangladesh, menurut Amnesty International.

Mereka yang berhasil sampai ke kamp-kamp sementara di kota Bazaar Cox kini menghadapi kekurangan makanan dan air, sebagian menderita gizi buruk. (The Guardian Newspaper)

Komentar:

Hingga 30.000 anggota komunitas etnis ini telah meninggalkan rumah mereka di Myanmar untuk melarikan diri dari kekerasan yang terus terjadi, menurut PBB, setelah awal bulan ini sejumlah pasukan diterjunkan ke wilayah tepi yang sempit tempat mereka tinggal. Muslim Rohingya diakui sebagai kaum minoritas yang paling tertindas di dunia. Di suatu dunia di mana hewan dan tumbuhan langka mempunyai pengakuan dan perlindungan, situasi ini sekali lagi telah disorot di media-media sosial dan mainstream sebagai kengerian yang sempurna. Laporan-laporan perkosaan, kekerasan, pembakaran rumah, dan anak-anak yang kelaparan sekarang diposting setiap hari di media sosial.

Alhamdulilah, suara-suara masyarakat semakin nyaring menuntut penyelesaian masalah ini baik di negeri-negeri Muslim maupun non-Muslim. Muslim di banyak negara mayoritas Muslim telah turun ke jalan dan menuntut tindakan, Bangladesh, Indonesia, dan Malaysia serta Thailand telah melihat orang-orang keluar untuk mendukung saudara Muslim mereka. Penderitaan umat Islam di Myanmar bukanlah hal yang baru dan telah keluar masuk di media berkali-kali. Alih-alih merasa marah, memposting informasi tersebut, kemudian bergerak ke berita selanjutnya, kita perlu bertanya siapa yang akan merasa bertanggung jawab akan situasi ini? Siapa yang akan berdiri untuk membela mereka yang tertindas? Siapa yang benar-benar bisa melakukan sesuatu?

Aung San Suu Kyi, kepala pemerintahan Myanmar, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, dan sang juara demokrasi, berkali-kali memilih untuk tinggal diam tentang masalah ini sampai baru-baru ini dengan PBB menyatakan terjadi ‘genosida’ di Myanmar. Tindakan “baik”-nya diukur dengan standar Barat, bahwa puncak kehebatan adalah melihat kebaikan kepada apa yang dilihat sebagai hal yang baik oleh Barat dan kepada demokrasi. Pemerintah di Myanmar tidak memberikan hak apapun kepada kelompok ini, memperlakukan mereka seperti pengungsi, dan memandang mereka dengan pandangan yang paling menghina.

Banyak dari mereka yang berhasil melarikan diri dari Myanmar menuju Bangladesh dengan perahu. Ketika diwawancarai oleh Al Jazeera pada tahun 2012, Sheikh Hasina dari Bangladesh menunjukkan dengan jelas bahwa situasi ini tidak ada hubungannya dengan Bangladesh. Dasar pemikiran yang nasionalis sekuler lah yang memungkinkan dia untuk berperilaku seperti ini.

Jika kita memindai dunia dan bertanya siapa lagi mungkin bisa membantu, kita tahu bahwa tidak mungkin bahwa salah satu penguasa Muslim hari ini akan bergerak bahkan satu inci saja untuk menolong umat. Turki melangkah dengan segera membantu entitas Yahudi untuk menanggulangi kebakaran, Pakistan tidak bergerak untuk membantu Muslim dari Kashmir lebih dari dialog dan pertemuan, Aleppo sedang dibumihanguskan dan semua rezim-rezim Arab tetap mematung. Hari ini, tidak ada satu pun dari orang-orang yang punya kemampuan itu mau berdiri membela umat!

Ditulis untuk Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir oleh

Nazia Rehman

 

Sumber: hizb-ut-tahrir.info (02/12/2016)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*