Dr. Rini Syafri: Negara Pilar Utama Kesejahteraan Keluarga
HTI Press. Jakarta. Jutaan keluarga Indonesia kondisinya saat ini jauh dari kata sejahtera. Hajat hidup mendasarnya tidak terpenuhi tatkala negara mengokohkan kehadirannya sebagai regulator, pemberi izin, dan pembuat aturan sesuai kepentingan korporasi. Demikian ungkap Ketua Lajnah Mashlahiyah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI), Dr. Rini Syafri, dalam Konferensi Pers ‘Risalah Akhir Tahun 2016 (RATU) MHTI bertajuk “Menggugat Peran Negara Dalam Ketahanan Keluarga” di Sofyan Inn, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (15/12/2016).
“Akibatnya keluarga menjadi rapuh, rentan diserang berbagai penyakit, di samping beban sosial, fisik, psikologis di luar batas kemanusiaan. Tak jarang berujung stres, kekerasan, perceraian dan berbagai kejadian buruk lainnya,” bebernya di hadapan puluhan peserta dari berbagai kalangan yang hadir.
Rini mempertanyakan, posisi negara yang semestinya berada di depan sebagai perisai bagi masyarakat serta yang paling bertanggung jawab dalam urusan pemenuhan hajat publik.
Rini pun menyampaikan sudut pandang MHTI dalam melihat peran negara dalam mengeluarkan kebijakan berada dalam dua posisi penting. Pertama, negara sebagai raa’in (pengatur dan pengurus urusan umat. Kedua, sebagai junnah (pelindung dan perisai umat).
“Hari ini kita melihat peran negara begitu lemah. Konsep-konsep yang dikeluarkan kami anggap keliru. Ada jutaan rumah tangga saat ini yang tidak mendapatkan hak-hak publiknya. Ini menjadikan lemahnya keluarga, karena beban yang harus dipikul negara justru dibebankan kepada keluarga,” terangnya.
Rini kemudian mengkritisi, berbagai program yang sejatinya dipaksakan pemerintah dalam berbagai bidang. Di antaranya dalam bidang kesehatan, pendidikan tinggi dan riset, pendidikan dasar dan menengah, pangan, perumahan, energi, dan transportasi yang menjadi pil pahit dan harus ditelan jutaan keluarga.
Seperti dalam bidang kesehatan, sebut Rini, memasuki tahun ketiga pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) makin tampak bahwa program ini dipaksakan pemerintah demi kesuksesan hegemoni penjajah kafir, meski mengorbankan hak pelayanan kesehatan jutaan rakyatnya sendiri. BPJS Kesehatan pelaksana program JKN yang diberikan hak oleh pemerintah menguasai hajat kesehatan publik Indonesiapun kian semena-mena.
Sementara peran negara dalam Islam, sebut Rini, dengan dua paradigmanya yang kuat melahirkan konsep-konsep cerdas dan berkualitas yang akan mampu memenuhi hak-hak keluarga, baik fisik, emosional, dan lain-lainnya.
“Konsep saat ini dalam sistem demokrasi menghasilkan kezaliman, sedangkan konsep Islam melahirkan kebaikan. Jelaslah, yang dibutuhkan keluarga hari ini adalah kehadiran Khilafah,” tutup Rini. [] Novita M Noer