HTI-Press. Gerah dengan dakwah Islam yang menjaga aqidah umat Islam dan menerapkan syariah Islam, Lembaga Setara minta agar mubaligh dikontrol oleh negara. Lembaga Setara menuding dakwah para ulama yang lurus, penuh dengan kebencian dan mengancam kemajemukan di Indonesia.
Seperti yang diberitakan BBC Indonesia online, Rabu (28/12), organisasi yang mewadahi pengurus masjid dan pendakwah diminta melakukan penyaringan terhadap para penceramah agama di tengah kekhawatiran meningkatnya isi ceramah agama yang penuh kebencian.
Direktur Riset Lembaga Setara Ismail Hasani mengatakan aturan Kementerian Agama yang tidak mengikat – hanya berupa seruan – sulit diharapkan dapat efektif menghentikan praktek ceramah agama penuh kebencian.
Karenanya, dia mengusulkan Dewan Masjid Indonesia dan organisasi yang mewadahi mubaligh untuk terlibat aktif dalam menyaring para penceramah agama agar mau dan mampu memahami situasi kemajemukan di Indonesia.
“Kelompok-kelompok ini mesti didekati oleh Kementerian Agama untuk dibina agar mereka mengambil tanggung jawab yang sama dengan cara berfilter khatib yang berkualitas, yang menghargai kemajemukan,” kata Ismail.
Ismail Hasani juga meminta meminta agar polisi bertindak tegas apabila mendapat laporan masyarakat tentang ceramah agama yang penuh dengan kebencian.
Sementara itu, Kementerian Agama menyatakan pihaknya saat ini tengah menyiapkan draf peraturan baru yang isinya membahas tentang batasan ceramah agama di masyarakat atau di media sosial.Pihaknya mengklaim bahwa rancangan aturan itu sudah diserahkan kepada Kementerian Informasi dan Komunikasi untuk ditindaklanjuti.
Sementara itu, Farid Wadjdi , dari DPP Hizbut Tahrir Indonesia, menyebutkan saran Lembaga Setara ini merupakan cerminan kegerahan kelompok liberal sekuler terhadap dakwah para ulama yang lurus, yang menyampaikan Islam apa adanya.
Selama ini menurutnya, label ceramah penuh kebencian sendiri masih kabur. Tudingan ini lebih sering ditujukan kepada umat Islam yang berpegang teguh pada aqidah dan syariah Islam.
“ Tuduhan kebencian kerap kali ditujukan kepada ceramah-ceramah yang menyerukan umat agar berpegang teguh pada aqidah Islam dan syariah Islam, seperti menyatakan bahwa agama satu-satunya yang benar adalah Islam, orang -orang yang tidak memeluk agama Islam disebut kafir, haram umat Islam ikut dalam perayaan natal dan memakai atribut natal, yang semuanya itu bersumber dari al Qur’an, dicap kelompok liberal sebagai seruan kebencian,” tegasnya.
Di sisi lain, tambahnya, tudingan mengancam kebhinekaan, telah jadi alat politik untuk membungkam dakwah Islam, agar umat berpegang teguh pada syariah Islam.
“Lihatlah, saat umat Islam membela al Qur’an dicap mengancam kebhinekaan, saat umat menyatakan homoseksual haram, dituding tidak toleran dan mengancam kebhinekaan, termasuk saat fatwa MUI yang mengharamkan mengucapkan natal dan memakai atribut natal, dituding intoleran dan mengancam kebhinekaan,” paparnya.
Anjuran Setara Institute, agar pemerintah turun tangan, menurutnya sangat membahayakan, Disamping akan membungkam ulama yang lurus, juga bisa dijadikan alat politik represif baru seperti orde baru.
“ Siapapun yang mengkritik pemerintah dan ideologi kapitalisme, nanti akan dilarang, dipenjarakan, dengan alasan mengancam kebhinekaan dan intoleran, dan siapa yang jadi korbannya, pasti ulama dan umat Islam,” ujarnya. []MI